Sebelum Kepergian Pertama

201 26 61
                                    

Jadi, gini. Daripada ada yang bingung, jadi aku kasih tahu kalau part ini dan ke depannya akan flashback lagi. :) Kilas balik ini akan menceritakan bagaimana sih Nyonya Rida bisa meninggal. Nah, semua akan terjawab sebentar lagi.

Semangat membaca dan jangan lupa voment-nya. :D

****

Rumah itu telah berganti warna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rumah itu telah berganti warna. Waktu merangkak terlalu cepat rasanya. Warna putih sudah membalut bangunan itu di setiap sisi. Mengingatkan pada ruangannya kala di rumah sakit. Hanya saja, tidak ada bau obat yang menusuk di hidung.

Lebron meragu sejenak. Ia sebenarnya bisa mengantarkan wanita paruh baya di sampingnya ke tempat yang lebih baik dari rumah ini. Apalagi, setelah melihat teror fisik yang dialaminya. Mungkin, jika ia yang mengalami hal tersebut, ia sudah gantung diri.

Nyonya Rida, kekagumannya tak pernah berhenti. Ia seolah tak pernah menyerah pada keadaan. Tidak pernah takut sama sekali. Manusia sepertinya memang jarang sekali hidup di muka bumi ini. Selebihnya, hanyalah orang munafik dengan topeng aneka ragam dan corak.

"Anda yakin ingin kembali ke dalam?" Lebron bertanya pelan. Ia takut hal yang lebih buruk akan menimpanya. Lebih kejam dan biadab, dari siksaan fisik malam itu.

Lawan bicaranya menolak tegas. Ia sudah siap dengan konsekuensi yang ada. Yang ia takutkan bukan apa yang terjadi padanya. Namun, pada kelima anak yang ia bawa ke dalam neraka ini. Semoga saja mereka baik-baik saja, harapnya.

Tuan Abid tergopoh-gopoh membukakan gerbang, begitu tahu Rida turun dari mobil. Ia sengaja tak meminta Lebron menemaninya masuk ke dalam. Keselamatan lelaki itu juga yang ia takutkan, selain Yudha dan lainnya.

"Anda terlihat gagah hari ini, Tuan Abid," sapanya, membuat lelaki tua itu tersenyum merekah. Dengan spontan, ia membenahi kumis, janggut, serta rambutnya yang hampir separuh, sudah berwarna putih.

Sindy yang pertama kali melihat kedatangannya langsung meneriaki anak-anak yang lain. Kelimanya langsung memeluki Rida, sebelum masuk ke dalam rumah. Tak lama sang empu dan istrinya menyusul. Menanyakan kabar dan mengucapkan selamat datang, sangat klise.

"Kami sangat senang kau akhirnya kembali." Mata Nyonya Hernandia berbinar, terlihat benar-benar merindukannya. Sedangkan, suaminya tak kalah bahagia. "Aku sudah melaporkan pada pihak berwajib akan hal ini. Tuan Abid juga sudah kusuruh agar meningkatkan kewaspadaannya, terutama saat malam hari."

Rida tersenyum dan berterimakasih atas beragam upaya yang telah dilakukan majikannya. "Hanya saja, Tuan, dia sudah terlalu tua untuk terjaga. Mungkin, dia bisa bertukar dengan Ananta," saran Rida yang disahut tawa oleh mereka semua.

Mereka berlima pun masuk satu per satu ke dalam rumah. Seperti biasa, sang empu dan istrinya selalu mendahului. Aiden dan Aurel yang begitu polos, masuk saja dengan wajah yang ceria. Ya, keduanya tidak tahu apa-apa.

Sindy dan Ryan berhenti sejenak. Mereka menatap Yudha yang sepertinya hendak berbicara dengan Rida. Namun, saudara tertua itu menyuruh keduanya masuk. Ia takut ada yang mencurigai mereka jika berkumpul terlalu banyak.

White HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang