Kobaran Api

84 14 5
                                    

Maaf, ya lama nggak update. Semenjak UTBK aku sibuk prepare buat SPMB PKN STAN, mungkin di antara kalian ada yang ikut? Oke, langsung aja, happy reading all!

***

Lorong Panti hanya dipenuhi oleh suara langkah yang resah dari Nurina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lorong Panti hanya dipenuhi oleh suara langkah yang resah dari Nurina. Ia enggan untuk bergabung di ruang makan malam ini. Lampu temaram mungkin sedikit memburamkan wajah resahnya dari kejauhan. Namun, dinding tak bisa meredam bunyi kegelisahan.

Kegelapan telah merajai hari. Sekiranya sudah berjam-jam lalu Gintan dan Lebron tidak kunjung kembali. Atau mungkin mereka tak akan datang kemari.

Ya, alasan itu bisa jadi. Letak panti yang berada di dataran tinggi menyebabkan malam terasa begitu dingin hingga menembus kulit, setebal apapun jaket yang dipakai. Kabut pun tak mau kalah unjuk diri, bahkan sering terjadi kecelakaan di jalan curam – beberapa belokan dari panti - sebab gumpalan awan tipis ini.

Tidak mengherankan banyak berita beredar jika kabut tersebut adalah sebuah pintu gerbang menuju sebuah dimensi yang belum terjamah oleh akal manusia. Sebuah tempat keabadian setelah ruh meninggalkan jasad yang dipendam dalam tanah.

Sekali lagi Nurina menuju ruang depan dan melihat dari jendela. Tidak ada tanda sama sekali. Hanya kabut putih dan malam hitam yang beradu satu dalam sunyi. Ya, itu saja.

"Mereka belum kembali?" Ia hafal suara itu. Ia sudah bisa menebak Yudha berdiri di belakangnya menatap bingung akan tingkahnya.

Nurina menggeleng, lagipula Lebron dan lainnya tak berjanji untuk kembali ke sini. Ketiganya hanya bilang tengah menuju dekat pusat kota untuk menyelesaikan urusan, lalu pergi membawa Gintan ke tempat yang lebih aman, jauh dari sini.

"Kita belum memberitahu mereka pelakunya." Yudha kembali bicara. Untuk pertama kalinya, lelaki itu merasa seresah ini. Sedari tadi, ia merasakan sesuatu yang tidak mengenakkan akan terjadi. Entah itu sebuah pertanda atau bukan.

Lawan bicaranya mengangguk tahu. Kedatangan sepupu Gintan memang di luar rencana mereka. Apalagi, gadis itu membawa sebuah anak asing, yang entah ditemukan di mana. Dara hanya berpesan bahwa sang ibu meminta agar anak itu dibawa ke panti asuhan.

"Namanya Julian." Sindy tiba-tiba bergabung dari belakang, setelah berhasil menanyakan beberapa hal. "Dia merengek dan terus memanggil ibu, ibu, dan ibu."

Nurina mendesah. "Hanya itu yang kau dapat?" Sindy hanya mengangkat bahu. Sangatlah susah menginterogasi anak kecil, terutama yang bersifat cengeng dan belum paham percakapan orang dewasa. Itu akan membuat kepalanya pening.

Suara tertawa Ryan mendadak menggema disusul kekehan lembut dari seorang bocah. Benar saja, lelaki itu tengah bersenda gurau di ruang sebelah, ketika ketiganya berhasil mengintip. Saat itu pula, Yudha merasakan ada sesuatu yang mengganjal. Seperti teringat akan seseorang.

White HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang