***
"Udah dibilangin jangan diikat rambutnya. Aku nggak suka!"
Aku hanya diam tidak merespon perkataan Bian yang sedari tadi menyuruhku untuk menggerai rambut yang sudah susah payah aku ikat.
Sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu tidak suka melihat aku mengikat rambut. Padahal, menurutku, bentuk wajah yang aku miliki ini lebih cocok dengan rambut terikat dari pada digerai. Apalagi di hari yang cerah ini, sudah pasti rambutku cepat lepek karena bercampur dengan keringat jika ku gerai begitu saja.
"Abila..." Rengek Bian untuk kesekian kalinya.
Terkadang aku heran dengan tiang berjalan ini. Wajahnya sangat tidak cocok dengan kelakuan yang dia miliki. Anehnya lagi, kelakuan ajaibnya itu hanya ditujukan padaku saja. Sedangkan jika sedang bersama pacarnya baik yang dulu atau yang sekarang, dia akan stay cool mempertahankan wajah mempesonanya. Aku juga bisa memastikan jika dia tidak akan berani merengek seperti ini lagi saat kami sampai di gerbang sekolah nanti.
"Abila, aku tarik nih!" Ancamnya dengan tangan yang sudah bersiap menarik ikat rambutku.
Aku berusaha menepis tangannya yang dengan jahilnya ingin meraih ikatan rambutku.
"Apaan sih, Bi. Susah tau ngikat rambut serapi ini. Nggak usah aneh-aneh, ya. Kalau nggak suka, nggak usah liat. Lagian kamu aneh. Si Tasya juga hobi tuh ngikat rambutnya, kamu malah nggak protes. Kenapa sama aku kamu ribet begini?" Cecarku dengan kesal.
"Beda, Tasya nggak bakal dilirik pas rambutnya diikat. Kalo kamu pasti nanti diganggu cowok-cowok sok kece tapi kantong kering di sekolah."
"Bukannya ada kamu yang bakal bantuin aku kayak biasanya."
Bian terlihat kesal terhadapku. Saat sampai di depan sekolah, kami turun dari mobil Bian yang dibawa oleh supir keluarganya. Dia sama sekali tidak menoleh lagi ke arahku dan berlalu begitu saja. Sementara aku tidak pernah mau ambil pusing dengan adegan ngambek si tiang berjalan. Karena aku yakin, tidak lama kemudian dia akan baik dengan sendirinya.
***
Dugaanku ternyata meleset. Sudah empat jam berjalan dari aksi ngambeknya, Bian masih tidak mau berbicara denganku. Dia bahkan memilih untuk pindah tempat duduk yang semula di depanku menjadi ke kursi kosong yang berada di ujung kelas.
"Bil, Abian kenapa tuh? Kalian berantem?" tanya Karin, temanku selain Bian.
"Biasa, ngambek karena hal sepele. Masa rambut aku disuruh gerai? Nggak liat apa hari ini panasnya pake banget." Jelasku sambil memasukkan buku paket ke dalam tas bersiap menunggu bel istirahat berbunyi.
"Aneh! Dia itu lebih care sama kamu ketimbang pacarnya. Kalian juga lebih banyak ngehabisin waktu berdua. Kalo si Tasya ngambek dia biasa aja. Tapi coba kalo kamu yang ngambek, seribu cara juga dia jabanin buat bikin kamu nggak ngambek lagi. Semua aspek orang pacaran ada di kalian, loh. Yakin kalian cuma sahabatan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Kita Selamanya
General Fiction"Gimana kalau kamu aja, Bil... setidaknya kalian sudah saling mengerti satu sama lain. Jadi, bunda dan mami bisa tenang kalau kalian bersama." Aku yang sedari tadi menunduk hanya bisa semakin menunduk mendengar ceramah dari dua orang wanita yang ama...