"Hujannya deras, ya.."
Aku langsung menoleh ke sumber suara yang ternyata tengah berdiri di sebelahku.
"I-iya, Kak." Sahutku gugup.
"Ata menunggu bis?" Aku menggeleng pelan. Aku hanya tertunduk tak berani melihat wajahnya. Aku malu. Tunggu..
Ia tahu namaku?
"Kakak tau nama saya?" Entah darimana keberanian itu muncul. Mulut sialan. Tak tahu malu!
"Teman Ata yang perempuan yang kasih tahu. Waktu kakak mengembalikan pohon--"
"Maaf, Kak. Ata nggak sopan banget hari itu." Laki-laki di sebelahku ini hanya tertawa renyah. Seolah apa yang kulakukan tak masalah baginya.
"Tidak apa-apa. Kalau panggilan alam memang tidak bisa ditunda, kan?" Sekarang wajahku memerah sepertinya. Astaga, aku hanya buang air kecil, bukan panggilan alam. Terkutuklah Hana.
"Kenapa di sini kalau tidak menunggu bis?" Tanyanya lagi seakan tak ingin kehabisan topik.
"Hanya berteduh, Kak." Ia mengangguk dengan senyum yang--astaga aku melihat senyuman itu dengan jarak yang sangat dekat.
Perbincangan kami berhenti di situ. Namun, hujan tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.
Tbc
Jeon's
KAMU SEDANG MEMBACA
How If....? (Silence Is My Way Admire)
Short StoryAku adalah pemimpi yang selalu bersembunyi. Caraku mengagumi seseorang adalah diam. Menyakitkan, tapi aku menikmatinya.