[10] Kejadian Buruk°

19 3 1
                                    

___________________________________

"Jika kamu satu-satunya yang bisa membuatku nyaman. Apa boleh buat. Tidak ada pilihan lain selain mempertahankan kamu disisiku selalu."
___________________________________

Motor sport putih itu akhirnya sampai disebuah rumah bercat abu-abu dipadukan warna hitam, tampak elegan. Rumah minimalis itu terlihat nyaman ditinggali, karena terlihat bersih. Tamannya juga sangat rapi karena setiap hari selalu dibersihkan.

Tepat setelah Arka mematikan mesin motornya, Ivy membelokkan mobilnya untuk masuk ke pekarangan rumah Arka.

Halaman rumah Arka lumayan luas, cukup untuk memarkirkan satu mobil dan satu motor.

Setelah Ivy mematikan mesin mobilnya, ia segera keluar dari mobil dan menghampiri Arka.

"Ayo", Arka memimpin didepan. Sedangkan Ivy mengikutinya dibelakang.

Tiba-tiba langkah Arka terhenti, untung saja Ivy tidak menubruknya karena jaraknya yang sangat dekat.

"Ada apa Ka? Kok berhenti?", tanya Ivy.

"Gue lupa nggak mampir pom bensin dulu. Gue beli bensin dulu ya, lo masuk duluan aja nggak pa-pa"

"Oke"

Arka kembali menyalakan motor sport kesayangannya menuju ke pom bensin terdekat yang jaraknya memang tidak terlaku jauh dari rumah Arka.

Sepeninggalan Arka, Ivy mengurungkan niatnya untuk masuk lebih dulu. Ia merasa tidak enak. Lagi pula ini pertama kali Ivy berkunjung ke rumah Arka, sekaligus rumah ibu yang dulu pernah iya tolong.

Jadi pada akhirnya ia lebih memilih untuk menunggu Arka di teras rumahnya. Untuk mengusir kebosanan dia mengecek hpnya, siapa tahu saja ada yang penting. Saat asik menscrool website sekolahnya untuk melihat karya anak-anak Nusa Pertiwi, tiba-tiba ia mendengar suara kegaduhan dari dalam rumah Arka.

Suara tersebut membuat risau sekaligus bimbang. Ia penasaran ingin masuk kedalam, siapa tahu saja ada hal buruk terjadi, tapi semoga saja tidak.

Suara kegaduhan seperti orang yang sedang bercekcok pun masih terdengar. Ivy tak tahan lagi, akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk pintu rumah Arka. Ia mengetuknya berkali-kali, namun tak ada respon. Sedangkan suara kegaduhan itu semakin ricuh saja. Ia akhirnya memberanikan diri untuk membuka pintu yang kebetulan tidak dikunci itu. Memang tindakannya ini tergolong sangat tidak sopan. Tapi mau bagaimana lagi, dia tak ingin terjadi sesuatu yang buruk.

Ivy perlahan melangkahkan kakinya kedalam rumah. Kesumber kegaduhan itu lebih tepatnya.

Tak disangka-sangka, ia melihat seorang pria berusia 40 tahunan sedang berdiri di depan ibu yang pernah Ivy tolong dulu dengan membawa tongkat golf yang sudah ia ayunkan, hendak memukul ibunya Arka yang buta dan gemetaran serta tangis yang mengiringinya.

Secepat kilat Ivy segera berlari kearah ibunya Arka yang sudah tersungkur di lantai rumahnya. Ivy memeluk Emi, Mamanya Arka agar tidak terkena pukulan tongkat golf itu. Sedangkan tangan kanannya menahan ayunan yang berhasil pria itu layangkan.

Alhasil tongkat golf itu mengenai tangan Ivy sampai beberapa kali pukulan. Pria itu sepertinya sudah kehilangan kendali. Hingga tiba-tiba Arka sudah menahan pria paruh baya yang melayangkan pukulan dengan tongkat golfnya tadi.

"Papa. Apa yang Papa lakukan?"

Ivy terkejut ternyata pria itu adalah Papanya Arka. Mengapa ia tega mau memukul isterinya sendiri. Ivy sampai tak habis pikir.

Pria itu kemudian pergi meninggalkan rumah Arka. Entah mau kemana. Arka lantas memeluk Mamanya.

"Mama nggak pa-pa?", tanyanya. Sedangkan Emi terus saja menangis sarat akan ketakutan.

At The EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang