Kamu cantik kalau diam
Lebih cantik lagi bila bibir itu mengukir senyuman
Untukku
---
Mira menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi dan mengerang jengkel kemudian. Ia sudah mandi, diguyur air dingin yang diharap bisa membuat kewarasannya kembali. Dan kini, ia sudah lengkap mengenakan pakaian yang kemarin. Dia jengkel sendiri karena tingkah bodohnya semalam. Jika tidak ada Kane, entah bagaimana nasibnya kini, mungkin sudah menjadi boneka bergilir, si berengsek Rafa.
"Kenapa aku nurut aja, pas diajak dia ngobrol," gumam Mira, mendecap. Sembari melangkahkan kaki keluar kamar mandi, berjalan ke arah ranjang untuk mengambil tas yang terdampar di sana.
Merogoh tasnya, Mira kembali mengerang saat ponselnya ternyata mati. Mungkin kehabisan baterai karena seharian tidak di charge.
Mengambil napas dalam-dalam, Mira mencoba menenangkan diri di dalam lift yang baru ia masuki. Mencoba tebal muka saat ada pegawai hotel yang mungkin mengenalinya semalam.
"Obat tidur? Benar, aku memang teramat bodoh," gumam Mira, menanti tidak sabar lift yang membawanya turun dan berhenti di lantai satu.
Tidak menunggu lama setelah denting lift berbunyi disusul pintu terbuka, Mira segera melangkah keluar. Menoleh kanan kiri, dan mengembuskan napas lega, mendapati sekitar tidak terlalu ramai. Namun, belum juga ia keluar lobi, sebuah suara menghentikan langkahnya seketika.
"Kok cepet, biasanya perempuan lama."
Mira menoleh, mendapati Kane duduk menyilang kaki dengan surat kabar membentang di depannya. Tengah menatap dirinya dengan sebelah alis terangkat.
"Kamu masih di sini?"
Kane melipat surat kabar yang sedari tadi dibacanya, meletakkannya di atas meja bulat. "Nungguin kamu."
"Eh, kenapa?" Kernyit Mira bingung, sebelum teringat sesuatu. "Ah iya, belum ganti biaya sewa kamar." Mira merogoh tasnya, mengeluarkan dompet hitam desain sederhana. Hendak mengeluarkan beberapa lembar ratusan ribu.
Kane berdiri dari duduknya, berdecih lirih. "Aku nggak semiskin itu. Kita sarapan dulu sebelum pulang."
Mira hanya mengerutkan kening, lidahnya kelu. Padahal, sesaat lalu, ia yakin jika Kane sudah keluar hotel lebih dulu, meninggalkan dirinya seolah-olah ia perempuan murahan yang habis ditiduri lalu ditinggal pergi.
"Kamu nggak mau?"
Bergeleng. Mira mengerjap. "Eh, maksudnya mau. Nanti saya traktir, sebagai tanda terima kasih, karena membantu saya semalam."
Kane tertawa, mengawali langkah menuju restoran hotel yang mulai sepi. Karena memang sudah pukul sembilan pagi, wajar jika semua orang sudah sarapan. "Kamu yakin aku nggak nyentuh kamu, sampai berani berterima kasih dan berniat mentraktir."
Mira menghentikan langkah detik itu juga. Menatap tidak mengerti punggung laki-laki di depannya. Ia jadi meragu. Oke. Ia mungkin tidak menarik sama sekali. Namun, menjaga harga diri dan kehormatannya adalah prioritas utama. Ia membasahi bibir bawahnya, kemudian menggigitnya. Tiba-tiba tubuhnya gemetar ketakutan. Semalam dia tertidur, karena obat tidur. Jadi wajar jika ada sentuhan apa pun yang tubuhnya terima tidak akan ia sadari sedikit pun.
Kane yang tersadar tidak ada langkah mengikuti di belakangnya, segera membalikkan tubuh. Sebelah alisnya terangkat, saat Mira justru membeku di tempat. "Hei ... aku hanya bercanda. Ayo sarapan," seru Kane, menggerakkan dagunya. "Aku ada meeting jam sebelas," imbuhnya. Melirik jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangan kiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall Down
RomanceShamma Elmira, yang tengah susah payah melupakan cinta dari masa lalu, didesak oleh keluarganya untuk segera menikah. Namun di tengah pencariannya, Mira terlibat skandal dengan Dannis Wiyata. Seorang pengusaha muda yang dikenal luas telah bertunanga...
Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir