Semilir angin meniup rambut (h/c)ku yang (h/l). Aku melihat ke samping, gedung-gedung tua peninggalan jaman penjajahan berdiri kokoh di tepi jalan... Bermacam jajanan khas Indonesia tersedia dimana-mana... Angkot yang padat membuat polusi udara... Ok, Ok. Langsung ke cerita.
Aku dan Leonhardt turun dari kereta di Stasiun Kota. Leonhardt adalah teman setim basketku saat SMP. Ia sedikit, pendiam. Hari ini aku mengajaknya ke Kota Tua untuk jalan-jalan akhir minggu.
Kami berjalan di jalanan padat menuju Museum Fatahillah. Banyak orang berjualan di pinggir jalan bahkan sampai 1/3 dari jalan. Seriously, pemandangan begini cuma ada di Indonesia. You won't regret seeing this. Yeah, Leonhardt melihat sekitar dengan pandangan aneh, plus jijik.
Kami akhirnya sampai di Lapangan Fatahillah. Lapangan itu begitu luas dan angin juga sangat kencang disana. Saat berjalan dan menikmati keadaan aku menabrak seseorang. Technically, dia yang menabrakku dan membuatku terjatuh.
"Maaf! Kau tak apa?" Tanyanya.
"Akh. Ya, aku tak apa." Jawabku sambil berdiri dan mengangkat kepalaku.
"KUDA?!" Aku berteriak kaget.
"SLEBOR?!" Dia ikutan teriak.
"Lo ngapain disini?!" Tanyaku
"Hee.. Lo yang ngapain!" Jawabnya sambil menunjuk-nunjuk aku.
"W lagi jalan-jalan. Btw nunjuk orang itu gak sopan buat orang indonesia." Aku membuat ekspresi yang sempurna.
Ditengah pembicaraan yang penuh gas itu, tiba-tiba ada suara dua orang yang ku kenal mendekat.
"Oi! (Name)!" Itu adalah si bintik Bodt.
"Morning, (name)!" Kalau itu si manis Arlert.
"Oh, hai Bodt, Arlert!" Muka Chitoge mode gorillaku langsung berubah jadi mukanya Onodera baik hati.
"Wah.. Itu siapa?" Tanya Arlert sambil menunjuk Leonhardt.
"Itu..." Omonganku terpotong oleh Leonhardt.
"Aku Annie, Annie Leonhardt." Jawab Annie datar.
"Hai Annie.." Jawab Arlert, sedikit memerah.
"Bagaimana kalau kita langsung ke museumnya saja?" Tanya Bodt melerai akward moment itu.
"Ok!" Jawabku.
"Haruskah bersama mereka?" Tanya Krischtein pada Bodt, sweatdrop.
"Ya... Kenapa tidak?" Jawab Arlert.
"Ugh.." Krischtein menoleh ke samping, menyembunyikan semburat merah pada wajahnya.
Kawaii nee...
\('-')/
Kami memasuki museum Fatahillah. Yah.. Sebenarnya aku sudah kesini beberapa kali... Tapi, mereka belum.
"Aku akan melihat penjara bawah tanah" Leonhardt berkata datar.
"Kami akan melihat lagi dibawah..." Bodt berjalan menjauhi kami diikuti Arlert.
"Just you and me, I guess?" Aku berkata sembari melihat Kirschtein.
"Hooh..." Ia menoleh lagi kesamping.
"Ehehe..."
Bruk.
"H..hei! Hati-hati!" Jean menahan badanku yang hampir jatuh.
"Uh oh. Maaf." Aku menjauh dari Kirschtein.
Mukaku merah. Absolutely, red.
\('-')/
Kami melihat-lihat koleksi-koleksi lantai 2 dan aku menjelaskannya pada Kirschtein.
Kami berlima juga pergi ke Museum Wayang dan Seni Rupa."AAAAA!!!" Itu adalah teriakan Arlert.
"Arlert? Kenapa?" Tanyaku sambil berbalik ke belakang.
"Seram..." Ia menunjuk sebuah boneka di lemari kaca.
"Itu boneka Russia kurasa?" Bodt melihat penjelasannya.
"Jangan dekat-dekat Marco... Nanti dihantui loh~" Kirschtein berdiri di belakang Bodt dan memasang tampang menakutkan.
"Boneka russia ya..." Aku berkata sembari melirik Annie dengan tatapan jahil.
"Jangan berani-berani." Ia menatapku dingin
"Mirip." Kataku pelan.
"Mati kau nanti latihan." Ia berjalan pergi.
\('-')/
Setelah semua museum tutup, kami pergi ke kafe bernama 'Cafe Batavia'. Kafe ini memiliki banyak desain unik. Aku selalu suka suasananya.
Seorang pelayan perempuan berambut hitam mendekati kami.
"Apa yang akan kalian pesan? Jangan terlalu lama. Banyak pelanggan menunggu." Ia berkata datar."Mikasa?!"
"Oh.. Kirschtein."
"You guys KNOW EACH OTHER?!" Aku menyeletuk adegan drama itu.
"Pasti lah... Jean kan suka sama Mikasa.. Ehehe..." Armin berkata mengundang amarah dari sang kuda.
"KAU TAK PERLU MEMBAWA-BAWA HAL ITU!" Kirschtein berteriak pada Arlert.
"Heh.. Tenang-tenang... Kita disini untuk makan... Bukan untuk meneriaki satu sama lain..." Bodt berusaha menenangkan.
"Kami akan ambil menu recomended nya saja..." Kataku sambil membuat senyuman terpaksa.
Kami pun makan makanan yang telah kami pesan. Saking kelaparannya, kami menghabiskannya dengan cepat.
"Jadi, Kirschtein, Itu tadi siapa?" Aku bertanya tanpa beban.
"Teman. Hanya teman saja." Jawabnya malu.
"Itu adalah Mikasa Ackerman. Ia adalah teman kami dari SD. Saat kelas 2 SMP Ia pindah dan Jean sangat sedih soal hal itu." Bodt menjelaskan.
"Eh! Enggak kok! Ngapain sedih!" Jean menyeletuk dengan muka tomat.
"Ia selalu mencoba menembak Mikasa... Dan selalu ditolak." Arlert melanjutkan.
"Sedih uga lo kuda!" Aku tertawa keras.
"Sudah malam ya.. Yasudah Aku duluan!" Aku melambai pada ketiga bocah itu.
"Pergilah kau." Kirschtein berkata padaku.
"Bye kuda! Jan rindu!"
\('-')/
Kami naik ke kereta. Aku merasa... Senang? Aku mulai merasa... Aku menyukainya. Aku menyukai Kirschtein. Tapi... Apakah ia masih menyukai gadis pelayan itu?
Komen. Makasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Get Enough [Jean x reader]
FanfictionSelamat datang di suatu cerita :v Warning : bad words I don't own the chara. I don't own the pict.