Chapter 1

937 49 26
                                    

"Jika dia mengejarmu, dia cinta. Jika tidak, dia gak kuat lari." - Uli Zetta P.

***

Selasa, 19 Juli 2016

Materi pelajaran sejarah sedang dijelaskan oleh guru. Uli sangat mengerti, walaupun di sekolah lamanya dia menduduki kelas MIPA.

Dia terus mengangguk-angguk dengan ucapan gurunya itu.

"Li, lo paham?" ucap teman sebangkunya yang lantas mengagetkan Uli karna menepuk bahunya.

"Paham." jawabnya dengan wajah yang jutek karna teman sebangkunya itu adalah lelaki.

"Ya elah, kok jadi cewek jutek amat Li, padahal pas kenalan di depan kelas elo kayak orang ramah." sambar teman sebangkunya itu.

Uli pun mendecak sebal "Terserah gue dong, Aldo." ketusnya.

"Yeh, nyolot lu!"

"Biarin,"

Seketika terjadi keheningan di antara mereka. Dan akhirnya, Uli merasa penasaran dengan keaadan di kelas barunya itu yang sejak kemarin ingin dia tanyakan. "Kayaknya gue kepaksa nanya sama si Aldo," ucapnya dalam hati.

"Do,"

"Gak salah nih, manggil gue?" jawabnya dengan so ketus.

"Yeh.... Mau nanya doang kok, jangan geer." elak Uli dengan raut kesal.

"Ya udeh, nanya apa?"

"Do, gue mau nanya, kok di sini teman sebangkunya cowok-cewek? Gak homogen aja gitu, temen sebangkunya?" Tanya Uli.

Aldo pun dengan cepat menjawab pertanyaan itu. "Oh... kalau itu sih ulah KM kita. Biar gak ada yang ngobrol pas pelajaran. Kalau cewek sama cewek bakal ngegibah terus, jadi dipasang-pasangin deh." jelasnya dengan raut santai.

"Oh,"

Aldo yang mendengar jawaban singkat, jelas, dan padat pun langsung menggerutu "Gila ya, gue udah baik ngejelasin. Malah dijawab singkat banget, cewek aneh." ucapnya.

"Heh, yang di pojok perhatikan ke depan. Jangan ngobrol!" tegur Pak Roy selaku guru sejarah seraya menatap tajam Uli dan Aldo.

"Iya pak," ucap mereka bersamaan.

"Huuuuu..." sorakan riuh murid-murid lain pun ikut serta dan membuat Aldo malu setengah mati. Namun Uli, cuek bebek dan mulai memerhatikan materinya lagi.

"Selow amat luh disorakin sama yang lain." sambar Aldo seraya mendorong bahu Uli agak keras.

"Biarin," cuek Uli tanpa memerdulikan bahunya didorong Aldo.

"Dasar, awewe gelo!" pekik Aldo seraya memalingkan wajahnya dari Uli.

Uli pun agak terpancing emosinya mendengar ucapan Aldo. Dia ingin sekali melemparkan kepalan tangannya kepada wajah tengil Aldo.

"Do, lu tuh ya, bener-bener—" kesal Uli, yang tiba-tiba terpotong ucapannya karna mengingat kejadian buruk dengan para lelaki di sekolahnya dulu.

"Bener-bener apa?" tanya Aldo seraya menahan tawanya.

"Gak jadi," ketus Uli seraya memalingkan wajahnya dari Aldo yang tengil dan menyebalkan menurutnya ini.

"Ngakak lo," ucap Aldo cekikikan.

"Bodo." balas Uli cepat.

***

Sekolah pun telah selesai. Uli pulang bersama dengan Berfa, teman 1 kelasnya yang pertama kali menyuruh dia duduk di pojok. Berfalah yang mengajak Uli pulang bersama. Walau begitu, Uli langsung menerima tawarannya dengan mudah.

Suara bising mobil-motor tak mereka hiraukan. Mereka terus berbincang dengan ria, sampai-sampai Uli keceplosan tentang traumanya. Alhasil Berfa jadi tahu sedikit tentang traumanya.

"Eh, gue penasaran deh sama cowok galak itu. Tapi—" ucap Uli dengan raut mengeluh.

"Hm.... Uli, elo yang sabar ya. Semoga trauma lo cepat ilang. Tapi gue penasaran sama trauma elo, awalnya karna apa sih?" tanya Berfa penasaran.

"Gue pengen cerita, tapi kalau sekarang gak akan cukup waktunya." ucap Uli dengan bibir yang mengerucut.

"Ya udah gak apa-apa deh, lagian gue juga ada les musik udah ini. Jadi gue harus bur—" ucapan Berfa terpotong ketika melihat seorang lelaki di depang gang yang akan mereka lewati.

Berfa pun mematung.

"Kenapa Fa?" tanya Uli bingung yang melihat Berfa mematung sesaat seraya melihat lelaki yang ada di depannya.

"Lari Li.... Lari!!!" teriak Berfa ketakutan seraya mengajak Uli lari dan Uli pun menurut saja karna dia tidak tahu apa-apa.

"Berfa!! Tunggu!! gue pengen ngomong, makanya gue ada di depan gang elo. Berfa, yang kemaren itu cuma salah paham. Berfa!" teriak lelaki itu seraya berlari mengejar Berfa dan Uli.

"Mampus dah, dia ngejar juga." ucap Berfa dengan pelan.

"Li.... Kita lewat sini, ayo ikutin gue. Ini jalan mabal," ucap Berfa.

"Iya Fa, tapi larinya.... Jangan buru-buru, sesak nih nafas gue," pekik Uli seraya terus berlari karna tangannya dipengang erat oleh Berfa.

"Kalau gak cepet, nanti dia ngedapetin gue," sela Berfa dalam larinya.

***

Gudang kecil, yang berada di persimpangan gang adalah tempat bersembunyinya Berfa dan Uli. Uli sudah tak kuat lagi berlari, karna dia mempunyai masalah dengan nafasnya.

"Fa, please gue udah gak kuat lari..." ucap Uli dengan nafas yang ngos-ngosan berat.

"Tapi Li—"

Uli pun mendekati Berfa lalu menepuk bahunya "Udah dong Fa, gue bingung harus lari tanpa tau alasannya." lirih Uli.

Berfa pun menghembuskan nafas kasar. "Oke, gue bakal jelasin biar lo tau alasannya." singkat Berfa.

Berfa pun diam beberapa detik.

"Dia itu—"

"Dia itu siapa?" tanya Uli yang mulai kesal karna ucapan Berfa yang bertele-tele.

Berfa pun menatap Uli dalam "Dia adalah masa lalu gue," lirihnya.

"Mantan?" tanya Uli. Dan Berfa pun hanya mengangguk pelan.

"Ya ampun, mantan doang... dikira siapa," ketus Uli.

"Tapi Li, semenjak dia udah melukai sahabat gue, gue takut sama dia!" getir Berfa, yang tak terasa air matanya jatuh tak terbendung.

"Maksud lo gimana? gue gak ngerti," tanya Uli dengan raut penasaran.

"Dia hampir membunuh sahabat gue," lirihnya seraya menunduk lemas karna tak kuasa menahan kesedihannya.

Uli hanya bisa diam dan lemas mendengar jawaban Berfa.
"Sekarang gue takut, ini hampir sama kayak masa lalu gue dan trauma gue." batinnya dalam hati.

(Bersambung)

Jangan lupa.
Vote, comment, dan tambahkan ke reading list dan perpus kalian yuups;)

JULI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang