PROLOG

46.5K 2.3K 10
                                    

"Gimana kalau kamu aja Bil, setidaknya kalian sudah saling mengerti satu sama lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Gimana kalau kamu aja Bil, setidaknya kalian sudah saling mengerti satu sama lain. Jadi bunda dan mami bisa tenang kalau kalian bersama."

Aku yang sedari tadi menunduk hanya bisa semakin menunduk mendengar ceramah dari dua orang wanita yang amat berharga di hidupku. Maksud hati ingin membantu sahabat, malah aku yang terkena imbasnya.

Kulirik laki-laki yang saat ini duduk santai di sampingku. Sedari tadi, dia hanya bisa diam dan mengangguk untuk apapun yang diucapkan oleh bunda ataupun ibunya. Bahkan, sepertinya dia tidak mau membuang waktu hanya untuk menyanggah atau ikut menjelaskan kepada ke dua ibu kami.

"Bila, mau 'kan Sayang? Bian aja dari tadi diam, berarti mau 'kan?" Tanya mami untuk kesekian kalinya.

Aku menghela napas frustasi. Sepertinya, apapun yang akan aku ucapkan hanya akan menjadi angin lalu dan hilang dalam udara. Kalau bunda dan mami sudah bersatu seperti ini, maka di jamin pada akhirnya anggukan lah yang akan mereka dapat. Mungkin, itu juga yang dipikirkan oleh Bian sehingga dia hanya diam dan sesekali manggut-manggut seperti orang mengantuk.

"Nah, diam itu berarti tandanya setuju." Putus bunda yang seketika membuatku langsung membulatkan mata.

"Enggak!" Seruku seketika.

Aku melihat wajah bunda dan mami yang sedari tadi cerah mendadak pias mendengar seruanku yang cukup melengking itu. Rasanya tidak tega. Tetapi, aku juga tidak bisa memaksakan diri untuk menyetujui sesuatu yang aku tidak mau. Apalagi saat mami mengeluarkan jurus jitunya yang membuatku serba salah. Semakin kusut lah pikiranku ini.

"Apa karena Bian seorang duda?" Pertanyaan dengan nada getir itu langsung ditegur oleh Bian. Sedangkan aku buru-buru menggelengkan kepalaku.

"Bukan begitu, mi. Mami tau 'kan kalau Bila bukan orang yang melihat seseorang dari status seperti itu." Jelasku.

"Ini semua murni karena Bila nggak bisa sama Bian. Kami itu teman yang udah empat belas tahun bareng, mi. Bila nggak pernah berpikir untuk merubah status sahabat ini menjadi pacar, apalagi suami. Jadi, ini nggak mungkin." Aku melanjutkan penjelasan ku dengan panjang lebar.

"Lalu, kenapa kamu kasih ide mami untuk memilihkan Bian seorang pendamping?"

Dan lagi, kesalahan itu datang dariku. Andai mulut ini diam dan tidak berisik untuk mengeluarkan pendapat tanpa terlebih dulu berpikir, mungkin jalannya akan berbeda. Tetapi, apalah arti penyesalan itu. Bunda dan mami sudah terlanjur tau jurus jitu untuk merubah persahabatan mereka menjadi besanan. Harapan yang memang dari dulu mereka harapkan. Namun pupus saat Bian lebih memilih menikah dengan kakak tingkat di perkuliahan nya dan aku malah menyetujui hal itu, lengkap dengan aksi mengurus penuh pernikahan mereka dari lamaran hingga resepsi.

"Bil..."

"Iya bunda,"

"Gimana?"

Aku memicingkan mata ke arah Bian yang masih setia dengan wajah santainya sehingga membuatku sangat ingin menjitaknya.

"Terserah."

Akhirnya aku mengeluarkan satu kata andalan perempuan yang terlihat ambigu, namun diartikan setuju oleh bunda dan mami.

❤️🧡💛

Cerita ini genrenya chiklit dan ranahnya dewasa, ya. Maksud kata 'dewasa' di sini adalah karena cerita ini nantinya akan sampai di kisah dalam pernikahan. Tenang aja, cerita ini no adegan begitu-begitu kok heheh

See u di bab berikutnya

Kisah Kita SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang