Chapter 10

28 7 1
                                    


"Mama Ireen pulang!" suara Ireen terdengar begitu nyaring di penjuru rumah.

"Mam..

" Gak usah teriak-teriak Mama udah nongol," jawab Selia mama dari Ireen sambil menuruni tangga.

"Mama Selia!" jerit Relia seraya berhamburan memeluk Selia.

"Relia kamu kesini juga! Ahh udah lama gak ketemu," Selia membalas pelukan dari Relia.

"Mama aja yang gak pernah dirumah. Hehehe," jawab Relia dengan cengiran khasnya.

"Mam anaknya sendiri gak dipeluk nih?" tanya Ireen sedikit menyindir.

"Kamu udah sering Mama peluk," jawab Selia masih dalam posisinya.

"Tau nih cemburuan," cetus Aley yang sudah duduk sambil memakan cemilan milik Ireen.

"Eh ada Aley juga," sapa Selia.

"Mama nih daritadi Aley di sini juga," jawab Aley dengan tampang sok kesalnya.

"Abisnya mama gak denger suara kamu," Selia menghempaskan tubuhnya disamping Aley. Begitulah Selia ingin selalu terlihat dekat dengan anak-anak dari sahabatnya ini. Tak heran bila dia lebih suka jika dipanggil Mama oleh mereka.

Selia sendiri yang meminta mereka memanggilnya Mama, karena Selia ingin dia lebih dari sekedar tante atau apalah itu.

"Mam tadi Ireen pingsan," ceplos Relia dengan tampang tak berdosanya. Ireen yang mendengar itu langsung memelototkan matanya, sedangkan Ica dan Aley mencoba menahan tawanya.

"Enggak mam itu cuma boho...

" Pingsan kenapa?" tanya Selia yang sudah lebih dulu memotong ucapan Ireen.

"Anu... Mam.. emm... Tadi kena itu..

" Tadi kepalanya kena bola Mam," jawab Aley tiba-tiba. Setelah itu dia langsung menutup mulutnya, kenapa dia juga ikut-ikutan ember. Pikirnya.

"Kamu gak pa-pa kan?" tatapan Selia kini berubah menjadi cemas.

"Enggak kok Mam. Ini udah mendingan," jawab Ireen sambil menghela nafasnya lega. Pasalnya dia takut sekali jika Mama nya ini akan marah jika tahu Ireen kenapa-napa.

"Mama gak marah kok Reen," seakan tahu apa yang dipikirkan anaknya dan melihat perubahan warna mata milik Ireen yang akan berubah menjadi sedikit terang jika dia merasa ketakutan.

Selia tersenyum mengusap kepala anaknya ini, dia mengenal Ireen bukan hanya kemarin jadi dia tahu apa yang sebenarnya dirasakan Ireen.

"Mama tahu aja kalau Ireen takut," Ireen menjawab sambil nyengir tak jelas.

"Eh lain kali kalau lu ketakutan ngaca dah. Liatin tuh bola mata lu nanti berubah," Relia yang mendengar itu langsung saja mendorong bahu milik Aley.

"Mana sempat dia ngaca. Lagi ketakutan gitu di suruh ngaca, mending lo aja yang ngaca udah bener apa belom," jawab Relia dengan cueknya.

"Ca emang gua belom bener ya?" tanya Aley. Ica yang mendapat pertanyaan seperti itu hanya menggelengkan kepalanya saja.

"Ma bang Reno mana?" tanya Ireen. Pasalnya saat dia sampai dia sama sekali tidak melihat keberadaan abangnya ini.

"Biasalah lelaki," jawab Selia seraya pergi menuju dapur.  "Kalian belum pada makan kan? Mama siapin ya..."

"Yeay makan masakan Mama!" pekik Relia girang.

Ireen mendengus " nyari terus kapan dapetnya."

"Tau tuh abang kamu. Mama juga heran dicari terus tapi gak dapet-dapet." oceh Selia sambil menata makanan.

Senja Yang MenantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang