"Al, beberapa hari ini, aku sering melihat mereka bersama. Sebenarnya ada apa?" tanya Aruna sambil memandang dua sejoli yang tengah asyik bercanda di kantin, Gana dan Thea.
"Aku tidak tahu," jawabku singkat.
Beberapa hari ini, Gana menjauh dariku. Kerap kali aku menghampirinya, namun ia acuh kepadaku. Apakah rasanya kepadaku telah diserahkan sepenuhnya kepada Thea?
"Kamu bisa bercerita kepada kita, jangan dipendam sendiri. Mungkin kita bisa membantu," ucap Aldo.
"Iya, Alea. Jangan segan untuk bercerita, kami bertiga siap menjadi tempatmu berbagi duka," sanggah Rendy.
Aku tersenyum, kemudian berkata, "Terima kasih, kalian bertiga sudah mau menjadi sahabat terbaikku."
"Sama-sama, Al," jawab mereka serempak.
Aku menceritakan segalanya, sesekali aku menatap Gana yang sedang mengelus puncak kepala Thea dengan gemas. Tak dapat dipungkiri bahwa aku ingin pergi dari sana waktu itu juga. Aku tak mempunyai cukup rasa tega untuk menghancurkan hatiku berkali-kali melihatnya tengah bersama dengan yang lain.
"Jadi, Gana bilang seperti itu?"
Aku mengangguk mengiyakan.
"Laki-laki macam apa dia yang berani menyakiti wanita sebaik kamu, Al!" ucap Aruna sambil menekan setiap kalimatnya.
"Sudahlah, aku tidak apa-apa. Aku tidak masalah perasaanku terbagi, dia masih berada disisiku saja sudah lebih dari cukup," ujarku pasrah.
"Aku benci kalimatmu barusan, Al," ucap Rendy.
Jangankan kamu, akupun membenci ucapanku sendiri, batinku.
"Jangan benci, barangkali apabila suatu saat kamu merasakan hal yang sama sepertiku, kamu akan menyetujuinya," ucapku sembari terkikik geli.
Aruna dan Aldo ikut tertawa. Tak lama kemudian, kami berempat terdiam setelah mendapat notifikasi pesan dari seseorang yang tengah berada di seberang kami.
From: Althea Rainia
Kalian lihat, mulai hari ini, permainanku resmi dimulai.
Aku meneguk ludahku. Apa maksud Thea?
"Al, permainan apa yang dimaksud Thea?" tanya Aldo sedikit berbisik.
Sebuah notifikasi pesan masuk lagi dengan nama yang sama.
From: Althea Rainia
Jangan menebak-nebak. Nikmati saja permainanku ini untuk menghancurkan Aleasha Senja.
Menghancurkanku? Untuk apa? Belum puaskah dia menghancurkanku selama ini?
Aruna menepuk bahuku, lalu berkata, "Kamu tenang saja, kami bertiga akan selalu ada denganmu."
"Thanks."
Bel berbunyi menandakan pergantian jam, kamipun berjalan menuju kelas. Sesampainya di kelas, aku duduk di bangkuku. Mataku menangkap Gana tengah sibuk dengan handphonenya. Aku menghampirinya dengan secuil nyali yang dapat menghilang kapanpun.
"Gana," panggilku pelan.
"Ada apa?"
"Boleh aku nanti pulang bersamamu?"
Sedetik setelah aku mengucapkannya, Gana menghentikan aktivitasnya.
"Denganku?"
"Iya, aku ingin pergi ke toko buku. Apa kamu mau menemaniku?"
Sejujurnya, aku takut penolakan. Tetapi bagaimana lagi, toko buku adalah alibiku untuk bisa pergi bersama dengan Gana.
"Baiklah. Sekalian temani aku pergi ke cafe, ya?"
"Hanya menemani?" tanyaku diselingi babyfaceku.
Gana tertawa, lalu mencubit pipiku, "Baiklah, rupanya sedang ada yang minta ditraktir. Benarkan, Nyonya Sefria?"
Aku memukul lengannya pelan, "Ish, kau membuatku malu."
☜☆☞
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatamorgana | ✔
Teen Fiction(Longlist and Shortlist Wattpad 2018) Wattys 2018 winner kategori Heartbreaker [C O M P L E T E] "Aku tak akan bersumpah serapah agar kamu terlibat dengan karma. Aku hanya berdoa, semoga dengan menyakitiku, bahagia selalu menyertaimu." ____________...