Difa menatap langit-langit ruangan kerjanya sambil terduduk lemas di sofa. Menatap dengan fokus ukiran yang terdapat di plafon ruangannya. Ukiran yang sangat detail yang dibuat sedemikian indahnya oleh sang ahli. Tetapi, walaupun matanya menatap ke arah tersebut, pikirannya justru sedang bergelut dengan beragam tanya yang memenuhi kepalanya. Bahkan potongan demi potongan mimpi yang mengerikan itu tengah terbayang dalam benaknya. Berputar seperti sebuah film yang ditayangkan di bioskop.
"Honey."
Difa tersentak dari lamunannya ketika wanita yang di sampingnya menyentuh dahinya dengan lembut.
"Ya?"
"Are you okay?" tanya wanita itu dengan penuh kekhawatiran.
Difa tersenyum seraya menyentuh kepala wanita tersebut.
"I'm okay, my lady. Don't worry about me."Wanita itu menatap wajah tampan kekasihnya sesaat lalu mengangguk pelan. Dalam hatinya, ia tahu jika Difa sebenarnya dalam kondisi yang kacau setelah kejadian tadi. Tapi, karena Difa adalah seorang pria yang pandai menutupi keadaannya sendiri, maka dia memilih untuk tidak bertanya lagi walaupun banyak sekali pertanyaan yang ingin dia ajukan pada Difa.
"Honey."
"Ya?"
Wanita itu tersenyum. "By the way, sekarang sudah masuk jam makan siang. Bagaimana kalau kita makan di luar?"
"Benarkah?" tanya Difa sedikit terkejut. Lalu, ia melirik jam tangannya yang ternyata telah menunjukkan pukul 12.20.
"Baiklah, kita makan di luar."Wanita itu tersenyum. Lalu ia segera beranjak dari sofa dan menarik Difa untuk segera pergi ke luar.
*****
"Kau yakin jika dia ada di sana?"
Seorang pria setengah baya mengangguk sambil menyerahkan sebuah map.
"Ini Nyonya, semua bukti-buktinya ada di dokumen ini. Silahkan dibaca."
Seorang wanita muda berambut blonde itu mengambil map yang berisi dokumen dari si pria tersebut. Lalu, ia buka dan membacanya dengan seksama. Setiap kata yang tertulis di dalamnya ia cermati secara baik-baik agar tidak terjadi kesalahan.
"Semua bukti ini benar-benar asli?" tanya wanita itu setelah selesai membaca isi dokumen tersebut.
Si pria itu mengangguk. "Ya Nyonya, dokumen itu asli dari hasil pengumpulan saya dan tim pengawal selama beberapa bulan ini."
Wanita yang disebut 'Nyonya' itu menghela nafas panjang. Hati dan pikirannya merasa lega setelah apa yang dia inginkan selama bertahun-tahun akhirnya membuahkan hasil. Walau banyak sekali halangan dan rintangan yang harus ia hadapi dalam usahanya, namun saat ini ia bisa bernafas lega.
"Baiklah, kalau begitu besok pagi kau kumpulkan semua tim. Kita segera susun rencana 'pertemuan' dengannya!" perintah wanita itu pada si pria setengah baya dengan tegas. Pria itu pun mengangguk menuruti perintahnya dan langsung pamit keluar dari ruangan tersebut.
Wanita itu tersenyum sambil menatap bingkai foto yang berdiri di atas meja. Dihampirinya foto tersebut, lalu ia ambil dan melihat wajah seorang wanita yang tampak mirip seperti dirinya.
"Akhirnya aku bisa bertemu denganmu lagi, Ravena Giasty."
*****
-PRAREZA DIFADRA (DIFA)-
"Kau harus mati, Prareza Difadra! Kau harus mati!"
"Akh!" Tiba-tiba saja kepalaku terasa sakit sekali ketika aku kembali teringat dengan mimpi itu. Mimpi yang sangat mengerikan dan terasa amat nyata.
"Honey, kamu kenapa?" sahut seorang wanita cantik di hadapanku. Ia menghentikan makannya dan segera mendekatiku.
"Kamu sakit? Kita ke dokter ya!"
Aku menggeleng. "Nggak usah sayang, aku cuma pusing sedikit. Sebentar lagi juga akan sembuh, kok."
"Tapi barusan kamu keliatan sangat kesakitan, Difa. Ayo kita ke dokter saja, biar bisa diobati. Mau ya?"
Aku menggeleng lagi. "Tidak, Raven. Aku baik-baik saja. Nanti selesai makan, aku akan langsung istirahat di ruanganku."
"Kau yakin tidak mau ke dokter?" tanya Raven yang terlihat sangat khawatir.
Aku mengangguk pelan, mengiyakan pertanyaannya."Baiklah kalau begitu," ujar Raven sambil menghela nafas. "Tapi kalau kamu merasa sakit lagi, aku akan bawa kamu ke dokter dengan paksa, okay?"
"Iya sayang," jawabku sambil tersenyum. Lalu, Raven kembali ke tempat duduknya dan melanjutkan makan yang tadi sempat ditunda. Kulihat raut wajahnya tampak sendu walaupun kecantikan yang terpancar masih mendominasi.
Aku tahu dia ingin membantuku, namun aku tidak ingin semakin menyusahkannya dengan keadaanku yang kacau karena teror mimpi itu.Perlahan, dalam hatiku terselip perasaan yang tidak menentu ketika aku teringat kembali potongan adegan di mimpi mengerikan itu. Sambil aku menyuapkan potongan ham panggang yang dibalur dengan saus mustard, aku berusaha mencari cara untuk menguak semuanya. Semua kejadian dalam mimpi yang terkesan ganjil namun menyeramkan. Dan aku harus segera memulai pencarian bukti-bukti mengenai mimpiku itu. Yakni ... wanita itu.
*****
Akhirnya update juga chapter ini setelah sekian lama gak nongol-nongol 😁
Hope you like it and happy reading guys 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Deja Vu Di Masa Fajar
FantasyPrareza Difadra tidak pernah menyangka jika teror dalam mimpinya itu akan terjadi di kehidupan nyata. Tak hanya itu, hubungannya dengan sang adik, Prariza Devani, memburuk karena tidak menyetujui pertunangannya dengan Ravena Giasty, wanita yang tela...