* BAB 10 - Mencari Kehilangan *

4 0 0
                                    

'Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Mohon untuk mencoba sesaat lagi.'

Zariel melempar smartphone miliknya ke lantai hingga benda tersebut terpental. Ia merasa sangat geram usai mencoba menelepon Deva, namun lagi-lagi sang operator yang menjawab panggilan darinya.
Rasa khawatir bercampur amarah semakin meluap dalam dada pria berkacamata itu. Bagaimana tidak? Waktu sudah menunjuk angka dua belas lebih sedikit, namun gadis berambut ikal itu belum juga kembali ke kantor.
Ia baru menyadari hal tak biasa ini saat dirinya terbangun dari tidurnya tadi sore. Biasanya, pada jam-jam tersebut Deva pasti sudah kembali ke sini. Jika tidak kembali pun, gadis itu selalu menghubunginya, entah ia pulang ke rumah atau ke apartemennya yang berada tidak jauh dari kantor.

Namun kini, Zariel tak mendapat kabar apapun dari Deva. Ia sudah mengirim pesan dan menghubunginya ratusan kali, tapi tak ada satu pun balasan yang ia terima. Tentu saja hal itu membuatnya sangat kalut. Berbagai macam pikiran negatif mulai merasuki otaknya hingga dia tidak mampu berpikir jernih.

'Deva, dimana kau sekarang?!' keluh batin Zariel cemas.

Kriing!!

Tiba-tiba saja, telepon kantor berbunyi. Dengan sigap, Zariel mengangkat telepon tersebut, berharap jika yang menelepon itu adalah Deva.

"Halo? Deva?!" sahutnya penuh harap.

"Halo, Zariel, apa Deva ada di kantor?"
Hati Zariel seketika melemas begitu mendengar suara si penelepon tersebut.

"Oh, kau, Sam. Aku kira kau Deva. Ada apa?"

"Apa Deva sudah kembali ke sana?" tanya Samantha dari seberang telepon.

Zariel menghela napas sambil mengusap dahi. "Belum, Sam. Bahkan, aku sendiri pun tidak tahu dia ada dimana sekarang."

"Kau sudah coba hubungi dia belum?"

"Sudah ratusan kali mungkin aku telepon dia. Tapi, tidak ada satu pun balasan yang aku terima. Justru percobaan terakhirku tadi sebelum kau menelepon, malah berbuah mailbox."

Terdengar suara hembusan napas dari Samantha. Sama halnya dengan Zariel, wanita berkulit eksotik itu juga merasa kalut dengan keberadaan Deva yang kini entah dimana. Sebagai seorang sahabat sedari masa kuliah, baru kali ini dia dirundung kekhawatiran yang membuatnya sedikit frustrasi.

"Ya tuhan, apa yang harus kukatakan pada Pak Difa jika beliau siuman nanti, Riel?" desah Samantha.

Zariel tertegun heran. "Siuman? Maksudmu apa, Sam?"

"Pak Difa masuk rumah sakit, Riel. Beliau tidak sadarkan diri setelah Deva bertengkar dengan Raven," terang Samantha yang sontak membuat mata pria berkacamata itu membulat sempurna. Dirinya benar-benar tidak menyangka jika gadis itu berani bertindak nekat di depan umum.

"Lantas, bagaimana kondisi Pak Difa sekarang, Sam?" tanya Zariel.

"Kondisinya kini sudah stabil, Riel. Tapi, dokter minta agar Pak Difa diopname selama beberapa hari karena tubuhnya masih terbilang lemah, walaupun sudah tidak begitu mengkhawatirkan."

"Syukurlah," sahut Zariel lega.
"Apa Deva sudah datang menjenguk kakaknya?"

"Justru itu, Riel. Dia tidak datang dan aku sendiri pun tidak tahu dia ada dimana sekarang. Aku takut terjadi sesuatu pada Deva, Riel, karena dia pergi dalam keadaan sedang dikuasai emosi seperti itu."

Deja Vu Di Masa FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang