Empat

29 12 1
                                    

Vira POV

              Aku kelelahan karena terus berjalan di jalan yang menanjak. Sepatuku jelas sekali terasa berat karena tanah yang basah akibat gerimis tadi membuat tanah lengket menempel di sepatuku yang aku ingat dengan jelas masih bersih sebelum aku mulai menapak di bukit. Perbekalanku telah habis separuh dari yang aku bawa. 

             Ini istirahat tim kami yang ke tujuh kalinya. Ini semua ulah gadis kacamata dengan rambut kepang dua dan poni lurus yang di potong sangat pas menutupi dahi. Gadis itu tinggi berisi hingga membuatku sangat malu jika bersebelahan dengannya. Tak begitu menyalahkan sih, berkat dia ransel ku yang tadinya penuh kini mulai berkurang dan otomatis jadi ringan.

              Aku duduk bersebelahanan dengan Arza. Bukit ini sangat pas sekali. Di kejauhan, terlihat gedung-gedung tinggi menjulang. Tinggi nya hanya sebatang korek api jika di lihat dari tempatku sekarang. Aku melihat Arza hanya duduk dan mengambil beberapa gambar. Aku tahu dia lelah. Tapi lelaki ini tak menyentuh makanan atau minuman apapun dari tasnya. Aku menawarkan minuman isotonik yang tinggal setengah, hanya sekedar basa-basi. Tapi, Arza mengambilnya dan mengucapkan terima kasih.

" Eh sori, tapi gua boleh nanya nggak ?" Ucap Arza yang terdengar ragu-ragu setelah ia minum.

" Tanya aja. Nggak pa-pa kok." Jawab ku dengan senyum yang sedikit di paksakan. Wait, dia meminum nya. Itu berarti kami sudah ... . Tidak, itu hanya berbagi minum, tapi tetap saja. Kami berciuman. Secara tidak langsung.

" Ka.. kamu ... Junkies? " Tanya Arza dengan sangat hati-hati.

" What ?" Aku benar-benar speechles. Lamunan di otak-ku seketika buyar.

" Soalnya tadi pas kita tabrakan, gua liat lo kek lagi sakau gitu." Tuturnya lirih.

" Wajarkan ? " Sambungku. Niat untuk mengganggunya timbul begitu saja ketika kulihat ekspresinya yang begitu menggemaskan.

" J.. ja... jadi... lo emang junkies ?" Tanya nya memastikan.

" Kan tadi udah di kasih tau." Ucapku dengan raut wajah meyakinkan.

Arza hanya diam. Dia tampak meratapi pemandangan yang tersaji begitu indah. Betapa hebatnya Tuhan yang telah menciptakan alam semesta yang begitu indah beserta isinya. Aku menunggu respon nya atas paparan-ku tadi. Akan tetapi, aku tak dapatkan respon apapun. Inikah namanya menunggu ?

" Ya nggak lah. Kamu udah gila ? Kalo aku junkies nggak mungkin lah aku di terima sekolah." Papar ku yang mulai jengah akan ketidak pastian yang sedang aku tunggu.

" Sebenernya aku tadi ngambil power bank. Hp aku habis batre."

           Mungkin akan terdengar sedikit konyol, namun inilah adanya. Aku berlari setelah melihat ponselku kehabisan daya. Aku mengidap beberapa phobia dan ini salah satunya. Nomophobia. Dan aku meninggalkan power bank di atas ranjangku. Kejadian tujuh tahun lalu yang membuatku seperti ini. Mengidap phobia-phobia yang tak lazim tentu sangat mengganggu. Ini bukan pertama kalinya orang berpikiran bahwa aku seorang junkies

             Jangan tanya bagaimana rasanya yang jelas aku begitu terganggu dengan semua mata yang hanya dapat berpendapat dengan logika mereka yang begitu pendek. Dasar orang-orang yang begitu sok tau. Orang - orang hanya ber-anggapan dan enggan bertanya, sehingga membentuk asumsi yang merugikan -setidaknya untuk diriku.

Arza tercenung dengan kepala tertunduk. Aku tak tahu kenapa ia begitu lesu sekarang. Tatapannya kosong. Tak kulihat cahaya yang indah disana.

" Maaf ra." Ucapnya pelan.

" Untuk ?" Tanya ku dengan keadaan bingung .

" Karena udah berpikir-an yang macem-macem sama elu." Ucapnya kali ini dengan begitu tulus.

Aku terkejut. Dia yang pertama. Meminta maaf atas prasangka negatifnya terhadapku.

" Makasih ya." Ucapku dengan senyuman.

" Untuk ?" Tanya Arza.

" Makasih udah minta maaf. Kamu yang pertama minta maaf atas asumsi kamu terhadap aku. Makasih sekali lagi." Aku hampir menitihkan air mata saat mengucapkan kalimat itu. Hatiku terasa serapuh kertas. Selama ini, aku hanya menangis sendiri ketika kerap kali di jadikan bahan asumsi. Tanpa seseorang untuk mengadu dan tak ada seorang pun yang meminta maaf. Tapi kali ini ada dia. Dia yang kuyakin akan membuatku kuat.

***

Bagian keempat. Mohon untuk saran dan kritik membangun. 

FEAR & PHOBIAWhere stories live. Discover now