rumah woojin dan pengungkapan

340 41 9
                                    

Jieun sedang berdiri sendiri disudut parkiran sambil merunduk memainkan ponselnya. Ia sedang menunggu Woojin, yang belum datang. Bukan tanpa alasan Jieun menunggu Woojin, karena tadi pagi Woojin memang mengajaknya untuk pulang bersama.

Tak lama ia berdiri, sebuah tangan melingkar pada bahunya. Jantungnya memekik kaget, siapa lagi kalau bukan Woojin.

Berada didekat Woojin seperti ini, membuat jantung Jieun semakin berdebar, meronta ingin menyudahi namun disisi lain ia tetep ingin sedekat ini bersama Woojin.

Rasa itu belum hilang. Jangankan hilang, pudar sedikitpun saja, tidak.
Rasa itu semakin mencuat, meminta balasan. Walaupun otaknya tau, ia tidak boleh egois hanya karena butuh balasan dari rasanya ini.

Woojin melepaskan rangkulan dari bahu Jieun, karena ponselnya yang berdering. Segera ia cek, dan mengisyaratkan pada Jieun untuk tetap tunggu, karena kini Woojin berjalan menjauhi Jieun. Hendak untuk mengangkat telfon.

Setelah mengangkat telfon tadi, Woojin mulai berjalan kearah Jieun lagi, "Kerumah gue dulu, gak papa kan?"

"Iya gak papa," balas Jieun.

Lalu mereka berdua berjalan menuju motor milik Woojin. Setelah itu, Woojin menyalakan motornya dan pergi dari area sekolah.

Otak Jieun mulai bertanya-tanya, untuk apa ia diajak kerumah Woojin? Kenapa tidak antarkan Jieun dulu? Bagaimana jika nanti Jieun bertemu orang tua Woojin? Bagaimana jika nanti orang tua Woojin bertanya-tanya siapa perempuan yang dibawa Woojin kerumahnya itu?

Dan, kenapa juga Jieun harus berpikir yang berlebihan seperti itu? Hm.

Disaat ia berkelut dengan pikirannya sendiri, motor yang dibawa Woojin pun berhenti. Menampakkan rumah mewah dengan kesan klasik namun tetap terlihat elegan.

"Turun dulu," kata Woojin.

Jieun pun menuruti perkataan Woojin itu, lalu disusul Woojin menuruni motornya juga. Setelah itu, Woojin mulai membuka pagar lalu menaiki motornya lagi untuk memarkirkan motornya.

"Masuk Ji, ngapain diluar? Kaya orang minta-minta aja,"

"Eh iya ya," jawab Jieun kikuk sambil tertawa renyah.

Jieun pun mengekori Woojin yang memasuki rumahnya, namun Jieun berhenti tepat diambang pintu yang megah itu. Karena, tiba-tiba saja lelaki paruh baya menampar Woojin. Nampaknya, lelaki itu tidak tahu jika ada Jieun disana. Membuat Jieun memekik kecil mendengar suara tamparan itu,

"Apa-apaan sih?"

"Sudah ayah bilang kan? Jangan pernah ikuti ekskul itu lagi! Ayah ingin kamu menjadi penerus perusahaan bukan menari-nari tak jelas,"

"Gak jelas menurut Ayah? Padahal itu yang membuat aku sampai saat ini masih bertahan. Ayah gak pernah tau kan kalo aku ini selalu ada diposisi yang sulit? Dari kecil Ayah selalu mikirin kerjaannya, aku hanya minta kasih sayang. Sesusah itu untuk membagi kasih sayang Ayah sama aku? Aku hanya butuh Ayah, karena aku tau Ibu sudah tidak ada. Tapi sepertinya, Ayah gak pernah membutuhkan anaknya ini kan?" jelas Woojin sembari tersenyum kecut, membuang muka.

"Dia siapa?"

Jieun tertegun saat Ayah Woojin melihat kearahnya.

Woojin menoleh lalu dengan cepat melengos, dan mulai menaiki tangga dirumahnya.

"Siapa ya?" kata Ayah Woojin pada Jieun.

"Ng- saya temen Woojin om," jawab Jieun gugup.

"Bisa duduk sebentar?"

Jieun pun mengangguk lalu mengikuti Ayah Woojin yang telah duduk diruang tamu.

"Boleh saya minta tolong?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 19, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Heal Me | Park WoojinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang