"Gue terikat dengan masa lalu, dan gue butuh sosok yang bisa merubah itu semua." Uli Zetta P.
***
Setengah jam berlalu, Juki masih kelimpungan mencari Uli. Dia telah mencari ke setiap koridor, bahkan koridor di lantai 4 pun dia lewati. Juki kini sedang beristirahat di depan perpustakaan seraya meneguk air putih yang dibelinya barusan.
Namun, di tengah tegukannya, Juki melihat Uli duduk di kursi taman sekolah seraya terus menumpahkan air matanya. Seketika dia pun berhenti meneguk airnya.
"Oh, iya. Kenapa gue gak cari dia di taman, ya." gumamnya seraya menepuk jidat dengan keras.
Juki pun tidak berpikir pajang, dia langsung berjalan menuju Uli.
"Li," lirih Juki.
"Pergi lo!" teriaknya.
"Tapi Li—"
"Gue benci sama lo, Juk." pekik Uli seraya terus menumpahkan air matanya.
"Li! Please, izinin gue duduk dan minta maaf, tolong Li!" tegas Juki seraya memegang kedua bahu Uli, lantas Uli pun akhirnya melemah dengan permintaan Juki.
"Ya udah, duduk." ketusnya. Juki pun duduk dengan hati-hati.
"Li, maafin gue kalau kata-kata gue nyakitin lo." lirih Juki seraya berusaha memegang tangan Uli halus. Namun Uli berkali-kali menepis pegangannya.
"Kalau minta maaf, gak usah megang-megang tangan gue. Lagian, ini bukan salah elo kok. Gue juga tau, lo pasti nyangka gue baperan. Emang gue baperan, jadi lo gak usah nunggu jawaban lagi. Sekarang, mending lo pergi dari hadapan gue. " ketus Uli seraya memunggungi Juki.
"Sorry kalau gue megang tangan lo, tapi Li, tugas gue belum selesai. Gue pengen tau, kenapa lo jadi baperan gara-gara omongan dari gue?" tanya Juki dengan hati-hati.
"Gue tau, pasti ada alasan khusus kan? Lanjutnya.
"Bukan urusan lo," pekik Uli.
Juki pun menghembuskan nafas kasar, dia mencoba untuk sabar menghadapi Uli.
"Li, kalau lo ada masalah, lo sebaiknya berbagi masalah lo ke orang lain. Mungkin orang lain bisa ngebantu lo." ucap Juki halus, seraya mengusap bahu Uli pelan.
"Buat apa lo peduli, hah?" ucap Uli dengan air mata yang kini mulai mengalir lagi.
"Buat apa gue berbagi masalah sama orang lain?"
"Buat apa orang lain bantu, tapi akhirnya mereka yang kena bahaya. Buat apa?"
"Buat apa gue berbagi masalah gue, kalau akhirnya, mereka juga ikutan kena imbasnya gara-gara gue,"
"Buat apa—"
"Cukup, Li." potong Juki, seraya menarik Uli agar jatuh ke bahunya.
"Li, elo jangan sedih lagi. Dari omongan lo barusan, Gue udah ngerti kok masalah lo. Gue tau apa yang lo rasain. Elo pasti kuat, Li." lirih Juki seraya mengusap lembut rambut panjang Uli.
Beberapa menit telah berlalu, karna Uli terlalu lama menangis, akhirnya dia kebablasan tidur di bahu kekarnya Juki.
15 menit telah berlalu, Uli tetap tidur dan kini, ilernya ke mana-mana.
"Haduh, anak ini belum bangun juga, pake ngiler segala lagi. Dan kapan gue harus ngebahas masalah warung emak." batin Juki bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
JULI
Teen Fiction"Mereka satu planet, mereka satu langit, dan mereka satu tempat. Namun tetap, takdirlah yang mengatur mereka untuk bertemu." Uli bagai sebuah langit yang kini hitam pekat. Juki bagai bintang yang kini tak bersinar lagi. Mereka bertemu. Pertemuannya...