Seorang gadis tampak gelisah duduk di kursinya. Ia sejak tadi menunggu dengan tidak tenang. Perasaannya campur aduk, ia cemas jika orang yang ia tunggu tidak datang. Dan jika orang itu datang menemuinya, apa yang harus ia katakan?
Gadis berparas ayu itu memejamkan matanya, mencoba menikmati keadaan di sekitarnya. Mencoba bersahabat dengan tempatnya menunggu seseorang yang sampai detik ini masih mengisi hatinya.
Aroma cafe itu yang begitu khas, suara para pengunjug cafe yang memesan kopi itu semakin menariknya kembali ke masa lalu. Masa dimana ia berharap bisa merasakannya kembali.
Gadis itu memilih untuk memutar kembali memori kenangan bahagianya di tempat itu sembari menunggu seseorang yang spesial baginya.
"Shani?" Gadis yang dipanggil namanya itu pun menoleh, senyumnya mengembang saat melihat sosok yang sangat ia rindukan.
Wajah seseorang dari masa lalu, yang ia harap menjadi bagian dari masa depannya. Jika mungkin.
"Hai, Vino." Sapa Shani kembali.
Laki-laki bernama Vino itu duduk di kursi tepat di hadapan Shani.
Shani memandang wajah Vino, jika boleh. Ia ingin sekali berdiri dan memeluk Vino tanpa ingin melepaskannya lagi. Tapi, Shani sadar diri dan posisinya saat ini benar-benar sangat tidak mungkin."Kamu mau pesen apa? Aku pesenin ya, masih suka yang dulu kan?" Tanya Shani membuka obrolan di antara mereka.
"Iya, masih" jawab Vino lalu tersenyum.
Demi apapun, Shani sangat merindukan senyuman itu. Shani benar-benar merindukan segalanya tentang Vino. Semakin ia mengingat status mereka saat ini, semakin Shani membenci dirinya sendiri. Membenci dirinya yang terlalu bodoh dalam hal cinta.
"Aku seneng kamu mau nyempetin datang" Ucap Shani.
"Kebetulan aku baru dapat libur" Shani mengangguk paham.
Vino terlihat biasa saja bertemu dengan Shani, membuat gadis itu berpikir. Apakah masih ada kesempatan lagi untuknya?
"Gimana kabar kamu? Keluarga kamu gimana?" Tanya Shani lagi.
"Aku baik, keluarga aku juga baik" Jawab Vino dan kembali memberikan senyumannya.
"Kayaknya udah lama banget ya aku gak ketemu mereka." Vino tersenyum tipis.
"Iya, udah lama banget."
"Seneng ngeliat kamu baik-baik aja, aku denger kamu jauh lebih sibuk dari yang dulu"
Vino mengangguk pelan lalu menolehkan wajahnya ke samping dan langsung melihat jalan raya yang di penuhi oleh kendaraan yang melintas.
"Emangnya apa lagi yang bisa aku kerjain selain kerja, Shan? Aku udah gagal dalam urusan cinta karena aku yang bodoh, dan gak mau jadi orang bodoh sejati. Dengan ikut gagal di pekerjaanku" Jawab Vino dengan santai.
Shani bisa melihat, masih ada tersisa luka dari mata Vino yang menatap ke arah luar. Dan Shani adalah orang yang bertanggug jawab atas semua luka yang masih melukai Vino hingga detik ini.
Pesanan Vino telah tiba, Shani memperhatikan Vino dengan seksama. Dalam hati Shani menghangat, kebiasaan Vino sama sekali tidak berubah. Jika telah memesan kopi, Vino akan menghirup aroma dari kopi tersebut sambil memejamkan matanya. Setelahnya, Vino akan meniup cangkir kopinya sebanyak tiga kali sebelum meminumnya.
Mereka kembali bercerita tentang pekerjaan masing-masing, lalu membahas cuaca yang sering tak menentu.
Shani bisa membaca dari gerak tubuh Vino. Laki-laki itu benar-benar menghindari kontak mata dengannya. Dan Shani mengetahui dengan jelas alasan Vino melakukan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshot
FanfictionKumpulan cerita yang tercipta karena kegabutan yang sudah diluar batas..