[2] Tak Butuh°

29 6 0
                                    

___________________________________

Orang-orang melihat, kau adalah orang yang sangat berarti dalam hidupku, namun bagiku aku hanya ingin kau lenyap saja dari kehidupanku
___________________________________

Sampai di gerbang sekolah, sopir yang tadi pagi mengantar Rigel dan Ivy ternyata sudah menunggu.

Mereka berdua segera masuk kedalam mobil yang kemudian melaju membelah keramaian kota Jakarta yang ternyata sangat padat lalu lintas ketika jam pulang sekolah.

Ternyata benar, macet dimana-mana. Terpaksa perjalanan pulang menjadi terhambat.

Padahal Ivy ingin segera sampai di rumah lalu istirahat. Karena sedari tadi ia merasakan kepalanya pusing juga tubuhnya yang kedinginan.

Ia pun memijat kepalanya sedikit, agar sedikit mengurangi rasa sakit. Walaupun nyatanya kepalanya tetap pusing.

"Kenapa Vy?"

Suara Rigel mengagetkan Ivy, karena tadi sepintas Ivy melihat Rigel memejamkan matanya. Ivy kira Rigel tidur.

Ivy yang ditanya hanya diam saja, sambil menunduk, menyembunyikan wajahnya.

Melihat keringat dingin yang membasahi wajah Ivy, Rigel sudah tahu pasti alergi Ivy kambuh.

Padahal tadi Ivy bilang cuma tertelan sedikit kuah bakso bermicin tadi, tapi mengapa sampai kambuh.

Rigel akhirnya merengkuh tubuh Ivy dari belakang untuk menegakkan tubuh Ivy dari posisinya tadi yang menunduk.

Benar saja. Alergi Ivy kambuh dan keadaannya sudah memprihatinkan. Keringat dingin sudah membasahi anak rambutnya, wajahnya pucat, tubuhnya dingin dan melemas.

"Vy, kita ke rumah sakit ya. Biar Papa periksa lo."

"Nggak usah Gel. Pulang aja, gue mau istirahat di rumah."

"Nggak. Pokoknya kita ke rumah sakit. Katanya tadi lo cuma makan dikit kok bisa sampai kambuh gini."

Ivy menurut saja apa keinginan kembarannya itu, karena kondisinya yang sudah lemah dan sulit untuk bicara.

"Pak, kita ke rumah sakit Papa, dan tolong matikan ACnya."

"Baik Tuan. Tapi ini lagi macet total, dimana-mana macet."

"Ahhh benar juga", batin Rigel.

Rigel mengacak-acak rambutnya frustasi. Sedangkan Ivy sudah sangat lemah, bersandar pada kursi penumpang.

Rigel menarik Ivy kedalam pelukannya. Mendekapnya agar ia tak kedinginan, sekaligus tanda kekhawatirannya.

"Vy, tahan dulu sebentar ya"

Ivy mengangguk dengan lemah.

Tangan Rigel mengusap puncak kepala kembarannya sekaligus adik perempuannya itu.

Salah satu hal yang sangat Rigel benci di dunia ini adalah melihat kembarannya itu sakit. Ia bahkan tak segan sampai meneteskan air mata karena saudaranya sakit.

Karena apa?

Karena jika Ivy sakit pasti dia akan bicara yang tidak tidak. Dia bilang akan menyusul Mamanya, dan dia juga bilang bahwa Mamanya selalu muncul di mimpinya untuk menjemputnya.

Memang itu hanyalah igauan orang yang sedang sakit. Tapi jika itu benar terjadi, Rigel tidak akan mampu hidup lagi di dunia.

Ia tidak ingin kejadian buruk itu menimpa kembarannya.

At The EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang