Seperti hari Senin pagi biasanya, setiap siswa harus berbaris sesuai dengan kelasnya untuk melaksanakan upacara bendera. Mereka harus menahan panas teriknya matahari yang baru menampakkan sinarnya.
"Haduhh udah Senin aja lagi," keluh Relia sambil mengipaskan tangannya didepan wajah.
"Iya nih. Mana cuacanya lagi panas-panasnya," Aley menyahut dengan wajah yang sudah dibanjiri oleh keringat. Ica dan Ireen hanya geleng-geleng kepala saja. Ada saja yang mereka berdua keluhkan.
"Lo pada ngeluh terus," Ireen memprotes apa yang dikeluhkan oleh Relia dan Aley.
"Panas Reen. Lo enak rambut diikat...lah gue aja lupa buat bawa kunciran," Relia mendumel sambil berusaha menjauhkan rambutnya dari bagian-bagian yang terkena keringat.
"Lagian pakai lupa bawa kunciran," goda Ireen sambil menempati barisannya.
"Udah jangan pada ngobrol aja. Balik ke barisan kalian," tegur Ica yang sudah berada dibarisannya. Mereka menuruti ucapan Ica dan melaksanakan upacara bendera dengan hikmat.
Upacara berjalan begitu lancar tidak ada kendala, namun berbeda dengan Relia. Dia begitu kepanasan, keringat bercucuran dimana-mana. Itu semua akibat rambutnya yang dia tidak ikat akibat lupa membawa ikatan rambut. Untung saja dia berada dibarisan belakang jadi dia tidak begitu terlihat.
Relio yang sedari tadi memperhatikan setiap gerak-gerik yang dilakukan Relia, dia terkekeh kecil begitu melihat Relia yang tengah sibuk menunduk untuk mencari sesuatu. Tangan Relio terulur untuk memberikan sesuatu yang dicari Relia, Relia mendongak saat ada tangan yang memberikannya sebuah karet gelang.
"Ambil ini tadi gue gak sengaja ketemu," ucap Relio pelan. Relia menerima karet gelang yang diberikan Relio dan tangannya dengan lincah mengikat rambutnya yang panjang itu.
"Makasih ya. Kalau gak ada lo daritadi gue udah pasrah aja," bisik Relia kepada Relio yang sebaris dengannya.
"Iya lain kali kalau mau sekolah jangan lupa bawa ikat rambut," Relio mengacak pelan rambut Relia yang membuat pemiliknya mengerucutkan bibirnya. Namun setelah itu mereka kembali melaksanakan upacara kembali.
*****
"Kok lo udah kunciran aja sih?" tanya Ireen dengan herannya. Padahal tadi dia melihat Relia dengan rambut yang masih tergerai panjang.
"Iya tadi Relio kasih karet gelang ke gue. Jadi mau gak mau gue pakai aja deh walaupun nanti rambut gue kusut," jawab Relia dengan panjangnya. Ireen yang mendengar itu hanya manggut-manggut saja, pasalnya tadi dia berada dibarisan yang berbeda dengan Relia. Dia, Ica dan Aley berada dibarisan paling depan.
"Eh iya sebentar lagi pengen ujian sekolah loh," ucap Ica saat mereka telah duduk di meja masing-masing.
"Ah elo kenapa diingetin sih," Aley yang berada disampingnya menggerutu tidak jelas saat mendengar kata UJIAN SEKOLAH.
"Lah kenapa emangnya kalau diingetin?" tanya Relia sambil menyedekap tangannya didepan dada.
"Gak tahu kenapa gue kalau ngomongin kayak begituan suka deg-degan," jawabnya dengan gaya yang lebay atau terlalu dramatis.
"Idih lebay lo!" seru Relia sambil mendorong pelan bahu Aley.
"Gak usah dorong-dorong!" seru Aley. Matanya melotot dengan lebar, terlihat sangat sangar tapi sebenarnya dia adalah wanita yang alay.
"Gak usah melotot gitu! Kayak bisa galak aja lo," protes Relia. Entah kenapa Relia sangat suka menggoda Aley, dalam artian menggoda supaya Aley marah dan disitu ada rasa kebanggaan tersendiri dari Relia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Menanti
FanfictionDengan cara seperti ini aku menatapnya. Dengan berpura pura tidak mengenalnya supaya bisa terus melihatnya, dan diam diam menyimpan perasaan yang lebih kepadanya. Gadis cuek pembaca novel. Gilang Arkana Jika dia ingin mengenalku, kenapa harus bertin...