Author POV
Flashback on ...
Arza meninggalkan sepeda motornya di parkiran sekolah. Senandung lagu terdengar merdu dengan suara Arza sebagai pelantun. Arza memasuki gerbang utama dengan langkah pelan dan santai. Semburat senyum yang menawan terlihat jelas di wajah Arza yang nyaris memiliki porsi sempurna.
Banyak siswa yang berlarian, baik laki-laki maupun perempuan. Semua itu disebabkan oleh hal pribadi masing-masing, PR contohnya. Contek-an berjamaah dari teman senasib biasanya tersedia jika siswa datang pagi. Di tengah lapangan, beberapa kali Arza menghindari kerumunan manusia yang sangat terburu-buru. Kerumunan itu seolah membelah diri hingga membuat populasi manusia semakin meningkat.
Seorang siswi perempuan yang nampak gelisah menyerobot sembarangan melewati beberapa orang. Hingga siswi tersebut menarik bahu kanannya. Hal tersebut otomatis membuat Arza condong kebelakang. Entah hal naas apa yang menimpa Arza pagi hari ini, siswi perempun itu menyenggol kacamata Arza hingga terjatuh. Keduanya sontak terkejut dengan hal itu.
" Eh, kalo jalan yang cepet dong. Dasar Siput." Hardik gadis itu yang terdengar seperti mencaci.
Arza berdiri setelah memungut kacamatanya yang jelas terlihat goresan di lensanya. " Lo kagak ada niatan mau minta maaf ?" Tanya Arza dingin.
" Buat apa ? Kan elo yang salah. Udah ah, gue buru-buru." Gadis itu berusaha pergi.
" Apa lo bilang ? Salah gua ? Lo yang jalan nggak pake mata !" Arza menatap dengan mata penuh amarah dan tangan kanannya mencengkram erat lengan gadis yang tak tahu malu itu.
" Woy banci ! Kalo lu berani jangan sama cewek ! Potong aja tuh barang." Hardik seorang sembari melepaskan cengkraman Arza terhadap gadis di hadapannya.
" Lu kagak usah ikut campur bangsat !" Umpat Arza tak kalah berani.
" Lu kalo ada masalah sama nih cewek, hadapi gua dulu. Jangan jadi pengecut !" Lelaki itu memberikan tatapan merendahkan untuk Arza.
Suara pukulan langsung terdengar diiringi dengan teriakan terkejut dari para siswi perempuan yang menyaksikan baku hantam di lapangan sekolah. Arza memberikan pukulan dengan penuh emosi sehingga tepat mengenai lawan dengan keras. Namun, Arza juga sempat terkena pukulan yang lumayan keras sehingga membentuk memar di pelipisnya. Sudut bibirnya pun nampak sedikit berdarah. Namun itu tak sebanding dengan yang dialami lawannya yang mendapati banyak memar dan lebam di area wajah.
Suara bel panjang dan seruan untuk masuk ke kelas masing-masing mengosongkan isi lapangan. Para penonton berhamburan menuju kelas seolah tersadar bahwa mereka memiliki misi yang amat penting. Semuanya pergi kecuali Arza dan pria tinggi yang menjadi lawannya. Kacamatanya kini telah jatuh ke lapangan. Retak pada gagangnya seolah memancing kembali emosi Arza. Namun, kini ia telah terduduk dan tak sanggup berdiri.
Beberapa petugas kesehatan berlarian mendatangi Arza dan pria yang menjadi lawannya tadi. Namun, pria tersebut langsung bangkit dan berlari menuju kearah gedung yang berlawanan. Gedung yang ditujunya adalah gedung dimana siswa tahun terakhir menghabiskan masa-masa senja mereka. Sedangkan Arza, kini di papah menuju ruang kesehatan dengan kacamata di tangan kirinya.
Flashback Off...
YOU ARE READING
FEAR & PHOBIA
Fiksi RemajaSebuah tulisan berdasarkan apa yang sering terjadi, namun tak begitu disadari. *Because Sugar Its Always Sweet