Berdamai dengan masa lalu adalah tindakan yang tepat. Karena dengan begitu, kita bisa lebih mengikhlaskan sesuatu yang bukan untuk kita. Tak perlu cemas. Perlahan, waktu akan menunjukkan hasil dari keikhlasan itu sendiri. Sesuatu yang lebih berharga dan lebih baik dari sebelumnya. Waktu pun secara tidak langsung juga akan mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa. Membuat kita lebih kuat dan tegar.
Waktu selalu mengambil andil dalam memproses suatu keadaan. Yang semula kosong, perlahan tumbuh, setelah tumbuh, lama-kelamaan tumbang. Waktu juga yang menumbuhkan kembali, meskipun cukup lama. Itulah hidup. Itulah waktu. Dan kita tak bisa lepas dari waktu.
Soal perasaan manusia, seperti keadaan yang setiap detiknya berubah, perasaan manusia pun sama. Dari yang semula benci, berubah jadi suka, lalu suka berubah jadi benci. Juga yang semula berusaha melupakan berubah jadi saling mengingat. Tak ada yang patut disalahkan di sini. Karena ini soal perasaan. Ada yang Maha Membolak-balikkan Hati. Sekeras apa pun kita mengelak apa kata hati, kita tak akan menang melawannya.
"WOY!!"
"Bengong mulu lo! Kesambet baru tahu rasa."
Alder berdecak saat lamunannya buyar oleh Reno dan Dika. Keduanya adalah sahabat karib Alder dari zaman ospek dulu, sampai sekarang—sudah memasuki semester tiga. Walaupun ketiganya berbeda jurusan, tapi mereka masih sering menghabiskan waktu bersama.
"Ngelamunin apa, sih, Bro?" Reno duduk di sebelah kiri Alder, sedangkan Dika di kanan.
"Biasa ...."
Dari jawabannya saja, Reno dan Dika langsung paham apa yang tengah mengganjal di pikiran sahabatnya itu.
"Soal Tari lagi?" tebak Dika yang sudah pasti benar, karena Alder hanya diam tak menjawab.
Alder sudah banyak bercerita soal hubungannya dengan Tari pada Reno dan Dika, baik masa lalunya maupun masa sekarang yang sungguh sangat menyiksa bagi Alder, karena merasa tak ada kejelasan atas hubungannya dengan Tari. Dibilang teman, tapi dia dan Tari sering menghabiskan waktu bersama—untuk sekadar nonton ke bioskop, dinner berdua, sampai modus Alder untuk membantunya mencari buku di Gramedia. Kalau dibilang pacar, dari yang Alder lihat selama ini, Tari bersikap baik dan wajar-wajar saja padanya.
Alder bingung, perasaannya pada Tari selalu sama seperti dulu. Dia sudah mengerahkan semua kemampuan untuk menarik atensi Tari lagi padanya, tapi Tari seperti masih menutup diri terhadap Alder, setidaknya begitulah yang ada di pikiran Alder.
"Jangan bego, Der. Lo udah sejauh ini, masa mau nyerah gitu aja." Renolah yang paling mendukung atas perjuangan Alder saat ini. Karena dia adalah pakar di atas pakarnya lelaki yang memahami perasaan perempuan.
"Dari yang gue liat, Tari tuh kayak nguji kegigihan lo, gimana perjuangan lo buat dapetin dia balik."
Dika tepuk tangan mendengar ucapan Reno barusan. "Reno panutan gue emang."
Alder ikut beralih pada Reno. "Jadi, kemungkinan Tari punya rasa, kan, ke gue?"
"Kok tanya gue? Tanya sono sama orangnya!" Reno ngakak. Merasa lucu melihat ekspresi Alder yang campur aduk seperti sekarang. Perpaduan antara bingung, gelisah, dan penasaran, bercampur jadi satu.
Dika hanya geleng-geleng kepala begitu melihat wajah syok Reno yang tiba-tiba dijitak kepalanya oleh Alder.
"Samperin sono ke fakultasnya, bego!"
"Ngapain?"
Reno mengelus dada, berusaha sabar menghadapi sifat Alder yang kelewat nggak peka ini.
"Untung gue sabar, Der, punya temen kayak lo."
"Ya... lo samperin Tari, terus minta kepastian sama hubungan kalian lah. Jangan mau digantung terus kayak gini. Lo bukan jemuran, 'kan?" jelas Reno panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth or Dare (Completed)
Teen Fiction"Gue suka sama lo. Mau gak jadi pacar gue?" Kalimat itu terlontar jelas dari mulut Tari yang saat ini merasa malu setengah mati melakukan tantangan Truth or Dare dari teman-temannya itu. "Oke, mulai hari ini kita pacaran." Jawaban yang sungguh dilu...