𝕥𝕨𝕠Two

276 40 15
                                    

" Joohyunie!"

Kai dan Irene membalikkan tubuh mereka.

"Ck. Jadi ini alasanmu menolak diantar?" Kai melipat kedua tangannya didepan dada. Irene mencondongkan tubuhnya seraya berbisik. "Ini diluar ekspetasi. Sumpah!"

"Oppa!" panggil Irene

Lelaki berpenampilan SWAG. Tampan. Dan memiliki tinggi sekitar 180 cm menghampiri mereka berdua. Dipundaknya tersampir tas ransel berwarna hitam.

"Jangan berani-berani mengantar Joohyunku pulang. Arrachi?" Lelaki Itu merangkul pundak kecil milik Irene. Diperlakukan seperti itu, Irene malah senyam senyum sendiri. Melihat ekspresi Irene benar-benar membuat Kai ingin muntah. Sekarang juga.

Kai menepuk pundak lelaki dihadapannya. "Ayolah, Song Mino-ssi, aku gak akan mengambil JuHyunmu itu. Tidak akan sama sekali. Aku bersumpah." Mendengar penuturan Kai membuat Irene berdesis. Itu artinya, Kai telah menjatuhkan harga dirinya. Didepan pacarnya sendiri. Benar-benar.

Mino mengangkat satu alisnya. "Aku pegang ucapanmu. JooHyunie, ayo kita pulang." MiNo mengelus puncak kepala Irene dengan lembut. Melihat itu, Kai berdesis.

"Dosa kalian bakal terus nambah kalo kalian bermesraan didepan jomblo sepertiku." Irene tergelak. Begitu juga MiNo.

"Cepatlah cari pacar. Kau ini tampan, JongIn-ssi." Kata MiNo. "Aku tau. Seluruh dunia tau itu. Cepat menyingkir dariku. Dasar pasangan tidak berperasaan." Kai menggerak-gerakkan kedua tangannya dengan gerakan mengusir.

" Baiklah. Kami pergi dulu. Sampai Jumpa hari Selasa, Kai-ya."

"Ya,, Hati-hati! Semoga cepat putus!" seru Kai. Irene dan Mino tidak peduli dengan lelaki asal bicara seperti itu. Memang menyebalkan.

Selama diperjalanan, Irene tidak henti-hentinya menceritakan pengalamannya dikampus sampai cerita siarannya. Irene menyandarkan kepalanya dipundak Mino dan Mino tidak henti hentinya mengelus puncak kepala Irene. Perjalanan 30 menit serasa sebentar.

"Oppa, Gomawo."

Mino tersenyum. "Cheonma, JooHyunie. Kau yakin, tidak ingin diantar keatas?" Irene menggeleng.

"Gak perlu. Nanti oppa cape. Pulanglah. Dan beristirahatlah" Mino mengangguk. Lagi-lagi mengelus puncak kepala Irene, sayang.

"Kamu juga. Jangan nonton drama. Cepet tidur yaa." Irene terkekeh. "Siap, bos!" Gadis itu menaruh tangan kanannya didepan pelipisnya. "Hmm... Omong omong, rumah dibawah itu belum juga ada penghuninya?"

Irene mengangguk. "Rumah itu sudah lama kosong. Dan biaya sewanya lebih mahal karena lebih besar daripada rumah sewa yang lainnya." Mino menghela napas. "Jaljayo." Sebelum pergi, Mino menyempatkan diri untuk mengecup puncak kepala Irene. "Bye."

Irene tidak langsung naik ketas. Ia menunggu sosok kekasihnya hilang di persimpangan jalan. Irene tersenyum lalu berbisik. "Saranghae"




"Yak! Kang SeulGi! Kamu ini, benar-benar."

Irene menghela napas. Sahabatnya ini memang jago soal ngaret. Dia yang memohon. Dia juga yang ngaret. Irene menukar posisi ponselnya kearah kiri. "Baiklah, aku ngerti. Aku di tempat biasa."

Irene menatap layar ponselnya yang menghitam. Lalu menghela napas. Lalu menyenderkan tubuhnya di tembok yang berdiri kokoh tepat dibelakangnya. Tiba-tiba sebuah pemandangan menarik perhatiannya. Seorang anak berusia 11 tahunan berjalan menyusuri kerumunan orang sembari memegang perutnya. Baju yang ia kenakan juga tipis. Padahal ini pertengahan musim gugur. Orang terlihat tidak peduli dengan keadaannya. Entahlah. Mereka sebenarnya lihat. Atau pura-pura tidak lihat.

When You...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang