[5] Pendapat Alan

1.1K 59 0
                                    

Pendapat Alan

*** 

Vee’s POV

Rafaelo : Lo enggak bantuin Ibu?

Rafaelo : Kok, enggak kerumah?

Rafaelo : Kerumah dong, Vee...

Rafaelo : Gw bete. Temenin dong, Veeeee.

Rafaelo : Lo dimana sih?

Rafaelo : Veliceeeeee gue bete setengah mampusssss.

Aku hanya tertawa geli membaca pesan dari Leo yang pasti lagi guling-gulingan di kasur kamarnya. Ih, lagian, aku kan lagi kencan, emang dia enggak liat ya, tadi aku dijemput sama yayang Alan yang paling ganteng?

“Nih, es krim nya,”

Aku mendongak, lalu mengambil es krim yang baru di beli Alan. Kita sedang berada di Taman. Udara siang ini bener-bener puanasss. Tadinya kita mau ke Dufan, mumpung hari biasa dan enggak terlalu ramai, tapi mataharinya itu loh, waduh, pulang-pulang kayak habis berjemur di pantai entar, item-item eksotis.

“Line dari Leo lagi?”

“Eh. I-iya”

“Sebenernya kamu sama dia ada apaan sih?”

Aku menggigit bibir bawahku. Masa, setiap ditanya jawabannya temen doang tapi kenyataannya ngirim Line tiap menit? Mau sampai kapan aku bohong?

Oke, mungkin ini memang saatnya aku berterus terang.

“Jadi, aku sama dia itu...”

Aku berusaha memikirkan kata-kata yang tepat untuk menggambarkannya.

“Leo itu...”

Aku melihat Alan yang terlihat sangat penasaran dengan hubungan kami. Duh, kok jadi takut ya? Eh, emang aku sama Leo ada apa sih? Hubungan kita cuma sebatas majikan-pembantu kan, ya?

Bener, cuma majikan-pembantu?

Anjir. Itu hati kecil gue kok berontak, sih?

“Kamu tau kan, Ibu aku itu pembantu rumah tangga? Nah, Ibu aku itu kerja nya di rumah Leo. Aku sering main sama Leo, tapi cuma buat nemenin dia yang kesepian karena anak tunggal dan Mamanya sibuk kerja, kok. Jadi dia  sering nan—“

“Kok, kamu enggak pernah cerita?”

Uh-oh. Mukanya Alan. Nada bicaranya. Emakkkkkk. Mau kaburrrr.

“Maaf, tapi aku pikir... Leo... Ehm, itu... Emang masalahnya kenapa, kok aku harus lapor kalau majikan aku itu Leo? Tenang aja, aku enggak pernah diapa-apain Leo. Leo juga tau aku udah punya kamu.”

“Aku enggak suka kamu deket-deket dia. Dari dulu.”

Mataku memanas. Ya Tuhan. Jangan disini, plissss. Aku harus nunjukin kalau aku memang Velice, anak jutek dan kasar, Velice cewek kuat!

“Tap-tapi ken-ke-kenap-pa?” Sial, suaraku mulai bergetar.

“Kamu tahu sendiri dia cowok kayak apa, Vee. Anak nakal, pembangkang, dia itu anak enggak bener, Vee”

Apa?

“Alan, kamu mungkin belum kenal sama Leo sepenuhnya. Leo itu bukan anak enggak bener.” Aku mati-matian berusaha menahan emosiku. Gila, aku udah hidup 10 tahun sama Leo, dan aku benar-benar yakin dia anak manis.

Jiahhhh. Vee, kok sempet-sempetnya mikirin cowok manis di depan pacar sendiri?

Leo anak yang enggak bener? Jadi itu pendapat Alan tentang Leo?

“Aku udah cukup kenal dia, dan aku enggak mau masuk terlalu dalam ke kehidupannya.”

“Leo itu anak baik, Alan. Percaya deh. Kamu harus coba main sama dia di rumahnya, kamu harus coba ngobrol lebih banyak sama dia. Dia anak baik, dia bukan anak nakal. Percaya, deh”

“Jadi kamu lebih belain Leo daripada aku?”

Mampus. Salah ngomong kan saya.

“Bukan gitu, Alan, tapi—“

“Aku mau kamu jauhin Leo”

Mataku sukses membesar.

“Enggak bisa Alan, aku udah nemenin dia sep—“

“Dia punya temen banyak, Vee. Mungkin sekarang kamu emang masih baik-baik aja, tapi kita enggak tau besok-besok kalo kenakalannya makin merajalela. Lagian, Ibu kamu kan udah ngurusin dia, kalau mau temen cewek, dia tinggal comot gebetannya aja. Dia itu playboy kamu tau, kan? Enggak peduli kamu udah berapa lama hidup sama dia, kamu harus belajar jangan terlalu deket sama dia. Aku, temen-temen les, temen-temen sekolah kamu, pasti juga punya pendapat yang sama bahwa Leo itu anak enggak bener. Dan sekali lagi, sebaiknya kamu jauhin dia!”

Aku buru-buru menghapus dengan kasar setitik air yang jatuh dari mata.

Aku menatap Alan yang balas memandangku dengan tajam tapi kemudian pandangan itu melunak “Ini demi kebaikan kamu, Vee. Aku tau emang susah, tapi aku tau ini yang terbaik” ia mengusap dan meremas tanganku pelan.

Entah kenapa aku tiba-tiba sangat marah. Demi kebaikanku? Cih. Memangnya dia siapa? Ibuku saja tidak melarangku dekat dengan Leo, malahan beliau sangat menyayangi Leo. Dia cuma orang luar yang menolak masuk ke dalam kehidupan Leo. Karena bagaimana pun juga, kalau mau masuk dan mendalami kehidupanku, maka kamu akan ikut masuk ke kehidupan Leo. Entahlah, mungkin benar, aku bagian dari kebahagiaan Leo dan dia bagian dari kebahagiaanku.

“Aku mau pulang.” Kataku lirih. Berusaha keras agar tangisan itu tidak pecah disini.

Alan membantuku berdiri, lalu dengan santainya merangkul dan mengusap-usap pundakku. Dekapan yang biasanya menenangkan ini, entah kenapa menjadi risih.

“Aku kasih kamu waktu buat berpikir, Vee. Sekali lagi aku tegasin. Aku mau yang terbaik buat kamu, dan aku yakin, yang terbaik itu adalah jauhin Leo. Aku tau, Ibu kamu pasti juga setuju dengan ini.”

Salah. Alan salah. Alan salah besar.

Aku menaiki motornya dengan lemas lalu seperti biasa, memeluknya dan menyenderkan kepalaku di punggungnya. Aku mencari ketenangan, aku mencari debaran-debaran kecil yang timbul saat aku bersamanya, menjadikan itu sebagai momen kenyamanan hidupku, namun lagi-lagi, aku tidak menemukannya.

Tak terasa sudah sampai rumahku. Alan mencium lembut keningku lalu pergi meninggalkanku. Aku membuka pintu dengan kunci yang kupunya. Sepi.

Ya, Ibu pasti masih di rumah Leo dan pulang malam nanti.

Aku mengunci pintu dan berjalan gontai ke kamarku yang sangat sederhana ini. aku menghempaskan tubuhku ke kasur dan menatap kosong langit-langit. Mengingat kejadian tadi. Aku sudah tidak kuat.

Tangisku pecah saat itu juga. Untuk kedua kalinya, aku menangis karena cowok.

Pikiranku dipenuhi dengan pendapat Alan tentang Leo.

Leo.

Secepat kilat aku mengecheck Hp ku dan menemukan belasan pesan dari Leo yang memintaku untuk menemaninya. Aku tersenyum getir. Masih bisakah aku datang kerumahnya dan menghabiskan waktu seharian disana?

Kalian boleh mengataiku macam-macam. Karena entah kenapa, saat ini, aku sangat ingin berada di dekapan Leo, seperti yang ia lakukan saat aku putus dari Garry.

Aku hanya ingin mencari ketenangan dan kenyamanan.

You Are The Reason [END 34/34]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang