"Gi...."
"Gi...."
Pria berseragam putih yang baru saja mengecek kondisi Dimas menoleh pada Alex. "Gi, siapa? Pacar baru lo?" Anjas mengangkat alis sebelahnya, bertanya penuh selidik.
Alex menggeleng. "Bukan lah. Dia Anggi, teman baru Dimas."
Anjas menatapnya semakin dalam. Kali ini ditambah seringai menggodanya. "Temen baru Dimas apa calon papa Dimas?"
"Enggak. Umur dia beda jauh sama gue. Ya—walaupun dia lucu—gue gak mungkin sama dia. Lagian gue ragu dia suka sama gue."
"Jadi kalo dia suka sama lo, elo mau sama dia?" Anjas tertawa. "Sejak kapan Alex yang gue kenal ragu untuk ngejalanin hubungan?"
Alex menggaruk hidungnya, menatap ke arah lain. "Yah—lo tahu sendiri gue gak biasa sama yang umurnya jauh di bawah gue. Lagian dia bukan orang yang bisa gue putusin seenaknya setiap kali bosan. Gue gak mau kalo suatu saat nanti secara gak sengaja nyakitin dia."
Menepuk pundak Alex, Anjas tersenyum. "Umur lo udah gak muda lagi. Lo juga punya anak. Sudah saatnya lo serius." Setelah mengecek kembali keadaan Dimas, Anjas berjalan ke luar. Sebelum menutup pintu dia kembali berbicara, "Ingat, lo udah tua, jangan sampe mati dalam penyesalan."
"Sialan."
Alex baru saja duduk di dekat anaknya yang terbaring ketika pintu kembali terbuka. Itu Anjas lagi. "Gue lupa ingetin satu hal. Lebih baik lo panggil Anggi ke sini."
"Itu gak mungkin, Jas."
Anjas yang ingin menutup pintu berhenti. "Kenapa?"
"Gue gak mau dia salah paham."
"Salah paham gimana? Kata lo Dia temennya Dimas? Kenapa gak mungkin?" Alex tidak menjawab, tatapannya fokus pada Dimas yang masih terpejam. "Alex-alex, lo kenapa sih?" Anjas mendorong kembali pintu yang hampir tertutup, masuk kembali ke dalam. Dengan wajah penuh rasa penasaran Anjas meneliti Alex dari bawah ke atas. "Lo tau gak. Lo mungkin jatuh cinta."
"Gak. Gak mungkin lah." Alex menggeleng. "Itu gak mungkin. Lo tau lah tipe gue—"
"Kalo udah cinta tipe bukan masalah lagi." Anjas kembali berjalan menuju pintu. "Saran dari gue, jangan terlalu banyak mikir. Langsung tembak," ucap Anjas dengan pose menembak yang menurut dia keren.
"Sinting."
"Yah, pokoknya yang penting sekarang adalah Dimas. Jangan mikirin yang lain, pikirin anak lo."
Alex diam. Anjas benar, yang terpenting sekarang adalah Dimas.
Sementara Anjas pergi Alex mengeluarkan ponselnya, mengambil gambar Dimas, lalu mengirimnya pada Anggi.
Dimas sakit. Dia nyebut nama kamu terus. Anggi mau jenguk Dimas?
Di bawah pesan tersebut Alex menyertakan ruang dimana Dimas dirawat.
***
Tring!
Satu pesan masuk ke ponsel Anggi saat Anggi masuk ke kamarnya. Di belakang Teo dan Gemuk mengekori. Saat Anggi membaca pesan Teo juga ikut membacanya secara diam-diam. Sedangkan Gemuk tidak peduli, lebih memilih naik ke tempat tidur dan bersantai di sana.
"Om Alex. Siapa tuh?"
Anggi melompat. Ponsel di tangannya nyaris lepas dari genggaman. "TEO! ANGGI KAN UDAH BILANG, KALO DATENG TUH BILANG-BILANG JANGAN TIBA-TIBA KAYAK SETAN!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Daddy
RomanceSugar Daddy "New Version" Anggi tidak mengerti menapa kebanyakan orang menganggap dirinya menyedihkan hanya karena dia bodoh. Mengapa ayahnya membencinya karena dia bodoh. Tapi Anggi mengerti satu hal yang orang lain tidak akan percaya. "Anggi meng...