* BAB 3 - Keseharian dan Mengingat Kenangan *

28 8 0
                                    


Jalanan di pagi hari ini terasa cukup lenggang. Tidak seperti hari-hari kemarin yang padat merayap karena dipenuhi berbagai macam kendaraan bermotor. Membuat siapa pun merasa kesal ketika berada di situasi kemacetan, sedangkan mereka harus berpacu dengan waktu yang terus berjalan.
Tapi hari ini, mungkin hari keberuntungan bagi seorang Prareza Difadra. Pasalnya, Sang CEO dari perusahaan tempat ia bekerja yakni pamannya sendiri, sedang pergi keluar kota untuk mengurus beberapa pekerjaan penting. Jadi, ia bisa dengan tenang mengendarai mobil kesayangannya melewati jalanan yang senggang ini.

Drrtt! Drrtt!
Drrtt! Drrtt!

Getaran handphone miliknya membuat Difa segera menepikan mobilnya. Diambilnya dengan segera handphone yang terletak di kursi mobil sebelahnya.
Nama 'my honey' tertera dengan jelas beserta foto seorang wanita yg sedang tersenyum manis. Tanpa berpikir panjang, Difa segera menjawab panggilan tersebut.

"Halo?" sapa Difa pada si penelepon dengan senyuman yang terukir di wajah tampannya.

"Halo sayang! kamu lagi di mana sekarang?" tanya si penelepon dari seberang sana.

Difa menjawab, "Aku lagi di jalan mau ke kantor. Memangnya ada apa?"

"Mmmm ... tidak ada apa-apa sih, hanya ingin mampir ke kantormu saja."

Difa menaikkan sebelah alisnya.
"Mau apa kamu ke kantorku?"

Si penelepon terkekeh. "Ada deh!"

Ck! Dasar kau ini, selalu saja seperti itu, ujar Difa dalam hati. Dia memang sudah tahu karakter seseorang yang saat ini tengah tersenyum dari seberang telepon. Jadi, Difa sudah tidak heran lagi dengan sifat orang yang telah berstatus sebagai kekasihnya itu.

"Baiklah kalau begitu, aku tunggu kamu di kantor, my honey!" ujar Difa sambil kembali tersenyum, memperlihatkan deretan gigi putihnya yang tersusun rapi.

Si penelepon pun menutup percakapannya dengan Difa setelah memberikan ciuman singkat kepadanya. Sungguh menyenangkan memiliki seseorang yang selalu membuat hati ini berbunga-bunga setiap saat, ujarnya dalam hati. Kemudian, Difa segera menjalankan mobilnya kembali, melanjutkan perjalanannya yang tertunda menuju tempat tujuannya.




                         ******



Senyuman yang amat manis terukir dengan indah di wajahnya yang sempurna. Berkali-kali matanya menatap foto yang terpampang di layar handphone miliknya. Foto seorang pria dan wanita yang sama-sama tengah tersenyum ke arah kamera. Aura kebahagiaan pun tampak terpancar dengan jelas dari foto yang sudah cukup lama ia simpan dengan baik di memori handphonenya. Bahkan sampai dibuatkan folder khusus hanya untuk menyimpan satu foto itu saja. Baginya, foto itu amat sangat berharga seperti sebuah harta karun yang berisi ratusan batang emas mulia. Begitu berharganya hingga dia tidak mau melewatkan hari tanpa menatap foto itu walau hanya untuk beberapa menit saja. Ya, dia sudah terlanjur jatuh cinta. Jatuh cinta sedalam-dalamnya.

"Mau sampai kapan kau menatap foto itu?"

Dia terkejut mendengar suara yang tiba-tiba terdengar amat dekat dengan posisinya kini yang sedang duduk di depan halaman rumahnya. Ketika ia menoleh ke arah suara itu berasal, terlihat seseorang yang tengah berdiri tegap tepat di belakangnya sembari terkekeh. Wajahnya yang terukir bak mannequin hidup. Mata yang berwarna biru gelap yang dilengkapi bulu mata yang lentik, alis tebal, hidung mancung, bibir yang tampak penuh, dan rambut yang berwarna hitam. Sungguh luar biasa hasil karya dari Sang Pencipta. Tak hanya itu, badan tegap atletis yang terbalut kemeja warna abu-abu semakin menambah daya tariknya yang terlihat amat keren. Wanita mana yang tidak berdecak kagum melihat sosoknya ini. Sosok yang teramat sempurna melebihi para pangeran dari seluruh penjuru dunia.

"Kau belum bosan juga ya, lihat foto itu dari tadi?" ujarnya kembali sambil berjalan mendekat.

"Tentu saja tidak, Axelando Arthadyan." Dia beranjak dari duduknya, lalu berjalan perlahan menjauhi Axel yg masih berdiri dibelakangnya.
"Aku tidak akan pernah bosan memandang 'dia' walau hanya dari foto ini."

Axel mengernyitkan dahi. "Are you sure?"

"Yes!" jawabnya singkat. Bibirnya kembali mengukir senyuman. Senyuman yang terlihat seperti seringaian. Sambil menoleh, ia memperlihatkan handphone miliknya.

"Kau lihat saja nanti, apa yang akan aku lakukan agar aku bisa mendapatkan apa yg selama ini kuinginkan."

Axel terkekeh. Ia lalu berjalan mendekatinya lagi dan berdiri tepat di hadapannya.
"Memang apa yang akan kau lakukan nanti?"

Perlahan, dia mendekatkan tubuhnya yang indah ke tubuh tegap Axel. Dengan sedikit gaya menggoda, ia kembali tersenyum.
"Tunggu saja tanggal mainnya, maka kau akan lihat apa yang kulakukan saat itu!"






*******




Hope you like it and happy reading! 😇😇

Don't forget to give your vomment 😁😁

Deja Vu Di Masa FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang