Davin POV
Aku tidak bisa tidur semalaman. Otak ku tidak bisa mencerna apa yang baru saja aku lakukan kepada dua orang baik yang ada dalam hidupku. Aku sudah membingungkan Chassa dengan memberikannya perhatian lebih dan menyakiti perasaan tunanganku sendiri. Dengan kepala yang terasa berat aku bersiap menuju kantor hari ini. Entah apa yang akan aku jelaskan pada Tiffany harini. Aku tahu aku salah, jadi tidak akan ada gunannya membela diri. Dan aku yakin Tiff sadar betul akan sifatku.
--------------
Aku berusaha memfokuskan fikiranku pada berkas - berkas yang ada dimeja ini. Tetapi percuma saja, pikiranku terpecah memikirkan Chassa dan Tiffany. Aku bergerak menuju jendela yang luas diruanganku ini, menatap langit berharap dapat menjernihkan pikiranku.
Aku mendengar pintu ruanganku terbuka, sontak aku menoleh dan mendapati wajah muram Tiffany. Tetapi, ini adalah Tiffany Calistia Brianda. Ia tahu bagaimana harus bersikap, karena memang Tiff adalah gadis yang dewasa. Aku berusaha memecah keheningan yang terjadi disini,
"Hmmm Tiff... Sorry....." aku bingung harus mengatakan apa padanya.
"Hmm" hanya itu respon darinya, ia justru sibuk membenahi meja ku yang berantakan.
"Tiff , sorry. Really i mean it" Hanya kata-kata itu yang mampu keluar dari mulutku.
"Dave, aku tahu dan paham dari dulu, kamu tidak pernah memberi tahuku, u do love me or not. Aku menyadarinya sekarang, it's not because i know you love me. It's because i can't stand to hear you don't love me" suara Tiff bergetar dan mata nya berkaca - kaca. Sungguh rasanya menyesakkan melihat Tiff sedih, ia tak pernah bersedih didepanku selama ini. Tiff hanyalah gadis yang selalu ceria dan tidakmau memperlihatkan masalah dan kesedihannya kepada orang lain.
"Cause you never do it to me what you do to her. It's not because you didn't care. It's just because you don't feel the same towards me, Dave"
Tiff menangis. Seperti ditampar. Aku tidak bisa berkata lagi. Kata-kata Tiff sungguh membuatku membatu. Ya aku membenarkan apapun ucapannya. Tiff bukanlah orang yang suka mengeluh. Kami tidak pernah terlibat pertengkaran apapun selama ini. Karena sifat dewasa Tiff. Tetapi melihatnya menangis, sungguh menyakitkan. Untuk pertama kalinya Tiff menangis didepanku karena aku, dan aku merasa tidak bisa dan tidak berhak untuk melakukan sesuatu padanya saat ini. Aku ingin memeluknya, tetapi saat ini aku hanyalah Davin yang brengsek, tidak bisa menjaga hati seorang tunangannya ataupun sahabatnya.
Tiff menghapus air matanya langsung, ia mengangkat tangan kanannya. Dan melepaskan cincin tunangan yang aku berikan padanya. Ia mendekati ku, menarik lenganku dan meletakkan cincin pertunangan kami di tanganku.
"I deserved to be happy too, Dave" Tiff mengatakannya dengan perasaan terluka, aku tahu itu. Ia memberikan senyumnya, seperti biasa, ia selalu tersenyum apapun yang ia hadapi, ini lebih membuatku terluka melihatnya tersenyum seperti ini. Aku ingin ia menangis sepuasnya saat ia sedih, aku ingin ia marah saat merasa kecewa seperti ini, memaki ku dan membenciku. i deserved this Tiff. aku tidak mengejarnya saat ia meninggalkanku. Bukan. Bukan karena aku tidak peduli,
semua yang ia katakan adalah benar. Aku tidak pernah mengatakan aku mencintainya. Tidak pernah sekalipun, bukan karena aku tidak mencintainya, tapi karena aku memang tidak pernah mengatakan itu pada siapapun. Tiff lah yang pertama menjadi kekasihku, yang pertama menciumku, dan memahamiku lebih dari siapapun..Aku pun merasakan sesak didadaku saat ini, pertanyaan bersarang dibenakku, apa benar aku selalu menyayangi Tiff, hampir delapan tahun berpacaran bukan waktu sebentar. Apa mungkin karena waktu yang lama ini aku hanya nyaman didekat Tiff? atau aku memang mencintainya sepenuh hati? atau sebenernya aku sudah dari awal menyayangi Chassa?
***
Chassa POV
Sudah hari ke 3 sejak aku dirawat dirumah sakit ini. Dokter mengatakan aku sudah bisa pulang besok dan sudah bisa mulai bekerja lagi. Hari ini aku sendiri dirumah sakit, karena papa harus berangkat ke luar kota dan mama sedang tidak enak badan sehingga harus istirahat dirumah. Beruntung keadaanku yang sudah membaik dan sudah bisa bergerak tanpa bantuan oranglain.
Aku sedang melihat-lihat list pekerjaanku yang sudah terbengkalai tiga hari ini dari laptopku, saat taklama pintu kamar ku diketuk dan dibuka oleh seseorang lelaki yang tidak asing. Aku tersenyum kecut, tiba-tiba saja aku mengharapkan lelaki tersebut adalah Dave. Tetapi ini adalah Rey.
Rey sepertinya menyadari raut wajahku yang berubah, "kau pasti mengharapkan orang lain yang datang kan?" Ucapnya menggodaku.
Rey selalu saja bisa membaca raut wajahku, dia seperti bisa membaca dan mendengarkan coletahan hati dan pikiranku.
Aku hanya tersenyum masam dan tidak mau membahas ucapannya."Bawakan aku apa?" Aku tersenyum lebar melihat paperbag yang dipegang Rey.
"Beef burger, pasti kau bosan kan makan bubur"
———
Aku merasa kenyang sekali setelah memakan burger yang berukuran extra besar yang dibawakan oleh Rey. Aku memperhatikannya yang duduk disamping ranjangku, yang serius memandangi ipadnya sedari tadi tanpa memperdulikan aku. Alisnya bertaut menandakan ia sedang berfikir serius. Namun tidak menghilangkan sedikitpun ketampanannya, ia memang tidak berkarisma seperti Dave, tapi aku bisa tahu sejak pertemuan pertama kami. Rey adalah orang yang sangat hangat dan baik.
Rey ganteng juga. Wajar saja banyak yang antri. Aku mengguman dalam hati.
"Rey..." ucapku menggantung sengaja untuk mengalihkan pandangannya dari ipadnya.
"Mmmm" jawabnya malas.
"Gimana kabar Dave dan Tiff? Aku tidak mengacaukan hubungan mereka kan?" Ucapku tulus, Aku ingin memastikan apa saja yang terjadi. Dave tidak menghubungiku setelah hari itu bahkan datang mengjengukku. Dan selama 3 hari berada di rumah sakit aku terus memikirkan hubungan Tiff dan Dave. Aku merasa berdosa sekali karena membuat kekacauan pada hubungan serius mereka yang sudah berjalan 8 tahun.
"Tiff mau membatalkan pernikahan" jawab Rey singkat.
Aku terbelalak kaget, "kenapa?" Tanyaku ragu. Aku bingung harus senang atau sedih mendengar ucapan Rey. Aku tidak mau menjadi penghancur hubungan orang. Tapi aku merasa mendapatkan sedikit peluang untuk bersama Dave. Apa aku terlalu jahat?
Rey enggan menjawab pertanyaanku. Dan aku pun tak ingin menanyakan jika Rey tak berniat menjawab. Aku merasa tidak berhak terlalu jauh mengetahui permasalahan hubungan mereka.
———
Hari ini aku sudah diperbolehkan checkout dari rumah sakit. Rey bilang akan menjemputku pagi ini dan mengantarku pulang, aku membereskan tas dan barang-barang milikku yang harus dibawa pulang saat ku dengar hp ku berbunyi tanda pesan singkat masuk.
From: Reyhan
i'll go up. Gausah turun sendiri , aku jemput dikamar.Aku tersenyum kecil membaca pesan singkat namun hangat dari Rey, baru sebentar aku mengenalnya tetapi dia begitu baik. Mungkin selain sebagai bossku, karena dia adalah teman Dave dan Tiff sehingga ia merasa memiliki tanggung jawab juga terhadapku.
Tidak begitu lama aku menunggu, hanya sekitar 5 menit Rey sudah sampai dikamarku dan langsung mengangkat tas ku.
"Ayo" ucap Rey.
Aku hanya mengangguk dan mengikuti langkah kakinya dari belakang.
"Rey, thankyou, i owe u a lot" ucapku tulus padanya.
****
YOU ARE READING
Best friend or Lover?
RomanceAku bertemu dia saat hari pertama masuk SMA. Davin Alexandra, lelaki tampan yang menjadi sahabatku dimasa SMA, aku hanyalah gadis pecicilan yang seperti anak kecil; menyukai Davin dan memutuskan untuk tetap menjadi sahabatnya agar tetap berada di de...