"Silahkan, Kak. Walaupun ini bukan jadi rumah Ata, Ata bakal seneng banget kalau bisa direalisasikan." Entah kenapa aku senang sekali. Walaupun bukan rumahku, tapi ketika aku bisa menciptakan surga dan kenyamanan dari desainku, itu sebuah kebanggaan tersendiri.
"Kalau masalah biayanya gimana dek?" Aku menjelaskan masalah RAB hingga bayaran bagi jasa arsitek berdasarkan luas bangunan.
"Segitu aja kortingan untuk jasa arsiteknya?" Tanya Kak Ares.
"Itu udah harga kawan loh, Kak. Ata sih ada paket gratis, Kak." Aku mulai mengeluarkan kata-kata andalan yang biasa kugunakan saat klien minta kortingan.
"Kalau bangun rumahnya sekalian pake tangga. Jasa arsiteknya gratis, Kak." Ia tertawa mendengar paket sekali seumur hidupku. Sepertinya ia paham dengan guyonanku barusan.
"Aduuuh, bisa aja kamu ya. Belajar dari mana kamu?"
"Iseng doang, Kak. Nggak belajar dari mana-mana. Biar nggak krik-krik aja." Ternyata aku masih suka dengan caranya tertawa.
"Hmm. Segitu, ya hitung-hitungan untuk jasa arsiteknya. Kalau kakak sih sukanya yang ini, Ta. Adem aja liatnya." Seadem hati adek melihat kakak.
"Kalau kakak mau timbang-timbang dulu, nggak papa, Kak." Ujarku.
"Yasudah, masalah keputusannya, nanti kakak temuin Ata lagi. Kapan Ata bisa?"
"Besok Ata berangkat ke Australi, Kak. Ada kunjungan. Selasa depan Ata baru pulang."
"Ya sudah, Ata kabarin aja kalau udah bisa ditemui. Kakak cuti sampai dua minggu ke depan."
Bersikaplah profesional, Ata. Dia adalah klien-mu. Apapun yang terjadi, dengan siapapun perasaannya, tidak ada rasa sakit.
Tbc
Jeon's
KAMU SEDANG MEMBACA
How If....? (Silence Is My Way Admire)
KurzgeschichtenAku adalah pemimpi yang selalu bersembunyi. Caraku mengagumi seseorang adalah diam. Menyakitkan, tapi aku menikmatinya.