Burn.

126 17 11
                                    

Jean's POV :

"Haahh..." Aku menghela nafas panjang.

Ini adalah minggu ke-4 kami di kelas 12 SMA. Saatnya melihat hasil tes harian kemarin. Sebenarnya aku tak terlalu peduli sih... Tapi, aku merasa peduli karena dia, (name). Seminggu lalu kami membuat sebuah 'kompetisi' nilai lebih tinggi. Betapa gadis itu mempengaruhiku.

Ia begitu misterius, tapi ceria dalam waktu yang sama. Senyumnya seakan dapat mengusir awan hujan. Kata-kata yang ia gunakan juga selalu indah. Ia lugu dan polos. Pandangannya yang dalam dan membangkitkan rasa penasaran yang menusuk dada...

"Oi!" Sebuah suara mengagetkanku dari belakang.

"HEEEE!!!" Aku berteriak kaget.

"Udah! Udah! Jan teriak! Lo cempreng banget sumpah." Itu adalah gadis yang barusan aku pikirkan, (name).

"Btw, udah ada nilai Geografi tuh di depan kelas. Lihat kuy!" Ia tersenyum semangat.

"Eh, yaudah." Aku berjalan bersamanya menuju kelas.

Aku mendapat nilai 85... Heh...

"Yosh!" Ia berkata diikuti senyum yang, kawaii bet sumpah.

"Napa lo?" Aku berkata sambil menengok padanya dan menahan semburat merah pada wajahku.

Ia menunjuk namanya yang ada ke-7 di peringkat tes harian Geografi. "Nee... Gw pinter kan?" Dia smirk gaje gitu.

"Iya, iya. Lo menang deh. W traktir ntar pulang sekolah." Aku menunjukkan senyum jengkel sambil sweatdrop.

"Yosh! Double win!" Ia mengeluarkan pose yes sambil melihat keatas.

Aku yang tak dapat menahan diri mengelus kepalanya.

"(name) you're cute..."

Tf is coming from my mouth? I have a bad feeling...

Poff.

Wajahnya menjadi semerah tomat matang.

(Hening)

"What the hell do you think you're doing! You freaking horse! " Ia berteriak sambil mengambil ancang-ancang menendang kepalaku.

"(Name)! Stop!" Aku berteriak panik.

"Shi ne!!!" Ia berteriak lagi.

Duak!

Tendangan 180°-nya sukses mengenai bagian bawah daguku dan membuatku terpelanting.

\('-')/

"Hari ini kita akan membahas masalah ekskul." Itu adalah Tetsu, kapten basket kami.

"Kau tak perlu memimpin evaluasi ini, Tetsu. Biar aku saja." Itu adalah Irina, Kakak kelas kami di basket. Yah, dia bukan anak yang baik sih...

"Masalah pertama. Kau, (name). Mengapa kau selalu membuat masalah? Kau tahu?Anne sampai menangis karena senggolanmu dan kau tak meminta maaf!" Omelan pedas dari Irina Stranovsky pun keluar.  Entahlah, Ia dan gengnya selalu menyudutkan (name) hampir setiap waktu.

"Ah, iya, maafkan aku. Tapi, itu gak menyalahi aturan kan? Bahkan itu adalah defensive foul dari Anne karena iya menghalangiku secara kasar saat ingin memasukkan bo-." (name) berkata pelan.

"Sepertinya kau tak tau bagaimana semuanya bekerja disini." Seorang lelaki yang juga kakak kelasku memotong pembicaraan (name)


Kata-kata itu membuat kepalaku pusing. Padahal (name)lah yang terkena. Ia hanya menunduk pelan.

"DIAM! KALIAN JUGA TAU BAHWA ANNE ANAK YANG CENGENG! LAGIPULA (NAME) LEBIH TAU ATURAN DIBANDING KALIAN!"

Tiba-tiba aku berdiri dan berteriak seperti itu.
(Kali ini teriakan gak terlalu cempreng)

Semuanya terdiam. Aku melangkah keluar dari lapangan dan membanting pintunya


They burn her
And she just sit tight,
Shut her mouth,
Listening to all the bullshits.

Sepulang sekolah, aku dan (name) pergi ke kafe dekat sekolah sebagai pelunasan janjiku. Tak seperti perkiraanku, (name) tampak murung.

"Lo napa?" Aku bertanya.

"A..ah.. Gapapa." Jawabnya singkat.

"Bilang ae sih."

"Menurut lo gw aneh gak sih?" Tanyanya lalu meminum black tea nya.

"Ah. Nggak kok. Cuma nggak sekeren gw aja.." Muncullah sebuah muka kepedean.

"Tch, gw lebih keren kok dari lo." Ia mengangkat kepalanya lalu smirk padaku.

"Lagian napa coba lo mikir kalo lo aneh?"

"Yah, Irina dll bilang gw aneh. Tadinya gw doesn't give a shit about it. Tapi entah kenapa, lama-lama gw mulai gak percaya diri lagi."

"Jangan percayalah! Lo kan keren biarpun gw lebih keren. Lo bisa bikin puisi, buku, lukisan trus lo bisa martial arts. Emang Irina punya talent sebanyak itu?"

"Ta..tapi... Dia cantik."

Kata-kata itu menusuk dadaku. Ia jelas lebih, ehem, cantik dari gadis itu.

"Ka..kau juga c.. Maksudku kau lebih keren darinya!"

All of the sudden, aku  semburat merah. Dia ikut-ikutan.

"Akh, i...iya. G..gotcha there." Ia menjawab  terbata-bata.

"Btw, gotta go, My bro's waiting" Ia melihat ponselnya dan berjalan menuju pintu.

"Oui! Take care!" Aku melambai.


But I know,
Fire wont hurt her.

Heya manusia-manusia! Sebenarnya ide chapter ini gw dapet pas mengingat masa lalu. Pengalaman personal sih. Eheheh...
Happy reading humans!
-Kacamatanya Rei Ryugazaki


Never Get Enough [Jean x reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang