Note: konten dewasa!
***
Malam menunjukkan pukul 11 tepat. Rumah minimalis Sasuke nampak ramai hanya dengan 6 orang di dalamnya. Sakura, Sasuke, Itachi, Mikoto, serta dua sahabat mereka, Sai dan Ino.
Sore tadi, Sai dan Ino berkunjung, selain untuk menengok dan bertemu Mikoto, mereka juga berniat untuk berkumpul dengan Sakura. Maklum saja, perempuan itu tinggal di kota lain membuat mereka jarang bertemu sebelumnya.
Ketika Sakura dan Ino sibuk dengan obrolan mereka di meja dapur, Sasuke dan Sai terlihat nyaman dengan game control mereka-yang sukses mengingatkan dua pria itu pada masa lalu, masa ketika game adalah kegiatan nomor satu yang wajib dilakukan-serta Itachi yang berbaring di sofa sembari membuka vidcall dengan istrinya. Sea duduk manis di dada sulung Uchiha itu, sedangkan Mikoto asyik dengan acara merajutnya.
"Sakura, kurasa kau perlu memperluas rumah ini." gerutu Ino ketika dua pria pengenang masa lalu itu berteriak-teriak dan tak bisa diam barang sebentar ketika sudah dihadapkan dengan game. Seakan status umur mereka yang sudah 27 tahun tidak lagi berpengaruh.
"Rencananya sih begitu. Tapi Sasuke bilang Ia terlalu sibuk jadi tak sempat mengurusnya."
"Sibuk? Kau bilang dia sibuk?" Cibir Ino yang disusul dengan tawa Sakura, ketika perempuan pirang itu menunjuk laki-laki pemarah yang sedang bermain dengan Sai. Jika Sasuke benar-benar sibuk, maka dia tak akan sempat bermalas-malasan seperti ini. "Alasan yang konyol." serunya lagi.
Sakura menusuk potongan tomat kesukaan Sasuke dan melahapnya mentah-mentah. "Kau benar. Mereka sangat kekanak-kanakan."
"Parah sekali."
"Hei Ino."
"Apa?"
"Kemarin aku bertemu dengan Akasuna-san."
Tanpa ada aba-aba, Ino dengan spontan langsung saja membalikkan kursi, mendekat pada Sakura dan menatap perempuan itu penuh tanda tanya.
Akasuna yang dimaksud Sakura pastilah Akasuna Sasori, sosok yang dilupakan oleh Sakura sendiri. Ino mengenal novelis muda yang satu itu, walaupun tidak cukup akrab. Sosok yang Ia anggap pengecut, lemah, dan bermental rendah, karena tak berani menyapa Sakura barang sedikit.
"Maksudmu Sasori Akasuna?"
"Ya, laki-laki babyface itu."
"Jadi kau mengingatnya? Dia temanmu saat masih kecil!"
"Nah, itu yang mau kutanyakan!" desak Sakura dengan mulut yang masih dipenuhi salad. "Dia itu temanku?" tanyanya lagi membuat Ino mau tak mau menepuk jidatnya.
"Kau sudah terlalu tua, sungguh."
"Aku tak ingat apa-apa!"
"Yah, wajar saja. Waktu itu sudah lama berlalu."
"Jadi dia itu sungguh temanku, ya?"
Ino menggoyang-goyangkan kepala Sakura yang memasangkan ekspresi bodohnya. Jika saja perempuan ini bukan sahabatnya, sudah pasti Ino akan memukul kepalanya keras-keras.
"Memang apa yang dia katakan padamu?"
"Uuh.... Aku hanya merasa wajahnya tak asing, lalu kusapa. Dia bilang kita pernah saling mengenal dulu sekali."
"Ya, itu benar. Laki-laki pengecut sepertinya..."
"Pengecut? Apa maksudmu, Ino?"
Untuk sejenak, Ino memperhatikan manusia-manusia sekitar sebelum mengatakannya pada Sakura. Ini adalah sesi gosip para perempuan, salah satu keahlian Ino dan tak boleh ada yang sampai menguping!
KAMU SEDANG MEMBACA
Totally Fate
FanfictionMereka tak bersama. Mereka tak saling peduli. Mereka tak pernah bersatu. Namun sebuah janji dibentuk, mewujudkan kedua takdir mereka. Janji yang tak pernah menjadi dugaan. Tak pernah menjadi harapan. Namun menjadi ikatan yang teramat erat. **** *Cha...