"Selamat malam para pendengar setia Speak Up, saya Kai dan rekan saya-"
"Irene."
"Kami akan-"
Selama lagu untuk membuka acara diputar Irene sibuk membaca email yang masuk dengan seksama. Pandangannya tidak lepas dari layar laptop.
"Cerita ini tidak ada nama pengirimnya?"
Kai menggeleng. "Emailnya juga tidak mencantumkan nama aslinya. Memangnya kenapa?" Irene mengusap dagunya. " Ceritanya bersambung. Apakah ia akan mengirimnya lagi minggu depan?"
"Sepertinya, ia sengaja membuatnya menjadi bersambung. Agar menarik perhatian kita semua. " Irene membaca email yang dituliskan menggunakan Bahasa Korea zaman dulu. Sino Korea. "Kita ceritakan kisah ini."
"Aku Hana. Sebut saja begitu. Ini ceritaku saat aku masih berusia 20 tahunan. Jangan tanya berapa umurku sekarang. Aku sudah terlalu tua. Mungkin sebentar lagi bertemu Tuhan. Aku serius. Aku tidak pernah membagikan cerita ini kepada siapaun di dunia real life. Namun, entah mengapa akhir-akhir ini, aku merasa tertarik dan mengirimkan emailku ke sini. Ku harap, aku tidak salah tempat.
Aku banyak berpikir bagaimana menulis dengan bahasa kekinian agar kalian tidak bosan. Semoga usahaku berhasil. Kkk~ Baiklah kita mulai. Aku seorang mahasiswi jurusan seni rupa.Ya, aku ingin bekerja di dunia seperti itu. Bagiku itu menarik.
Aku tidak aktif dalam berorganisasi. Karena aku juga kerja freelance sebagai illustrator sebagai pekerjaan tambahan. Aku bekerja part time di sebuah restoran kecil dengan jam kerja 3 jam perhari setelah aku pulang kuliah.
Semenjak awal SMA, kedua orangtuaku sibuk bertengkar. Hampir setiap malam. Jika tidak ribut, berarti ayah tidak pulang kerumah. Jujur, aku stress namun berusaha memendamnya sendiri. Aku sering melihat ibu menangis. Namun, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Karena, jika sedang emosi, ibuku akan marah padaku dan justru memukulku.
Waktu SMA kelas 12 aku mengalami kejadian pahit yang aku alami sepanjang hidupku.Ayahku selingkuh. Didepan mataku sendiri. Ibuku bunuh diri. Dan aku tinggal sendiri. Aku sering kena bully. Dan aku sangat tersakiti. Aku sempat hampir depresi.
Kronologinya adalah dengan penuh percaya diri, ayahku membawa wanita lain kerumah dan dengan enaknya melakukan hal yang tidak pantas dihadapanku. Walaupun belum ketahap yang lebih kurang ajar dan memalukan. Namun itu adalah perbuatan yang membuatku syok. Pada saat itu juga, ibu pulang dari kerja. Betapa terpukulnya kami saat itu. Aku benar-benar ingin mati saat itu juga agar melupakan semua yang aku lihat. Itu begitu menyakitkan. Dan saat itu juga kedua orangtua ku bertengkar hebat.Sedangkan aku hanya berdiri di dekat tangga dengan pandangan kosong.Jangan tanya bagaimana perempuan jalang itu. Ia sungguh seperti iblis!
Ayah dan ibuku mengurus surat cerai. Kami pergi dari rumah. Kami menyewa rumah yang cukup untuk kami berdua. Ibuku benar-benar stress. Aku berusaha melawan stressku. Teman-temanku tau kejadian ayahku. Dan mereka membullyku. Tidak jarang jika aku pulang dengan wajah lebam atau seragamku kotor.
Aku berusaha menyembunyikannya dari ibuku. Namun, ibuku pasti akan tau. Ibu selalu menangisi keadaanku. Sedangkan aku berusaha bertahan dengan keadaan ini. Ibu dipecat karena sering mengabaikan tugasnya. Sulit untuknya mencari pekerjaan. Apalagi memikirkan aku yang akan kuliah tahun depan. Aku bertekad untuk menguatkan ibu. Aku bilang untuk tenang saja. Aku tidak perlu kuliah. Atau aku akn mencari beasiswa.
Namun, ternyata usahaku sia-sia. Setelah 1 tahun kejadian itu, ibuku bunuh diri. Padahal, berapa bulan lagi aku akan mengikuti seuneung. Aku benar-benar merasa depresi waktu itu. Sulit bagiku menerima keadaan yang begitu tidak adil seperti ini. Aku kesal dengan ibuku yang merasa sendiri. Padahal ada aku yang selalu bersamanya.
Setelah itu, aku berusaha sekuat tenaga menahan rasa depresi yang terus meningkat ini. Aku harus lulus seuneung. Aku harus belajar dengan giat. Aku harus masuk universitas dan mendapatkan beasiswa. Karena hanya dengan itu satu-satunya cara aku bertahan hidup.
Bersambung..."
Kai dan Irene saling bertatapan.
"Pengirimnya hanya bercerita sampai sini. Kami juga tidak tau, kapan kira-kira ia akan mengirim ceritanya lagi. Kami harap kalian akan menunggu."
Irene melangkahkan kakinya dengan gontai. Dibelakangnya, ada Kai yang menyadari keanehan Irene semenjak siaran tadi. "Irene-ah!" Irene membalikkan tubuhnya. Wajahnya terlihat pucat. "Kamu baik-baik aja? Muka kamu pucat!"
Irene menaruh kedua telapak tangannya memeriksa suhu badannya yang tiba-tiba mulai meninggi. "Aku tidak apa-apa. Aku hanya perlu makan saja." Irene berbohong.
"Yaudah. Ayo, kita makan."
Irene mengangguk. Tidak enak juga menolak itikad baik temannya.
Irene menyeruput Galbitang(Sup rebusan tulang iga sapi) nya dengan pelan. Ia tidak menyesal menyetujui ajakan Kai. Tubuhnya terasa lebih enak sekarang. "Terima kasih." Ucap Irene. Kai mengangguk. "Irene-ah. Gerak-gerik mu benar-benar berbeda. Kamu keliatan tegang waktu bacain email tadi. Kamu teringat sesuatu atau bagaimana?"
Irene menggigit bibirnya. Ia sudah mengira bahwa Kai merasa curiga dengan dirinya. Ia tau. Tidak ada alasan untuknya bersikap seperti ini selama bekerja tadi. Sungguh tidak professional.
Namun, usahanya untuk menutupi semuanya akan sia-sia jika berhadapan dengan Seulgi, Kai dan pacarnya, Song Mino. Karena dalam ruang lingkup kehidupannya. Hanya mereka lah yang dekat dengannya. Tidak ada yang lain.
"Aku tidak pernah memaksamu untuk bercerita. Tapi, jangan pernah sendiri. Banyak orang yang perhatian sama kamu lo." Irene tersenyum.
"Contohnya kamu gitu?" Kai terkekeh sembari menaikkan turunkan satu alisnya. Irene hanya menggeleng.
"Irene-ah?"
Suara yang sekarang tidak asing lagi di telinganya. Irene menoleh ke sumber suara.
"Oh Sehun-ssi? Kenapa disini?"
"Aku lapar."
Irene menaikkan satu alisnya. Ia merasa asing dengan gadis berwajah kelewat cantik- namun beraura dingin yang berada dibelakang Sehun-.
"Ini temanku."
Berkata soal 'teman' Irene jadi ingat bahwa Sehun bilang ia juga punya teman. Apakah wanita ini malaikat? Malaikat jadi-jadian? Orang yang berpura-pura menjadi malaikat? Tapi, mereka ingin makan? Irene ingat lagi, kalau Sehun harus berpura-pura layaknya manusia. Ah, apa-apaan ini.
"Krystal Jung."
Gadis bernama Krystal itu mengulurkan tangannya. Tidak bersahabat sama sekali. Seperti terpaksa. Irene membalas uluran tangan Krystal dengan hangat. " Bae Irene. Ah, ini temanku juga. Kim Kai."
Irene menoleh kearah Kai. Lelaki itu menatap Krystal dengan tatapan yang sulit sekali di tebak. Bisa dilihat tubuh lelaki itu menjadi kaku.
"Soojungie?"
Btw, aku sempet mau unpub cerita ini.
Bukan karena aku ga ada ide. Tapi, aku ga tau ini cerita masih layak dibaca atau masih ada yang mau baca apa enggak..wkwkwJadi apa yaa
Entahlah, aku pikirkan lagi
Mungkin kalo kalian ada masukan yaa kritik saran boleh yaa disuarakan..
Soalnya aku juga ga tau gmana reaksi atau perasaan kalian baca ff ga jelas ini..
EheheTerima kasih yang masih stay, vote bahkan cape cape komen
Aku adain GA..
Tapi di FF aku yang satunnya..
Boleh di cek yaaaOiya..
Minal aidzin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan bathin yaa..
KAMU SEDANG MEMBACA
When You...
Fantasy[[Update suka suka]] Ketika kamu dekat... Aku tau, aku akan baik baik saja... Ketika kamu jauh... Aku tau, aku merasa kehilangan Tetapi ketika kau semakin dekat.. Aku tau, itu hanyalah angan... Karena aku tau,,, Semakin dekat dirimu... Akan sulit me...