Dua

9.2K 374 30
                                    

Sudah tiga hari Anggi berada di rumah sakit. Dia bosan. Sudah sangat bosan. Kemarin Anggi sudah merengek pada Anna agar dirinya bisa keluar dari rumah sakit. Tapi Anna menolak karena dokter belum mengizinkan dia pulang. Hari ini Anggi ingin merengek lagi tapi dari pagi Anna belum mengunjunginya.

"Anna bener-bener jahat. Sudah lupa kali ya punya kakak yang lagi menderita di rumah sakit."

Anggi diletakan di kamar dengan dua orang. Alasannya agar Anggi tidak terlalu kesepian. Tapi orang yang berada di ruangan sama dengannya sudah pulang kemarin, belum ada pendatang baru lain. Jadi sekarang dirinya merasa sangat kesepian.

Anggi turun dari ranjangnya. Dia sudah tidur-tiduran seharian. Sudah tidak sanggup lagi untuk melanjutkan kegiatan tersebut. Anggi memilih ke luar dari kamarnya untuk menghilangkan rasa bosan.

Ke luar dari kamarnya Anggi berjalan mengunjungi beberapa ruangan. Masuk dan mengobrol bersama orang yang ada di dalam ruangan seperti mereka sudah saling kenal. Setelah lelah mengunjungi pasien lain matanya melihat taman. Dia duduk di sana dan menatap sekeliling dengan mata berbinar.

Taman itu sangat hijau dan ditanami beberapa bunga. Bersih juga. Anggi benar-benar suka berada di sana. Apalagi di sana ada banyak orang. Anggi suka melihat keramaian. Melihat anak kecil. Apalagi melihat pria tampan.

Ah—di sana—ada pria tipe yang Anggi suka. Dewasa, tampan, dan berbadan tegap. Pria itu sedang berinteraksi dengan seorang anak kecil. Menggodanya hingga anak itu tertawa. Lalu menggendongnya. Ah—mereka menghampiri Anggi. Tidak—lebih tepatnya mereka menuju tempat duduk yang Anggi duduki.

Sekarang mereka duduk di sampingnya! Anggi gugup!

Seumur hidup laki-laki yang berinteraksi dengannya hanya ayah dan Teo, teman yang dimilikinya sejak kecil. Dirinya tidak pernah berinteraksi banyak dengan yang lain, jadi wajar kalau dia gugup.

"Sayangnya Daddy lapar? Iya?"

Suaranya! Jantung Anggi berdegup kencang. Suaranya sangat seksi!

"Aaaa... aakkk..." Hati Anggi sedang berbunga-bunga ketika tiba-tiba merasakan sakit di kepalanya. Rambutnya ditarik!

"Aakkkk... Akk..." Anggi menoleh ke samping pada pelaku yang menarik rambutnya. Ketika Anggi bersiap marah, Anggi terdiam. Selain wajah bocah nakal yang menariknya ada wajah tampan juga. Jika tadi Anggi hanya bisa melihatnya dari jarak jauh, sekarang cukup dekat. Itu benar-benar tampan....

"Maafkan anak saya. Dia memang sedikit nakal."

"Gak masalah om, eh mas, eh om. Om aja deh." Jangankan ditarik rambut, hati ini ditarik juga Anggi rela....

Pria itu tersenyum. Senyum yang membuat Anggi hampir mimisan. "Gimana sebagai permintaan maaf saya, saya traktir makan? Eh, kamu pasien di sini ya? Gak boleh kemana-mana dong ya. Saya pesenin makanan mau? Ada pantangan?"

Ternyata dia perhatian! Jantung Anggi berdegup lebih keras. Apa dia suka sama Anggi? Enggak apa sudah punya anak. Dimaafin karena ganteng!

"Halo, dek?" Sebuah tangan melambai di depan wajahnya. Tangan yang bagus! Anggi jadi ingin menggenggamnya!

"I-iya? Anggi—Anggi gak ada pantangan kok, Om. Anggi suka sate kambing."

"Oke saya pesenin. Kamar kamu yang mana?"

Enggak, jangan kamar. Anggi bosan dengan kamarnya. Lagian makan sendiri itu enggak enak. "Gimana kalo Anggi makan di kamar, Om? Eh, maksudnya kamar anak Om," ucap Anggi malu-malu.

"Oke." Pria di sampingnya tersenyum lagi. Jantung Anggi sudah hampir mau keluar dari sarangnya. "Yuk ikut Om ke kamar."

Semua makanan yang dipesan sudah datang. Om itu tidak hanya memesan sate, tapi juga nasi goreng, bakso, kue-kue manis. Anggi sangat bahagia. Tidak hanya sate, semua adalah makanan kesukaannya!

"Oh iya, kita belum kenalan. Nama saya Alex." Orang di sampingnya mengulurkan tangan, Anggi menyambutnya. "Anggi." Tangannya..., kalau bisa Anggi tidak ingin melepas genggaman tangan mereka. Sayangnya Anggi masih memiliki urat malu, dan kalau tidak dilepaskan Anggi tidak akan bisa makan.

Anggi makan dengan bahagia tanpa memikirkan masalah lain. Lupa kalau dirinya ke luar kamar tanpa memberitahu siapapun. Tidak mengetahui kalau Anna sedang cemas mencarinya.

"Kakak kamu sudah ketemu?"

Anna menggeleng panik. "Ayah, Kak Anggi ke mana ya. Kak Anggi kan kadang gak tahu jalan. Nanti malah nyasar ke kamar mayat."

"Biarin aja. Biar jadi mayat sekalian."

"Ayah! Ayah gak boleh gitu."

"Anna, Ayah bukan orang nganggur. Kerjaan Ayah banyak. Kamu manggil Ayah cuma untuk liat kamu merengek kayak gini. Buang-buang waktu Ayah."

"Ayah bantu cari."

"Anak bodoh itu gak perlu dicari. Nanti juga datang sendiri. Ayah ke kantor lagi. Pekerjaan Ayah banyak."

"Kalo Kak Anggi gak balik ke kamarnya gimana?"

"Ya bagus."

"Ayah!" Tepat ketika Anna menjerit Anggi muncul, menghampiri Anna dan sang ayah dengan cengiran lebarnya. "Ayah sama Anna nungguin Anggi? Maaf, tadi Anggi baru makan. Liat, tuh tuh, perut Anggi sampai buncit gitu." Anggi menunjukkan perut kecilnya yang membuncit karena terlalu banyak makan.

Anna menghela napas sedangkan sang Ayah tidak peduli dan berjalan pergi. Anggi menutupi rasa kecewanya ketika Anna menatapnya tajam. Menatapnya dari bawah ke atas dan sebaliknya. "Kak Anggi dari mana aja?"

"Makan."

Anna kehabisan akal. Bagaimana bisa jawaban yang dia terima seperti jawabaan dari anak kecil?!

"Kak Anggi tahu gak apa salah Kak Anggi?"

Anggi menganguk, masih dengan cengiran bodohnya. Anna semakin gemas. "Kak Anggi. Aku tuh capek ya dari tadi nyariin kakak kemana-mana! Kak Anggi tiba-tiba nongol dengan muka kayak gitu."

"Kak Anggi sadar gak sih Ayah gak suka Kak Anggi karena Kak Anggi yang kayak gini! Kak Anggi bahkan gak nyapa Papa! Gak minta maaf juga!" Anna berbicara hampir berteriak, tidak peduli dengan tatapan dari orang-orang yang ingin tahu dan tatapan peringatan dari perawat.

"Anggi ngantuk. Mau tidur." Anggi bukannya tidak mendengar apa yang dikatakan Anna, bukannya tidak mengerti apa maksud Anna. Anggi mengerti, sangat mengerti. Tapi Anggi bisa apa? Toh dimata mereka dirinya sudah seperti itu. Bodoh, polos, dan tidak tahu apa-apa.

Malam itu Anggi tidur dengan sangat pulas. Dalam mimpinya dia memimpikan om seksi yang dia temui tadi. Dalam mimpinya mereka juga berpelukan dan berciuman.

_________________

Sugar DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang