Thirteen

145 19 0
                                    

Vote and comment :)

Irene mendudukan tubuhnya yang masih lemas. Walaupun tidak selemas tadi pagi. Irene sudah tidak melihat Seulgi. Bahkan, Irene juga tidak tau apakah gadis itu kembali lagi ke rumah ini atau tidak.

Irene tidak ambil pusing. Sahabatnya sudah kesini dan membawakannya makanannya saja ia sudah bersyukur bukan main. Tidak lama, gadis berparas kelewat cantik itu mendengar suara dentingan bel rumahnya.

"Siapa malam-malam kesini?" batinnya. Irene melirik jam dindingnya. Pukul Delapan malam.

Astaga! Sudah berapa jam Irene tertidur? Benar-benar! Dengan seluruh sisa tenaganya, Irene melangkahkan kakinya menuju pintu utama.

"Ya, sebentar..."

Irene menarik tuas pintu berwarna coklat kayu itu. Dihadapannya seorang lelaki tinggi berdiri didepan rumahnya dengan ekspresi biasa-biasa saja. Irene tidak bisa menebak bagaimana perasaan orang itu saat melihatnya. Dan apa tujuannya.

"Oh Sehun-ssi?"

Lelaki bersurai hitam itu melempar senyum canggung kearah Irene yang masih pucat. Irene melihat rambut Sehun yang sepertinya baru saja disemir.

Irene terdiam. Lalu menatap Sehun yang mempertahankan senyum canggungnya. Mendapat senyum seperti itu justru membuat Irene bingung.

"Jangan senyum kaya gitu. Bikin makin pusing," komentar Irene

"Kenapa? Senyuman aku manis?"

Irene menggeleng kuat. "Bukan manis, tapi aneh."

Sehun mengerjap lalu mengusap tengkuknya. "A- Aku belum menjengukmu."Irene mengangguk sambil beroh ria.

"Ayo masuk." Irene berjalan dengan hati-hati menuju ruang tamu mininya. Sehun mengikutinya dari belakang . Melihat-lihat sekitar rumah Irene yang begitu rapih.

"Maaf kalau enggak rapih. Aku belum sempat beres-beres." tutur Irene.

Sehun hanya mengangguk. Tidak habis pikir bagaimana jika rumah ini sudah dibersihkan? Saat ini saja sudah rapih betul.

"Kau, mau minum apa?"

Sehun menggeleng kuat. Lalu menjulurkan kantong makanan yang ia sembunyikan sedari tadi dibelakang punggungnya.

"Aku bawa makanan dan minuman."

Irene mengerjap. "Ah, kenapa jadi repot begini?" Irene menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. " Sedari tadi kau tidur, kau belum makan malam, kan?" kata Sehun. "Ta-tapi.."

"Krukkkk

"Perutmu bunyi." Sehun menunjuk perut Irene. Irene berani bersumpah. Bahkan, suara lapar perutnya tidak keras. Bahkan dirinya sendiri hanya mendengar samar-samar. Ta-tapi, kenapa Sehun tau?

"Kau sedang berpikir bagaimana aku bisa mendengar suara perutmu?"

Irene menggigit bibir bawahnya. "Aku lupa, kau malaikat. Maafkan aku. Ayo kita makan. Atau aku saja?"

"Kurasa, ini cukup untuk berdua. Atau, kalau kau ingin menghabis-"

"Tidak! Aku tidak makan sebanyak apa yang kau pikirkan." Irene duduk di meja makan. Dikuti oleh Sehun yang duduk dihadapan Irene. Pria itu mengeluarkan box makanan dari kantong plastik.

"Aku tidak terlalu tau apa kesukaannmu, jadi aku belikan ini."

Sehun mengeluarkan kotak sushi, bulgogi, nasi dan berbagai makanan lain. Tidak lupa Jus, minuman isotonic, salad dan buah buahan yang sudah dipotong.

"Ah, ini terlalu banyak."

"Jika tidak habis, kau bisa memasukkannya ke kulkas dan menghangatkannya kembali besok pagi."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

When You...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang