Pertanyaan itu, Lagi

15.9K 1K 24
                                    

"Aku lelah, aku tidak dianggap lagi. Aku ingin pergi jauh sampai dia tidak mengetahui keberadaanku. Ah, bodoh. Bahkan dia sudah tidak peduli aku masih hidup atau tidak," ucapku bermonolog sembari terisak di pelukan Aldo.

Aldo mengusap punggungku. Sedari tadi aku menahan sesak seakan pasokan udara disekitarku menipis. Aku pernah merasa hidupku berarti saat bersama'nya', namun pada detik ini, kata 'berarti' sudah tak bermakna apapun lagi.

"Aldo, kenapa tidak ada yang menyayangiku setulus hati kecuali orang tuaku? Aku merasa sendirian sekarang. Separuh hidupku seakan menghilang saat dia pergi. Aku tidak mempunyai sandaran lagi, hidupku tumbang."

Aldo merenggangkan pelukannya, kemudian menangkup kedua pipiku. Ia menatap mataku lekat, "Kamu masih punya aku. Kamu tidak sendirian. Aku siap menjadi sandaran hidup kamu," ucapnya lembut.

"Kenapa? Kenapa kamu menawarkan dirimu sendiri? Aku tidak butuh belas kasihanmu," jawabku lirih.

"Karena aku--" ia gugup.

"Apa?"

Ia menghirup nafas sejenak, "Aku sayang kamu. Bukan sebagai teman, sahabat, ataupun saudara. Aku menyayangi kamu lebih dari itu semua."

Aku tercekat, semua kalimat yang akan kuutarakan seakan tertelan kembali.

"Maaf aku harus mengatakan ini. Sebelum kamu mengenal Fatamorgana, aku terlebih dahulu menyukai kamu tanpa kamu ketahui. Berkali-kali aku membodohkan diri sendiri karena aku tak mampu mengungkapkannya. Aku pengecut. Dan pada akhirnya, aku harus menelan kenyataan pahit bahwa kamu dan Fatamorgana memiliki hubungan spesial dan bahkan aku hampir mencoba mengakhiri hidup saat kamu dan dia bertunangan. Lucu sekali," ia menjeda ucapannya.

"Saat itu juga, aku belajar melepas kamu. Aku pikir Gana bisa menjagamu dengan baik. Dugaanku salah, dia malah melukaimu dengan mudahnya. Dan sekarang, dia sudah melepasmu. Aku mempunyai kesempatan untuk menjagamu dan membuatmu bahagia. Maka dari itu, izinkan aku menjadi seseorang yang bisa menggantikan air matamu dengan senyum kebahagiaan," tambahnya.

Aku terdiam mencoba mencerna kata-kata yang mulus meluncur dari bibir tipis laki-laki itu. Aku merasa sangat bersalah karena secara tidak langsung, selama ini aku menyakiti perasaannya.

"Maaf," ucapku pelan dan mencoba menghentikan tangisku.

"Untuk apa, Al?"

"Maaf, aku telah menyakitimu selama ini. Maaf."

"Tidak apa-apa. Selagi aku bisa melihatmu tersenyum, sudah menjadi kebahagiaan tersendiri untukku meskipun senyummu bukan karenaku," tukasnya sambil mengusap pipiku lembut, kemudian tersenyum.

Aku memeluknya erat. "Terimakasih sudah menyayangiku setulus itu."

"Sama-sama, Aleasha."

"Aku tidak tahu harus bagaimana membalas kebaikanmu selama ini."

Aldo tertawa pelan. "Mudah saja."

Aku mendongak menatap manik mata yang tengah terlihat bahagia itu. Ia tersenyum tipis.

"Mau nggak kamu merubah aku dan kamu menjadi kita?"

☜☆☞

Fatamorgana | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang