- Raka Prasetya -
Laki - laki itu duduk di balkon kamarnya dengan mata tertuju ke langit, terlihat bintang bertaburan yang selalu menemani bulan sendirian. Tapi, dari tampak mukanya seperti memikirkan sesuatu walau matanya terus melihat ke atas. Dia teringat dengan percakapan tadi sore.
Raka dan Kania baru saja keluar dari kafe bersamaan Tama dan Chika. Mereka berjalan iringan menuju parkiran.
"Kan, besok ke rumah Lisa, yuk?" Tanya Raka.
"Bukannya kalian besok kencan, ya? Kok malah ke rumah, Lisa?" Chika menjawab menduluhi Kania.
"Cancel aja ya, Kan?" Raka meminta pengertian Kania. Masalahnya, Raka sudah tak enak hati sama Lisa. Banyak kesalahan yang ia lakuin dan hari ini, dia telah membohongi Lisa.
Kania menggeleng cepat, " Rakk, besok tu pertama kali kita kencan berdua! Selama ini tuh kalau kita pergi berdua, pasti ada Lisa yang ganggu kita."
"Kann, aku mohon sama kamu. Kita pacaran bukan berarti kita melupakan sahabat kita, Lisa. Dan, satu lagi Lisa bukan pengganggu!" Raka menekankan kata pengganggu di akhir kalimatnya. Bukannya apa, Raka sangat tidak suka jika orang lain mengatain Lisa, maupun Itu Kania yang berstatus pacarnya.
Raka merasakan hal neh pada dirinya. Ia mencintai kania, tapi ia tidak bisa lepas dari bayangan Lisa. Lisa itu dimata Raka, sosok perempuan yang sok kuat tapi butuh perlindungan dari seseorang dan orang itu adalah Raka.
Kania berdecih, "See. Lo ngebela Lisa yang hanya sebatas sahabat, di depan pacar lo. Hebat.." Kania tidak lagi lagi menggunkan aku-kamu di kalimatnya berarti ia benar - benar marah. Kania melangkah pergi meninggalkan Raka.
Segera ia menyusulnya, "Kan, aku bukan ngebela Lisa. Tapi, selama kita pacaran, kita udah sering kencan. Waktu kita buat Lisa itu udah jarang, Kan! Dan hari ini kita bohongin, dia!" Raka memegang pergelangan tangan Kania dengan tatapan marah.
"Terserah!" Kania melepaskan tangannya dari Raka secara paksa dan berlari menuju taksi yang sudah di pesannya.
Raka menghela nafas kasar.
"Nggak sepantasnya lo ngebela Lisa di depan Kania yang dimana statusnya sekarang pacar lo! Kata - kata lo itu secara tidak langsung nyakitin, Kania tahu gak?! Apasih bagusnya Lisa? Sampai lo ngebelain dia? Atau jangan - jangan lo suka sama Lisa? Chika datang dengan makiannya.
Raka menatap Chika dengan pandangan tajam dan menusuk, "GAK USAH IKUT CAMPUR URUSAN GUE!" Raka pergi meninggalkan Chika.
Raka mengusap rambutnya dengan kasar. Kata - kata Chika terus tergiang di dalam otaknya atau jangan - jangan lo beneran suka sama Lisa? memikirkan hal ini membuar Raka berfikir keras.
Suka? Suka sama Lisa? Ha?! Gak mungkin!
Raka terus mengelak dengan pikiran tersebut, ia lagi - lagi menghela nafas dengan lirih. Pikiran kembali mengingat tentang Kania yang sedikit ada perubahan di dalam dirinya. Entah ini perasaannya saja atau bukan, tapi kenapa Kania sensitif sekali jika menyangkut Lisa?
Pertanyaan demi pertanyaan terus menjalar di otak Raka. Terasa otaknya sudah lelah memikirkan hal - hal yang belum bisa ia temukan jawabannya, segera ia bangkit masuk ke kamarnya tak lupa menutup pintu balkonya. Raka merebahkan diri di kasur dan tak lama kantuk menyerangnya sehingga membuatnya tertidur pulas.
***
"Pagi, Ma." Sapa seorang anak Laki - laki dengan suara khas bangun tidur.
"Pagi, sayang." Jawab sang mama sambil memberikan roti kepada anaknya yang masih mengumpulkan nyawa.
"Liburan mau kemana, Rak?" Tanya Riana-mama Raka- yang juga menyantap sarapanya.
Raka mengangkat bahu, "belum ada palanning." Raka berhenti sejenak memperhatikan sekitarnya, terasa ada yang kurang, "Papa kemana, Ma?"
"Masih tidur, semalem begadang ngerjain tugas kantor." Jawab Rania.
Raka mengangguk paham.
Ia menyelesaikan sarapannya dengan cepat dan segera beranjak menuju kamarnya untuk mandi. Ketika, bangun tadi ia berencana ke rumah Lisa untuk menluruskan permasalahan yang sedang mereka hadapi lebih tepatnya lagi sebuah salah paham.
Raka telah bersiap dan segera pergi ke rumah Lisa, sebelumnya ia telah pamit kepada Rania.
***
08.00 am.
Kediaman rumah Lisa masih terasa sepih, karena, kedua kedua orang tua Lisa sedang berpegian belanja kebutuhan rumah sedangkak sang Kakak -Farell- lagi menginap di rumah temannya. Lisa? Seperti biasanya. jika lagi halangan, ia akan bangun siang. Pemalas? That's right.
Suara motor berhenti di depan rumahnya. Bik Ina -ART- membukakan pagar rumah Lisa.
"Lisanya udah bangun, Bik?" Tanya Raka setelah melepaskan helm.
"Belum, nak Raka." Jawab Bik Ina sambil menyiram tanaman milik Tania.
Raka meminta Bik Ina untuk membangunkan Lisa. Ia sendiri bisa saja membangunkan Lisa, tapi masuk ke kamar perempuan yang bukan kerabat *dekatnya* itu kayak aneh aja gitu. Raka menunggu Lisa sambil memikirkan kata apa yang akan di ucapkan.
Lis, gue minta maaf ya..
Lis, maafin gue ya..
Lis, gue kemarin bohong. Maaf ya..
Haelah, basi banget si kayak gitu.
Raka berdecak sebal. Tak lama datang sosok perempuan dengan dandanan seadanya, rambut yang masih kusut, raih kusam, bibir pucet, baju lecek, lengkat sudah seperti gembel. Tapi, Raka tidak memperdulikan itu, ia memandang perempuan bukan lewat fisik tapi hatinya. Jika kita menemukan perempuan cantik dan hatinya juga cantik itu berarti sebuah titipan tuhan yang harus benar - benar di jaga. Tapi, jika kita menemukan perempuan jelek tapi hati yang luar biasa. Santai aja, jangan kayak orang gila. Perawatan muka sekarang ada dimana - mana gak usah takut jelek. Bedak ada dimana - mana. Dari semua ini, Hati yang baik itu yang jadi utama.
"Kenapa?" Tanya Lisa dengan nada malas.
Raka menguasap tengkuknya yang tidak gatal, ia merasa gugup dengan pertanyaan yang di berikan Lisa sekarang.
"Kalau gak penting, lo pulang aja deh. Gue masih ngantuk nih soalnya." Lanjut Lisa ketika melihat Raka yang sepertinya tidak ada tanda - tanda akan jawab.
"Hmm.. Lis, guee----
***
BERSAMBUNG
Thank you for reading❤
Jangan lupa saran dan kritiknya✔---
Palembang
12 Juli 2018
---Lalla🌸
YOU ARE READING
LISA
Teen FictionSahabat atau Cinta? 3 kata 15 huruf. Sebuah pilihan yang sulit. Elisa Salsabila atau Lisa panggilan akrabnya, merasakan hal tersebut. Ketika sahabat kecilnya, Kania Valleri menyukai orang yang sama dengannya. Membuat semuanya jadi sulit. Di satu si...