09.

549 70 11
                                    

"Maaf," ujar Yuto pelan sambil merengkuh tubuh Hui yang bergetar.

Bahkan semua kata-katanya tertelan kembali begitu mendengar ucapan Hui. Ia hanya diam saat Hui meremat pakaiannya. Apalagi saat merasakan pakaian bagian depannya basah karena air mata.

Lelaki kecil dipelukannya itu bahkan sudah tidak dapat menahan segala kekecewaannya. Bagaimana tidak? Pernikahannya sudah hampir di depan mata dan calon suaminya selingkuh. Sungguh Hui bahkan sudah tidak bisa berpikir lebih jauh lagi.

Ia lelah dan ingin menyerah. Namun, Yuto tampaknya tidak ingin melepaskannya untuk menyerah. Emosi Hui sungguh tidak dapat dikendalikan lagi. Isakannya semakin keras dan kedua sahabatnya hanya bisa menatapnya dari kejauhan.

"Aku lelah," ucap Hui lemah setelah cukup lama menangis.

Yuto berdeham pelan dan menariknya perlahan menuju meja makan. Ia menyuruh Hui untuk duduk dan ia dengan cekatan menyiapkan makanan untuknya.

"Aku tahu Kakak belum makan sama sekali dari siang. Karena ini sudah hampir sore, lebih baik Kakak makan ini dulu untuk pengganjal perut,"

Yuto menyodorkan sepiring kue mochi isi kesukaan lelaki dengan surai ash blue itu. Hui terkekeh pelan lalu meraih sebuah kue kenyal itu dan memakannya. Yuto menyiapkan segelas air lemon madu untuknya dan Hui merasa hatinya menghangat, tapi buru-buru ia menepis bayangan itu dan kembali fokus dengan kegiatan makannya.

🏵🏵🏵

"Kakak yakin tidak mau menginap di rumahku? Atau di rumah Kino?" Tanya Shinwon saat mereka berhenti di depan unit apartemen milik Hui dan Hongseok.

"Tidak. Sudah sana pulang," usir Hui.

"Kak, kalau si brengsek itu macam-macam telpon saja si Jepang itu. Aku yakin dia tidak akan berkutik jika adu bogem dengan Yuto," kata Kino sarkastik.

Hui terkekeh lalu mengangguk mengiyakan. Setelah yakin dengan keadaan Hui, Shinwon melajukan mobilnya perlahan dan Kino melambaikan tangannya pada Hui yang juga melambaikan tangan padanya dan Shinwon.

Setelah manik matanya tidak lagi melihat badan mobil milik Shinwon, ia melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam unit apartemen. Tapi sebelum itu ia melihat calon suaminya berjalan beriringan dengan tangan merangkul mesra sosok selain dirinya hendak memasuki lift.

Hui memicingkan matanya, berusaha mengamati sosok yang sedang dirangkul oleh calon suaminya itu. Lagi-lagi matanya memanas dan secepat mungkin ia berlari menjauh dari apartemen.

Jelas sekali jika sosok di samping calon suaminya adalah sosok yang sama dengan sosok yang ada di foto yang didapatkannya. Air matanya mengalir dengan deras, ia juga tidak memperdulikan lagi jika pundaknya sakit karena menabraki pejalan kaki yang lainnya. Yang ia butuhkan hanyalah ketenangan.

🏵🏵🏵

Yuto menyodorkan secup kopi pada Hui yang masih saja melamun. Lelaki itu menerima cup itu dengan pandangan kosong menatap ke depan, sedangkan Yuto memilih untuk duduk di samping lelaki kecil mungil itu.

Ini sudah hampir 4 jam Hui menangis, diam, lalu menangis lagi dan diam kembali. Ia sudah menawarkan makan malam tapi hanya gelengan yang didapatkannya, kecuali untuk kopi. Hui mengangguk pelan saat ia menawarkan kopi.

Suara jarum jam yang berdetik mengisi suasana hening di antara keduanya karena keduanya hanya diam tanpa ada yang berniat membuka pembicaraan. Hui meletakkan cup kopinya di atas meja dan menarik lengan Yuto dengan kuat.

Yuto hampir saja menumpahkan kopi dari cup yang ada ditangannya. Untung saja refleksnya bagus hingga ia bisa menyeimbangkan dirinya karena tarikan Hui. Namun ketika ia hendak bertanya, matanya membulat sempurna mendengar kata-kata Hui.

"Ayo lakukan dosa jika dia juga melakukan dosa dengan orang lain. Ayo buat dosa denganku, Adachi Yuto," ucap Hui.

🏵🏵🏵

TBC

Hayuloh, apaan nie 👀

Lanjut besok ya? Hehehe

Violet - Hui × YutoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang