40

55 13 1
                                    

-Lamaran-

"Kakak mau yang satu paket. Ada rumah, ada istri juga, uang untuk jasa arsiteknya bisa buat tambahan sewa gedung." Tunggu. Otakku tak sampai.

"Kakak mau membangun rumah tangga?" Ia mengangguk.

"Sama adek." Sambungnya.

Hah? Sepertinya aku masih kelelahan. Mimpi apaan ini. Aku menampar pipiku sekali.

Sakit.

Ini bukan mimpi.

"Ya Allah, tapi itu cuma guyonan, Kak."

"Itu lampu hijau bagi kakak." Jantungku sudah tak karuan sekarang. Namun, ia tampak santai seolah ini hanya obrolan biasa.

"Terus, ini kakak--"

"Lagi ngelamar. Nunggu jawaban dari adek." Hening. Aku mencoba menatap netranya. Mencari keraguan dan kebohongan di sana. Namun, yang kutemukan hanya keyakinan yang mengikat dengan setiap diksi yang terlontar dari bibirnya.

Masih hening.

Ia tetap diam--mungkin menunggu.

"Kakak tanya ayah aja. Ata nggak tau mau jawab apa." Ya Allah, tolong Ata. Sekarang aku tidak berani menatap matanya. Dari ekor mataku, aku bisa menangkap ia tengah menunggu dan mungkin berharap.

"Ta--"

"Loh, di luar kamu, Ta?" Ayah memotong kalimat yang akan dilontarkan Kak Ares. Kedatangan ayah meembuatku seakan lebih tenang untuk menghadapi hal ini.

"Eeh.. Ada Ares. Ya Allah, Ta. Kok calon suamimu nggak disuruh masuk? Gimana sih?"

Loh??


Tbc

Squimin nulis ini baper. Anying lah..

Jeon's

How If....? (Silence Is My Way Admire)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang