"Penyelamatan yang berakhir pada rasa penasaran." -Juki Fandino.
***
"Elo kok gitu banget sih sama guru. Mereka itu guru Juk, guru!" pekik Uli yang duduk di kursi kantin. Kantin sepi, karna semua murid sudah masuk kelas. Namun, kali ini Uli mabal bersama Juki.
"Alah, emang guru itu apa? Manusia kan? Gue juga manusia, jadi gak ada masalah dong?" ucapnya santai. seraya meminum jus jeruk yang dipesannya barusan. Juki memang hobi minum, makanya dia suka beser.
"Gak ada masalah nenek lo nungging! Mereka itu patut dihormati, Juk." geram Uli.
"Ah, udahlah. Elo mah berlebihan. Udah deh, sekarang, gue cuma mau ngomong sama lo. Lo udah obrak-abrik warung gue, sekarang gue minta elo gantiin kerugian warung gue."
Uli pun mulai membuka mulutnya, namun tangan Juki menahan mulut Uli untuk mengeluarkan suara, dengan cara menunjukkan jari telunjuknya di depan mulut Uli. Hingga membuat Uli diam dengan tatapan kesal.
"Gue belum selesai ngomong. Kalau lo gak punya uang juga, ya... gak apa-apa sih, cuma... lo harus bantu gue dagang muterin kelas, biar gue dapet duit." jelas Juki seraya terus menyeruput jus jeruknya. Dan melepaskan telunjuk tangannya di depan mulut Uli.
"Gue udah boleh ngomongkan?" ketus Uli seraya melahap kentang gorengnya dengan cepat.
Juki hanya mengangguk sebagai jawaban. Uli pun menarik nafas kasar. "Itukan bukan masalah gue, yang ancurin itu kakak gue, bukan gue. Jadi lo harus minta ganti ruginya sama kakak gue," ucap Uli datar.
"Males ah, kakak lo emosian."
"Itu sih derita lo!" ketus Uli.
Tak lama, Uli pun berdiri dari duduknya, niatnya sih ingin pergi. Namun saat dia ingin melangkah, tangan Uli ditarik keras oleh Juki dan membuat jarak Uli dekat sekali dengan Juki. Radius beberapa cm saja. Mata mereka pun beradu, namun Uli cepat-cepat mengalihkan pandangannya.
"Li, lo yang kuat ya. Karna lo harus nyuciin baju gue, yang kena iler lo. Baju ini harus udah beres besok ya, Uli. Yang kuat ya," ucap Juki cekikikan seraya melepaskan tangannya terhadap Uli.
"Ih, dasar ganjen. Main pegang-pegang aja," geram Uli seraya mendorong bahu Juki dengan keras, sehingga Juki mundur beberapa cm. "Lo yang jahat, baju gue jadi bau nih!" pekik Juki seraya melepaskan baju seragamnya di kantin. Uli pun hanya mencibir di dalam hati.
"Juk, bisa sopan dikit gak? Ini kantin, dan di depan lo itu perempuan!" gerutu Uli seraya menutup matanya dengan telapak tangan.
"Santai aja keles, gue pake baju 2 lapis." ucap Juki seraya melemparkan bajunya kepada Uli. Uli pun membuka matanya dan menangkap baju tersebut dengan raut kesal.
Uli pun tanpa berkata-kata langsung pergi dari hadapan Juki.
"Ngakak deh gue sama elo, Li." tawa Juki seraya kembali duduk di bangku kantinnya lalu menyeruput jus jeruknya lagi.
Cairan jus belum sampai tenggorokan, Pedagang kantin mulai mendatangi meja Juki. "Heh, Jukinem!" sahut pedagang yang ada di sampingnya.
"Pak Sapri, jangan panggil saya Jukinem dong. Saya laki-laki nih," protes Juki.
"Bodo amat ah, mau Jukinem, Julkipli, atau Julkaedah kek. Bodo amat! Yang penting, bayar kentang goreng sama jus jeruk ini. Bapak mau tutup, jam sekolah udah mau selesai. Cepet!" ucap Pak Sapri dengan wajah yang seram seraya memainkan kumisnya yang panjang dan lebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
JULI
Genç Kurgu"Mereka satu planet, mereka satu langit, dan mereka satu tempat. Namun tetap, takdirlah yang mengatur mereka untuk bertemu." Uli bagai sebuah langit yang kini hitam pekat. Juki bagai bintang yang kini tak bersinar lagi. Mereka bertemu. Pertemuannya...