Serpihan rindu itu tercerai berai,
Menghilang bersama kelamnya malam
Tak ada yang tersisa,
Semuanya pergi perlahan,
Meninggalkan dirinya yang terpaku di tempat bersama luka tanpa jeda
---
"Jangan putus asa gitu sih, Ra?" Jeni, lengkapnya Jenita Arumi, mengusap bahu sahabatnya memberi kekuatan dan semangat.
Mira tidak peduli. Wanita dua puluh enam tahun dengan nama lengkap Shamma Elmira itu tetap memasang muka masam memelasnya. Sebesar apa pun Jeni berusaha menyemangatinya, hasilnya tetap sama. Semua laki-laki yang dijodohkan dengannya mundur teratur. Bahkan sebelum bertatap muka secara langsung.
Jangan tertawa. Itu kenyataan. Harusnya, hari ini Mira ada kencan dengan seseorang, di resto terindah di kota itu. Tapi ... baru saja laki-laki yang mungkin akan menemuinya, tiba di depan pintu dan mendapati dirinya. Lelaki itu sudah berbalik arah. Pura-pura melirik jam tangan dan mengangkat ponsel. Padahal Mira tahu, itu hanya pura-pura. Ponselnya menempel terbalik di telinga dan mati, jadi mana mungkin ada panggilan. Iya, kan?
Menghela napas. Mira meluruhkan bahu, menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi. Dipejamkannya mata sembari menarik napas panjang. Dadanya tiba-tiba sesak, sesak karena kekecewaan.
Ya Tuhan. Hari ini adalah jadwal kencannya yang entah ke berapa kali dengan hasil akhir sama saja. Mira malu sekali. Malu pada sahabatnya yang sudah berbaik hati mengenalkan. Padahal, sebelum memutuskan bertemu, Mira rela meluangkan waktu untuk chattingan nggak jelas. Sekadar perkenalan dan basa-basi dengan lelaki itu. Meski balasan darinya mungkin selalu kaku. Mira sudah jujur sejak awal tentang dirinya. Menjabarkan bagaimana penampilannya yang tidak semenawan wanita lain.
"Besok, aku kenalin ke temen sepupuku, deh." Jeni menawarkan. Berpindah duduk ke sisi Mira.
"Nggak perlu." Mira menyahut cepat. Dengan nada teramat kesal dan jengah. Buat apa. Toh, hasil akhirnya sama saja. Rasa malunya sudah setipis tisu, dia hanya berpura-pura baik-baik saja. Padahal di dalam hati, luar biasa terluka.
Jeni mengeluh. Masih berusaha mempromosikan. "Kali ini orangnya baiiik banget."
Mendengkus, Mira membuka mata dan melempar tatapan tajam pada sahabatnya. "Yang selama ini dikenalin ke aku juga orangnya selalu baiiiik banget, katanya. Tapi, apa?" Mira menyahut sensi, sembari membuka kedua tangannya kesal.
Jeni mencebikkan bibir. "Tapi Ra ...."
Mira mengibaskan tangan. Menolak mentah-mentah. "Tunggu nyampe aku operasi plastik."
Mendelik. Jeni mengguncang bahu sahabatnya, teramat kuat hingga tubuh Mira bergoncang. "Bercanda, kan?" tanya Jeni tak percaya.
Mira menghentakkan dua lengannya. Melepas cengkeraman Jeni di bahunya. Dia pusing, karena kepalanya yang bergoyang-goyang. "Serius lah." tegas Mira. Menampilkan wajah super garangnya. Kali ini, ia memang tidak akan main-main. Ia harus bertindak. Karena lelah selalu sendiri.
Mira kan, juga ingin dibonceng kekasih. Diantar jemput dan ditraktir makan. Bukan melulu hanya sendiri dan sendiri ke mana pun. Dia lelah selalu ditanya, "Kapan Nikah?", "Calonnya mana Mira, kok nggak pernah diajak ke rumah?" dan lain sebagainya.
"Buat apa sih, Ra? Ya Tuhan."
"Aku mau operasi plastik. Biar ada satu laki-laki di dunia ini yang mau menjadi pendamping hidupku."
Dan itulah hasil pemikiran picik Mira selama ini. Di matanya, semua lelaki hanya memandang perempuan dari luarnya saja. Bagaimana wajahnya, postur tubuhnya. Dan barulah kesetiaan entah nomor ke berapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall Down
RomanceShamma Elmira, yang tengah susah payah melupakan cinta dari masa lalu, didesak oleh keluarganya untuk segera menikah. Namun di tengah pencariannya, Mira terlibat skandal dengan Dannis Wiyata. Seorang pengusaha muda yang dikenal luas telah bertunanga...
Wattpad Original
Ada 7 bab gratis lagi