11
21 November 2016
.
Junhwe
.
Sudah lebih dari lima menit Junhwe berdiri di depan pintu apartemen di ujung lorong. Telapak tangannya yang menggenggam sebuket mawar pink sedikit berkeringat. Padahal ini sudah akhir musim gugur. Udara di luar sangat dingin, apalagi malam hari begini. Bahkan ia mengenakan jaket tebal. Namun Junwhe tidak bisa berhenti berkeringat. Dia sangat gugup.
Setelah hampir tiga bulan, Junhwe akhirnya berhenti menjadi pengecut dan datang ke apartemen Yeri –Red Velvet. Dia ingin meminta maaf dan meluruskan kesalahpahaman mereka. Dan dia juga ingin kembali berteman dengan Yeri. Teman?
"Ah apapun itu."
Dia merindukan Yeri. Merindukan suaranya, tawanya, senyumnya.
Hatinya berdegub semakin kencang. Sudah hampir dua bulan dia tidak pernah melihat Yeri. Sebelumnya dia masih bisa melihat Yeri di televisi, atau di berita manapun di Naver. Sejak kecelakaan awal Oktober lalu Yeri seperti menghilang. Tak ada kabar sama sekali.
Junhwe menarik nafas panjang. Yang harus ia lakukan sekarang hanyalah mengetuk pintu –atau menekan bel. Namun, sudah berulang kali ia mengangkat tangannya hanya untuk diturunkan lagi. Dia sangat gugup. Bagaimana kalau Yeri tidak mau bertemu dengannya? Bagaimana kalau Yeri membencinya? Membayangkan hal itu membuatnya pucat.
"Ayolah Koo Junhwe. Kau sudah sampai di sini."
Junhwe sudah bertekad, ia harus menyelesaikan masalahnya. Dua hari sebelumnya ia berpapasan dengan anggota Red Velvet di acara penghargaan. Tapi Yeri tidak bersama mereka. Dia lalu tahu bahwa Yeri belum sembuh. Dia ingin menyanyakan kabar Yeri tapi tidak berani. Jinhwan terus mendorongnya untuk minta maaf –hyung satu itu sangat persisten. Bahkan Hanbin sampai mengatainya pengecut –yah, memang sih.
Buru-buru ia menekan bel sebelum ia menjadi pengecut lagi dan kabur. Tangannya mulai gemetaran, keringat turun dari pelipisnya. Ia mendengar suara seseorang menyahut dari dalam. Bukan suara Yeri, Junhwe tidak paham siapa. Tanpa menunggu lama pintu bercat putih itu pun akhirnya dibuka oleh salah satu member Red Velvet.
"OH?!"
Junhwe berusaha tersenyum ramah pada Wendy yang membukakannya pintu. Namun dia malah terlihat canggung. Ia menyapa Wendy dengan sopan dan menyampaikan tujuannya datang.
"Aku ingin bertemu dengan Yeri."
Wendy masih sedikit kaget melihat bunga yang dibawa Junhwe dari ekor matanya, ia tersenyum kecil. "Akan kupanggilkan."
Gadis itu kembali ke dalam apartemen mereka dengan sedikit menutup pintu. Junhwe kembali berkeringat dingin menunggu. Junhwe berusaha mengingat-ingat hal yang ingin dia ucapkan pada Yeri. Di rumah dia menulis pada selembar kertas hal-hal yang ingin dia jelaskan. Tapi sepertinya dia melupakan semuanya. "Masa bodo."
Tak lama kemudian seorang gadis keluar dari pintu apartemen itu. Sukses membuat Junhwe mematung. Junhwe yakin wajahnya sekarang memggambarkan ekspresi yang sangat bodoh. Setelah beberapa bulan, akhirnya Junhwe bisa melihat Yeri dari dekat. Junhwe masih mematung melihat penampilannya. Rambutnya tak lagi merah namun kembali ke warna alaminya, hitam. Rambutnya lebih pendek dari yang Junhwe ingat. Dan Yeri memiliki poni yang menutupi dahinya. Yeri sudah mengenakan jaket berwarna gelap dan bersepatu. Ia mengenakan masker berwarna hitam dan sebuah kacamata berframe bundar. Kedua tangannya bersembunyi di balik saku jaketnya.