Chapter 15

13 4 0
                                    

Jangan lupa voment nya yaa gaiss, biar tambah semangat gitu yang nulis nya juga hwhw. Yukk capcus aja!!

****
Entah kenapa sikap dan perlakuannya buat aku nyaman. Memang  dianya yang berlebihan atau aku yang terlalu kebaperan.

****

Ireen berjinjit menuju ruang makan, ini masih sangat pagi dan dia sudah berseragam lengkap, hanya saja yang jadi masalahnya saat ini dia butuh sarapan. Ireen sengaja menghindar dari Selia itu sebabnya dia harus berangkat ke sekolah pagi-pagi sekali.

Saat asik menyantap selembar roti yang dia ambil secara diam-diam, pergerakan seseorang mengejutkan nya.

Srek.

Roti yang tadinya hampir masuk ke mulut terhenti di udara, jantung Ireen berdetak cepat dan keringat dingin mulai bermunculan. Ireen melirik sedikit kearah samping dan bisa bernafas dengan normal kembali.

"Ngagetin gua aja sih lo!" sentak Ireen. Yang duduk disebelah Ireen terkejut mendengar sentakan nya.

"Lah elo ngapain dah? Masih pagi banget juga udah pake seragam aja," Bagas mengunyah roti yang tadi dia ambil.

"Kak anterin gua yukk! Mau ya…plisss," mulai sudah acara memohon yang Ireen tunjukan.

"Ini masih pagi dan lo udah mau berangkat? Yang bener aja! Gua aja masih begini," Bagas menunjukan penampilannya yang masih menggunakan kaos oblong putih dan celana pendek selutut dengan rambut acak acakan nya.

"Yaudah gua bisa berangkat sendiri," Ireen beranjak dari duduknya dan menyampirkan tas ke pundaknya. Bagas yang melihat itu melengos dan mengambil kunci motor yang tergeletak di sofa.

"Naek motor?" tanya Ireen. Aneh aja masih pagi begini dia sudah pengen naik motor, tidak takut masuk angin? Ireen pening sendiri memikirkannya, lebih baik dia menurut daripada harus berdebat.

"Adem masih pagi soalnya," Bagas menaiki motor besar milik Reno. Bagas tidak perlu lagi khawatir akan Reno yang ingin menggunakan motor yang mana. Toh dia memiliki dua dan yang Bagas pakai termasuk yang Reno jarang gunakan.

"Ehm kak nanti turunin gua di rumahnya Relia aja deh," karena memang masih sangat pagi tidak mungkin juga kan Ireen datang ke sekolah. Yang ada nanti dia yang digangguin.

"Lho! Sebenernya mau sekolah apa kelayapan di rumah Relia?" tanya Bagas sambil menyisir rambutnya dengan jari tangan.

Ireen mendelik dan menabok bahu Bagas yang dibalas dengan ringisan. Bagas kira Ireen cewek tidak benar apa? Sampai harus membolos sekolah dan pergi ke rumah Relia.

"Ngaco aja lo kalo ngomong!"

"Yaa terus ngapain ke rumah Relia? Bukan nya langsung ke sekolah aja," Bagas membelokkan motornya dan menuju rumah Relia. Bagas ini sudah terlalu hafal dengan rumah keempat sahabat sepupunya ini. Bahkan Bagas juga dekat dengan orang tua mereka.

"Ini masih pagi dan gua ogah harus ke sekolah pagi pagi, nanti kalo gua digangguin gimana?" Ireen bergidik ngeri hanya membayangkan nya saja.

"Siapa juga yang mau gangguin lo? Ge'er  amat, yang ada mereka yang keganggu sama lo," begitulah Bagas terus saja menyerocos tidak jelas jika sudah menggoda Ireen.

"Bodo amatlah Kak," Ireen turun di depan rumah bernuansa putih kemewahan dan menyalimi tangan Bagas setelah itu bergegas mengetuk pintu. Bagas masih di tempat dan terus memperhatikan Ireen yang sibuk merapihkan rambutnya.

Setelah menunggu, akhirnya pintu terbuka dan menampilkan pembantu rumah Relia, Bi Sumi.

"Lho ada Non Ireen? Ada Mas Bagas juga toh?" Ireen menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia bingung harus menjawab apa, karena memang ini bukan kebiasaannya yang datang ke rumah Relia dengan keadaan masih pagi dan menggunakan seragam.

Senja Yang MenantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang