[9] Putus

1K 57 0
                                    

A/N : Pertama-tama saya ingin mengucapkan Minal Aidin wal Faidzin Mohon maaf lahir dan batin buat semua readers kece!!!! Chapter ini didedikasikan khusus untuk sahabat saya yang tidak akan disebutkan namanya karena enggak penting juga, bacot nya na’uzubillah dah sumpeh. Ngasih ide buat chapter ini gak ada yang bener semua!

Baydewai. Saya khilaf bikin adegan Leo-Vee pas bulan puasa kemaren.

Untungnya sekarang udah Lebaran!! HAXHAX

 Putus

***

Vee’s POV

“VELICE?!”

Aku dan Leo buru-buru bangkit dari posisi kami. Aku menatap Alan yang memasang tampang minta penjelasan sekaligus menampakkan kemarahannnya.

Alan berjalan cepat meninggalkanku dan Leo yang masih mematung di tempat.

“Kejar Vee!”

Seruan Leo menyentakkanku dari lamunan dan segera mengejar Alan yang sudah berada di ruang tamu.

“Alan! Aku bisa jelasin semuanya,”

Alan berbalik lalu melihatku dengan tajam. Ia memperhatikan penampilanku yang sangat berantakan dari atas rambut sampai ujung kaki.

“Kamu nyuruh aku kesini buat nunjukin dan ngomongin sesuatu. Jadi ini yang mau kamu tunjukin ke aku? Iya?”

“Lan... Yang kamu lihat tadi...”

Suaraku mulai bergetar. Aku takut. Iya, aku takut banget. Leo mana sih, bukannya bantuin malah ngilang gitu aja.

Kalau ada cangkul sama tanah ukuran 2x1 meter ngubur diri nih saya.

“Kenapa yang aku lihat tadi? Itu semua bener kan? Dan enggak perlu ada penjelasan untuk itu semua, Velice.”

Dadaku sakit. Alan enggak mau denger penjelasanku?

“Aku udah tahu, Vee. Kamu emang lebih milih Leo daripada aku! Aku kecewa sama kamu, Vee.”

“Aku lebih milih kamu Alan!”

“Buktinya tadi apa?!”

“Gue bisa jelasin soal tadi,” Suara rendah itu terdengar sangat menenangkan. Leo baru saja datang dengan penampilan yang sudah lebih rapi, dengan pakaian dan celana panjang serta rambut yang sudah disisir.

Alan tersenyum sinis. “Lo emang cowok enggak bener! Gue bingung kenapa Vee malah belain elo kalau nyatanya lo malah ngerusak dia!”

Aku bisa merasakan kemarahan Leo bangkit. Ia mulai mngepalkan tangannya.

“Gue enggak ngerusak dia, brengsek!”

“Terus tadi itu apa?”

“Lo enggak bakalan dengerin juga, kan kalo gue jelasin? Lo enggak bakalan ngerti,” Sahut Leo berapi-api.

“Oh ya?! Gue ngerti kok! Velice, cewek gue, nyembunyiin fakta kalo dia anak dari pembantu rumah lo, dia malah lebih milih lo daripada gue, dia bilang ke gue kalo kalian cuma sebatas sahabat, nyatanya?”

Alan mendengus meremehkan.

“Aku udah jujur sama kamu tentang hubunganku sama Leo. Aku harap kamu ngerti, tapi apa? Kamu emang enggak pernah ngertiin perasaan aku, Lan,”

“Aku harus ngertiin perasaan kamu yang mana? Perasaan kamu yang lebih sayang dan lebih milih cowok lain daripada pacarnya sendiri?” Tanya Alan tajam dan dingin serta langsug menusuk hatiku bagaikan samurai yang menancap pada bantal yang empuk.

“Aku emang enggak mau bilang sama kamu tentang hubungan aku sama Leo yang sebenarnya itu karena aku takut, Lan. Aku takut! Setiap orang yang tahu hubungan aku sama Leo itu langsung menjauh! Aku tau, pikiran kamu sama orang-orang itu sama. Leo cowok enggak bener, aku anak pembantunya, aku tinggal di rumah Leo, aku ikutan jadi cewek enggak bener! Gitu kan yang kamu pikirin?!”

“IYA! Dan tadi adalah salah satu buktinya kalau kalian sama-sama enggak bener!”

Nyesss. Tanpa bisa kucegah, air mata mulai megalir perlahan dari sudut mataku. Melihatku mulai menangis, Leo maju dan menarik kerah Alan dengan kasar.

“Jangan berani bentak cewek, pengecut!”

“Wow. Wow. Santai, bro”

Akhirnya Leo melepaskan cengkramannya, namun tatapan matanya masih menatap Alan dengan tajam dan mengintimidasi.

“Aku kecewa sama kamu, Vee.” Tatapan Alan beralih padaku. “Aku udah berusaha lebih percaya sama kamu daripada omongan orang-orang. Tapi, dari yang tadi aku lihat, kamu malah mematahkan kepercayaan itu.”

Aku mengusap air mataku dengan kasar. Bukan saatnya menangis, Vee.

“Aku enggak nyangka, Vee. Ternyata yang selama ini kalian lakukan itu lebih dari yang orang-orang omongin. Dan atas kelakuan kamu itu...” Ia menggantung kata-katanya, tatapannya berubah menjadi tatapan menyesal dan kasihan.

Oh please. Jangan pandangi aku seperti itu, Lan.

“Maaf. Kita enggak bisa nerusin hubungan ini.” Lanjutnya tegas. Ia lantas pergi keluar, disusul dengan suara mesin motor yang mulai menjauh.

Sedangkan aku masih mematung.

Aku.

Putus.

Sama.

Alan.

Semua angan-angan yang dulu kuimpikan akan terwujud bersama Alan, kini sudah terbang menguap ke angkasa,. Terbang liar bersama sejuta mimpi yang juga dulu kurajut bersama Garry. Berputar-putar seolah mengejekku bahwa aku memang cewek enggak benar. Aku memang tidak pantas mendapatkan sebuah cinta yang tulus berkembang dari hati. Tidak akan ada yang pernah mengerti perasaan dan kehidupanku dengan dalam dan luas.

“Vee,”

Suara itu menyentakkanku dari lamunan. Bersamaan dengan pulihnya kesadaranku, aku merasakan tubuhku yang menghangat karena dekapan seseorang.

Tanpa menunggu lama-lama, aku segera membalas rengkuhannya yang selalu dapat menenangkan hati dan pikiran. Tangisku pecah disana. Sambil terisak, berkali-kali aku mendengungkan fakta yang menyayat hatiku.

“Alan.. Alan pergi.. Pergi, Yo,”

Belaian halus terasa di rambut dan punggungku.

“Iya, Alan udah pergi. Dan gue harap, tolong jangan dikejar. Cowok kayak gitu enggak berhak diperjuangin.”

“Alan.. Alan pergi.. Pergi, Yo,”

“Iya, Alan pergi. Alan emang udah pergi. Tapi gue enggak akan pernah pergi.”

Kata-katanya membuat tangisku pecah dan semakin hebat.

Kata-kata itu seolah mengumumkan bahwa aku memang sendirian. Aku memang tidak memiliki siapa-siapa untuk dapat dipercaya. Namun, kata-kata itu juga memberitahukan bahwa, selalu ada Leo.

Ada Leo.

Ya, sepertinya hanya itu yang aku butuhkan saat ini. Ralat. Itulah yang aku butuhkan setiap saat.

Aku semakin mengeratkan pelukanku. Menyadari bahwa ini adalah kedua kalinya aku berada dalam dekapan Leo sambil menangis dan penyebab keduanya adalah karena cowok. Di samping itu, aku juga menyadari bahwa untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku tidak akan pernah merasa kesepian lagi.

“Jangan nangis terus. Lo tau kan, gue enggak suka cewek cengeng,”

Di segala kehancuran hatiku, sedalam-dalamnya rasa sakit yang menancap disana, kini, aku tersenyum juga dengan mendengar perkataannya.

Karena selalu ada nama Leo disetiap senyum yang terukir di wajahku.

Biarkan aku menikmati dekapan ini lebih lama, biarkan aku merasakan pelukannya yang sudah lama kurindukan ini.

You Are The Reason [END 34/34]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang