Prolog

76 8 2
                                    

***

"Namaku Ivythea Venus Estella, bisa dipanggil Ivy. Aku hanyalah seorang manusia dengan banyak kekurangan, bagiku sendiri.

Namun tidak dengan orang-orang diluar sana, yang melihatku penuh dengan rasa cemburu, dan rasa minder yang teramat besar. Siapa yang menduga bahwa aku mempunyai kesedihan yang sangat mendalam.

Sebenarnya aku tak benar-benar bahagia, seperti yang orang-orang lihat dari diriku. Jika kalian bertanya-tanya apa yang membuat diriku begitu dicemburui banyak orang maka akan aku tunjukkan penyebabnya.

Aku ini terlahir dari keluarga yang bisa dibilang kaya. Papaku dokter dan Mamaku seorang perancang busana terkenal di Amerika. Aku mempunyai kembaran laki-laki bernama Rigel Jupiter Oberon, atau bisa dipanggil Rigel. Aku juga mempunyai seorang kakak laki-laki, yang menjadi dokter juga sama seperti ayahku, namanya Kak Jacob.

Aku dengan segala fasilitas yang keluargaku berikan dapat melakukan apa saja yang aku inginkan, dan dapat mendapatkan apa saja yang aku mau. Tanpa harus bersusah payah untuk mendapatkannya.

Namun, semua itu tak membuatku lantas menjadi orang yang paling beruntung di dunia. Mungkin orang lain akan menatapku kagum dengan kekayaan dan prestasiku yang menggunung.

Tapi, disatu sisi mereka sama sekali tidak melihat sisi mendalamku. Memang benar, mereka hanya melihatku dari covernya saja, tanpa tahu menahu dalamnya.

Saat aku dan Rigel masih bayi, kami sudah ditinggal pergi Mamaku. Mama meninggal karena kecelakaan yang terjadi di tempat kelahiranku, Amerika. Sejak itu, neneku yang merawatku dan Rigel .

Namun, karena neneku yang masih aktif di perusahaan jadi hanya babysister yang merawatku saat aku masih bayi.

Seiring aku tumbuh besar, aku semakin sadar, tidak ada orang yang benar-benar peduli denganku dan juga Rigel. Padahal aku dan Rigel hanyalah anak kecil yang sangat membutuhkan kasih sayang dari keluarga, namun mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka.

Papaku benar-benar berambisi untuk menjadi dokter yang hebat. Maka dari itu kiprahnya didunia kedokteran sangat aktif. Sedangkan kakakku yang paling tua, yaitu Kak Jacob mengikuti jejak Papa sebagai dokter.

Dari kecil aku dan Rigel berusaha untuk mengambil hati Papa yang tidak pernah memperdulikan kami, dengan banyak prestasi. Akademik maupun Non-Akademik. Nilai kami juga selalu sempurna. Namun, tetap saja prestasi yang menggunung dari kami berdua tidak membuat Papa bangga. Bahkan Papa tidak datang saat kelulusan SD, padahal aku dan Rigel menjadi lulusan terbaik saat itu, dengan nilai yang sempurna.

Saat itu juga aku dan Rigel menyudahi semuanya. Kami ingin lepas dari tujuan kami untuk mengambil hati Papa. Karena kami telah berada dititik terlelah..

Kami memilih jalan sendiri.

Cita-citaku menjadi orang yang lebih, lebih, dan lebih. Walaupun tanpa ada seorang pun yang mendukung niatku. Mungkin hanya Rigel yang terus mendukungku. Aku senang masih dianugerahi seorang kembaran seperti Rigel yang selalu melindungiku. Dia adalah orang yang sangat berarti untukku setelah Mama.

Sama sepertiku Rigel juga sangat membutuhkan sosok orang yang mau peduli dengannya. Namun, semua itu memang tinggal mimpi belaka. Aku dan Rigel bahkan sudah tidak mengharapkan lagi yang namanya perhatian dari keluarga.

Aku tumbuh remaja menjadi seorang yang mandiri, kuat, dan tegar. Sedangkan Rigel tumbuh menjadi orang yang pendiam dan tidak terlalu peduli dengan lingkungannya. Itulah aku dan Rigel.

Aku harap Mama bisa membaca diaryku ini, dari sana. Dari jarak terjauh yang memisahkan kami dengannya.

Salam rinduku dan Rigel untuk Mama tercinta.”

Setelah dirasa cukup, Ivy menutup buku bersampul coklat dengan kertas novel didalamnya. Buku itu baru, dan ia isi dengan sedikit cerita singkat tentang kehidupannya, dengan penutup berupa salam untuk Mamanya yang ada disana.

Ivy menengok jam tangan yang tak pernah luput bertengger dipergelangan tangan kirinya.

"Udah jam 21.00 ternyata", gumamnya.

Karena bosan Ivy memutuskan untuk pergi ke perpustakaan milik Papanya yang terletak dilantai 2, tak jauh dari kamarnya. Tujuannya hanya ingin melihat-lihat buku disana. Mungkin saja ada yang akan membuatnya tertarik untuk membacanya.

Ruang perpustakaan dengan rak-rak buku yang tersusun rapi, menyambut kedatangan Ivy. Bau buku baru hingga buku lama menguar dari dalam ruangan. Salah satu bau kesukaan Ivy, yaitu bau buku.

Ruangan itu didekorasi sedemikian rupa dengan gaya yang begitu elegan dilengkapi meja kerja sang Papa dan beberapa sofa empuk khusus untuk tamu yang berkunjung ke ruang perpustakaan itu.

Ivy mulai melangkahkan kakinya. Menyusuri tiap rak buku satu demi satu.

Langkahnya terhenti ketika melihat buku dengan judul "Meteor" berwarna hitam langit dengan taburan bintang diseluruh sampulnya.

"Sepertinya bagus"

Ivy mengambil buku itu dari tempatnya dan benda berwarna coklat tipis ikut jatuh bersama buku berjudul "Meteor" tadi.

"Amplop apa ini"

Dengan rasa penasaran Ivy membuka amplop yang masih rapi itu.

"Ivy"

Suara orang yang memanggilnya tadi mengagetkan Ivy. Sontak isi amplop itu berserakan keluar dari tempatnya.

"Papa"

***

Baru prolog, semoga suka. Yang nggak suka, biar suka dan yang suka, biar tambah suka. Hehe..

Kutunggu kehadirannya dilapak ini pada episode-episode selanjutnya ya. Jangan bosen, jangan gampang move on.

Maaf kalo banyak typo, masih penulis abal-abal. Kritik dan saran sangat saya butuhkan untuk muhasabah diri karena tentu masih banyak kekurangannya.

Thanks for watching, thanks for waiting, thanks for vomment, thanks for reading, thanks for comment.


Salam manis dari author
Mita

At The EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang