Enam

29 10 1
                                    

Enam

Author POV

Suara guntur terdengar sangat gaduh. Mereka kini berada di pondok-an yang terletak di kaki bukit. Mereka tidak tersesat. Hanya saja, mereka menjadi yang terakhir sampai karena mereka sering berhenti di perjalanan. Belum lagi kaki Vira yang cedera menambah lamban tim yang lamban ini. Sungguh tim yang buruk. Bis telah berangkat dan mereka menunggu giliran selanjutnya. Sepi. Hanya tersisa satu kelompok dan dua senior pendamping.

Hujan turun begitu lebat, Arza dan Vira kini duduk bersebelahan. Kini, Vira tampak menggigil karena kedinginan. Wajahnya pucat, serta tangannya yang gemetar. Sedangkan Arza, pria ini menatap gadis mungil di sebelahnya.. Arza memberikan jaketnya kepada Vira. Tapi itu belum cukup untuk menghangatkan tubuhnya yang sedingin es.

Arza merangkulkan tangannya ke bahu Vira dan membawanya mendekat. Kehangatan timbul dari kedekatan mereka. Nafas Vira mulai teratur dan terasa ringan. Vira menyandarkan kepalanya di bahu Arza mengarapkan kehangatan yang hakiki. Berharap hangatnya sinar mentari dapat ia rasakan di malam yang gelap gulita.

...

Pagi hari telah datang. Arza terbangun dari tidurnya dan langsung mengenakan kacamatanya. Setelah kesadarannya pulih, ia berjalan ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mandi. Ia menatap dirinya di depan cermin, lalu tersenyum mengingat kejadian semalam. Namun, senyuman itu seketika sirna ketika ia tersadar akan sesuatu. Sorot matanya mulai berubah seakan membius dirinya sendiri melalui cermin besar dihadapanya. 'betapa menyedihkannya aku.'Gumamnya pelan.

-

Vira masih meringkuk di kasurnya yang sangat tidak nyaman. Vira menjadi yang terakhir sampai di kamar tadi malam. Dan ia langsung terbaring di kamarnya. Pelukan yang begitu hangat dari seseorang yang dingin. Ia sontak terbangun dan duduk di atas ranjangnya. 'Apa yang telah aku lakukan semalam ?' Tanya Vira dalam hatinya. . 'Pelukan, bersandar, dan ...' Vira menutup wajahnya karena begitu malu pada dirinya sendiri. Bagaimana caranya agar dapat melewati hari ini. Dia terus memikirkan itu selama ia mandi dan berganti pakaian. 'Huuft, benar-benar memalukan' Ucapnya dengan wajah merah padam.

***

Semua peserta berkumpul di lapangan belakang. Mereka telah duduk berjejer rapi dalam barisan dengan kelompoknya masing-masing. Waktunya sarapan pagi. Roti dan susu dibagikan secara bergiliran setelah setiap kelompok menampilkan sesuatu. Hal ini telah diumumkan kemarin setelah semuanya berkumpul di lapangan belakang. Tapi, apalah daya kelompok Vira yang paling terakhir sampai sehingga tak memikirkan itu lagi. Mereka di berikan kesempatan untuk berdiskusi selama sepuluh menit membicarakan tentang persembahan yang akan mereka tampilkan.

" Kita mau nampilin apaan nih ?" Tanya Vira yang sedari tadi sibuk mengetuk-ngetuk kepalanya dengan bolpoin. Semua orang diam. Sebagian berpikir dan sebagian hanya melamun.

" Mau nampilin atau enggak, kita tetep bakalan dikasih makan kok." Ucap Pria yang sedari tadi hanya fokus ke layar handphone-nya.

" Elo mah enak. Makan ataupun kagak makan gak bakalan pengaruh ." Ucap si gadis kacamata yang kemarin membuat mereka terus berhenti.

" Gua bisa maen gitar." Ucap Arza dengan santai.

" Aku bisa main keyboard. Tapi, yang lain mau ngapain ? Kan enggak lucu kalo cuman berdiri di belakang jadi penari latar ?" Ucap Vira asal.

" Lucu-lucu. Gue suka deh." Kata seorang Pria yang sedari memperhatikan.

" Lu mah suka kalo nggak susah. Bisa main lagu perfect-nya EdSheran kan ?" Tanya Arza kepada Vira.

Vira mengangguk. " Asal ada keyboard-nya."

***

Vira telah duduk di belakang keyboard hitam mengkilap dengan perasaan nervous. Arza yang duduk disebelahnya telah siap dengan gitar di pangkuannya. Perlahan, alunan musik mulai terdengar. Intro musik yang di sajikan begitu fantastis sampai membuat orang-orang tercengang. Para anggota tim yang lain hanya berada di belakang bak penari latar.

I found a love ... for me ...

Darling, just dive right in and follow my lead...

Well, I found a girl, Beautiful and sweet

Oh, I never knew you were the someone waiting for me

Suara yang merdu membuat penonton terbawa suasana. Tembakan dari nada dasar C sangatlah pas dengan tipe suara bass sepertinya. Arza bernyanyi dengan penuh penghayatan. Berhati-hati namun tetap enjoy dengan lagu yang ia mainkan. Vira menatap kearah Arza hanya untuk memastikan dia tidak salah memainkan chord. Namun, Arza bernyanyi dengan memandang kearahnya. Vira langsung gugup dan sempat kehilangan beberapa chord. Vira menunduk dan memperhatikan tuts keyboard. Entah mengapa, Vira merasa lagu ini dinyanyikan untuknya. ' Ah, tak mungkin. Memangnya siapa aku ?' Batin Vira

'Cause we were just kiss when we fell in love

Not knowing what it was

I will not give you up this time

But darling, just kiss me slow

Your heart is all I own

Sekali lagi Vira mencoba menatap Arza dengan ragu. Namun, tatapannya disambut hangat oleh Arza dan membuatnya tak dapat berpaling.

"And in your eyes you're holding mine..." Arza mengedipkan sebelah matanya kearah Vira. Memebuat gadis itu semakin berpikir bahwa momen yang begitu romantis ini ditujukan untuknya. Dan sekarang, wajah Vira memerah.

Begitulah lagu itu berakhir. Dengan Pandangan mata mereka yang tak lepas bahkan setelah lagu tersebut berakhir. Vira dengan perasaan gugupnya dan Arza dengan hati yang berbunga. Mereka berdua seolah tahu hanya dengan tatapan mata yang begitu mendalam.

^^^


Masa Orientasi Siswa telah berakhir. Hari ini adalah hari peresmian siswa. Siswa yang telah mengikuti orientasi telah diresmikan dan mulai hari inilah mereka akan mendapati diri mereka memakai seragam baru ketika mereka mematung di depan cermin. Vira juga terlihat bersemangat saat melintasi gerbang sekolah karena ini merupakan awal baginya yang banyak membuang kenangan indah masa sekolah hanya untuk hal yang sama sekali tak pernah ia inginkan.

Sejak kejadian tujuh tahun lalu, Vira selalu merasa khawatir saat ia jauh dari rumah. Ia bahkan berhenti datang ke sekolah dan mengikuti program Home schooling sampai ia lulus kelas enam Sekolah Dasar. Saat ia mencoba kembali ke sekolah pada tahun berikutnya, ia sering menangis di dalam kelas yang akhirnya membuatnya harus mengikuti program Home schooling meskipun namanya telah terdaftar di sekolah swasta terbaik di kotanya. Dan saat di semester 3, dia mencoba kembali dan akhirnya ia terbiasa seperti sekarang ini.

-

Vira tercenung mendapati ia berada di kelas yang tak berpenghuni padahal terlihat jelas bahwa dua puluh nama tertera bersama namanya di papan pengumuman dan juga pintu masuk. Vira tak menghiraukannya dan langsung duduk di tempatnya. Dirinya ditempatkan di urutan pertama barisan yang sejajar dengan papan tulis. Vira membaca buku panduan yang telah ia baca sekian lama dan ia hanyut kedalam bacaan tersebut untuk beberapa waktu berikutnya. Hingga tak ia sadari bahwa beberapa orang telah mengisi kelas ini dan membuat pasokan oksigen mulai terbatas. Tiga gadis yang duduk di urutan belakang sibuk mengobrol dengan suara yang entah mereka sadari atau tidak bahwa mereka mengeluarkan suara yang sangat keras.

" Eh, itu si cupu yang kemaren deket sama pangeran gue kan ?" Tanya gadis dengan tampilan paling mencolok.

" Maybe... sekolah ini banyak nerima murid cupu nggak jelas tahun ini." Ujar gadis paling kanan.

" Eh cupu. Kacamata." Panggil gadis yang paling kiri.

Vira tak menoleh meskipun telah di panggil berkali-kali.

" Nih cupu tuli kali ya." Gadis yang di tengah berjalan mendekati Vira.

Mereka mendekat dengan cepat. Dapat terlihat bahwa kesabaran mereka hampir habis. Dan kini, mereka tepat berada di belakang Vira. Entah apa yang membuat mereka berhenti, mungkin mereka sedang menunggu. Menunggu sampai kesabaran mereka benar-benar habis. Mereka memegang pundak Vira dengan kasar dan menariknya dengan kasar.

" Aaahhh..." Mereka memekik melihat Vira yang dengan wajah pucatnya menutup mata seperti raga yang tak lagi bernyawa.

Banyak orang yang masuk setelah teriakan kencang mereka dan Vira di gotong dengan tandu oleh petugas kesehatan sekolah menuju ke ruang kesehatan. Arza yang melihatya langsung panik dan membantu mengantar Vira ke ruang kesehatan.

FEAR & PHOBIAWhere stories live. Discover now