12

37 6 1
                                    

Author Note :

Aku minta maaf, karena benar-benar lambat dalam menulis cerita ini. Seharusnya, cerita ini sudah end di ulang tahunku kemarin. Tapi karena banyaknya kepentingan yang mendesak, hari ini, cerita ini masih belum selesai.

Aku akan berusaha untuk menyelesaikan cerita ini sebelum 28 Juni. Jika tidak, cerita ini akan digantung selama beberapa bulan karena aku harus Hiatus. Tapi pastinya, itu sudah hampir ending.

Terima kasih buat kalian yang selalu menunggu. Aku tau kok, nunggu itu nggak enak.

Sekali lagi maaf ya, sudah mengecewakan kalian.

Mohon maaf lahir dan batin :)

Oh ya, aku kemarin ulang tahun loh. Ada yang mau ngucapin? :v wkwk ^_^

***

Class meeting sudah berakhir. Ini minggu terakhir sekolah. Seluruh siswa kelas 7, dipindah ke ruang kelas 8. Sementara kelas 8, dipindah ke ruang kelas 9.

Kelasku menempati kelas 8 H. Akan tetapi, denah tempat duduk tidak lagi sesuai seperti saat di 7H kemarin. Tapi tak apa lah, hanya tinggal beberapa hari saja.

Setelah di sibuk kan oleh class meeting, kini aku di sibuk kan oleh pengembalian buku pinjaman dari perpustakaan. Aku bingung sekali, karena salah satu buku paketnya hilang. Jadi, aku harus membayar denda. Untunglah, bukunya patungan. Sebangku, satu buku. Jadi aku juga membayarnya patungan. Wkwk.

Menjelang pembagian raport, teman-teman pasti gaduh. Mereka tidak lagi peduli tentang nilai. Mungkin yang mereka pikirkan hanyalah, jam kosong.

Hari ini misalnya. Kelas sangat gaduh. Ada yang berteriak, berlari kesana kemari, bermain TOD, dan bahkan permainan lain yang sangat tidak masuk akal.

Biasanya, aku akan datang ke Yofi, lalu memintanya untuk membuat teman-teman sekelas menjadi tenang. Tapi sekarang tidak lagi. Jadi aku lebih memilih untuk berkutat dengan buku-buku kosong yang kemudian ku tulisi puisi.

Ketika asyik menulis, tak sengaja aku mendongak. Yang ku lihat adalah adegan yang sangat tidak pantas. Yofi, sang ketua kelas berkelahi dengan Tegar.

Aku, sebagai wakil ketua kelas merasa wajib untuk melerai mereka. Aku pun bangkit lalu berdiri di antara Yofi dan Tegar. Merentangkan kedua tanganku di depan tubuh mereka.

"Woy, kalian apa-apaan sih? Kelas udah berisik dari tadi, sekarang jadi tambah ribut kan", bentakku pada mereka berdua.

Seisi kelas juga sudah terdiam semenjak perkelahian ini dimulai. Tapi bukan saja mulut mereka yang diam, tapi mereka pun juga tidak bertindak. Mereka berdiri termangu-mangu di tempat masing-masing seperti menonton sabung ayam.

"Fis, minggir! Kamu gak tau apa-apa tentang masalahnya. Nanti kamu kena", ucap Tegar sambil berusaha menarik ku ke samping.

Ternyata, kakiku cukup kokoh berpijak di lantai. Aku tidak bergeser sedikitpun.

Aku berdiri menghadap Yofi dan berkata, "kamu ketua kelas disini. Jangan ngasih contoh yang gak baik!"

"Diem kamu! Minggir sana! Nanti kena, terus nangis." bentak Yofi padaku.

Kemudian ia kembali mengambil ancang-ancang untuk memulai perkelahian lagi. Ku lihat Tegar juga bertindak serupa. Sementara teman-teman yang lain juga menyuruhku untuk minggir. Tapi aku tidak menghiraukannya.

Mereka berdua kembali berkelahi, sedangkan aku berdiri sangat dekat dengan mereka.

"Aku wakil ketua kelas disini. Karena ketua kelas juga ikutan berkelahi, jadi aku yang bertanggung jawab", ucapku yang tentu saja tidak didengarkan oleh mereka. Mungkin mereka mendengar, tapi tidak peduli.

Mereka tetap berkelahi. Aku mencoba melerai dengan kedua tanganku sembari berteriak, "Woyyy, berhenti!"

Yofi dan Tegar yang saling memukul, tanpa sengaja telah mengenai ku. Disusul dorongan yang kemudian membuatku membentur tembok.

"Nafis!" teman-teman berseru. Aaaa, pusing sekali rasanya.

Perkelahian itu berhenti sejenak. Tegar menghampiriku dan menanyakan apakah aku baik-baik saja. Ayu, Dita, Bela, dan Putri juga mengelilingi ku. Aku hanya tersenyum dan mengangguk.

Aku menoleh pada Yofi. Aku tahu betul, bahwa dorongan yang aku terima dan membuatku membentur tembok berasal darinya. Aku juga yakin, bahwa ia tak sengaja. Memang aku lah yang salah disini karena sok menjadi pemberani dengan menengahi perkelahian.

Dia menatapku nyalang.

"Berkali-kali aku udah bilang, jangan suka ikut campur urusan orang", Yofi berkata dengan sungguh-sungguh. Ekspresinya lebih mengerikan daripada seorang mafia yang sering digambarkan oleh cerita-cerita bergenre thriller di wattpad.

"Makanya, gak usah sok. Sekarang, yang sakit kamu sendiri kan?" tanyanya. Aku hanya diam, tidak berani menjawab.

"Mau apa? Nyalahin aku?" tanyanya lagi.

"Terserah sih, mau apa. Tapi kaya yang aku sering bilang kalau lagi tengkar sama kamu; gak usah nangis, apalagi gara-gara aku."

Pesan yang sama, seperti pada pertengkaran-pertengkaran sebelumnya yang telah berlalu. Dan aku tidak tahu apa maksudnya.

Dia berlalu. Saat berada di hadapan Tegar, dia hanya menepuk bahu Tegar dan melanjutkan langkahnya. Saat melewati pintu, kulihat ia meludah di rerumputan yang tumbuh di depan kelas 8H. Setelah itu, ia pun menghilang dari pandanganku.

***

Ttd,
N.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 23, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love You, Goodbye.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang