12

1.3K 112 8
                                    

Memasuki pekan ketiga, gadis Kim merasa harinya kian berat dan menyiksa. Lenyap sudah hari tenang miliknya. Hari libur  justru menjadi puncak kesialan diantara hari lain.

Ia tidak dipecat, tidak diledek  dua couple sipit, Yoongi dan Namjoon, tidak direcok Hoseok si beribu ocehan, maupun dimarahi si killer Jimin. Ia juga bukan korban palak atau pemerasan. 

Tidak ada pembully-an disini. Hanya saja sudah tiga minggu, pria bersurai mencolok itu rutin datang sepeti pemboikot. Ah, masih mending. Ia seperti pengangguran mengekor kemana perginya gadis Kim. Jangan harap mereka bersenang-senang. Pria Jeon selalu memperlakukannya tidak baik.
Tepatnya, diskriminasi perlakuan. 

Haha.

Jelas. Kesalahannya teramat besar dan fatal. 

Hhah.
Andai dirinya tidak hadir sebagai saksi disana, mungkin ...semuanya berjalan stagnan sebagaimana mestinya.

Ia tidak pantas disebut korban bullying mengingat usianya sekarang telah matang di negara Korea.
Konyol, jika dirinya tiba-tiba datang ke Mahkamah Agung menggugat seseorang, apalagi artis mendunia pula.  

Sadarlah.
Dirinya cuma buruh harian kuli yang girang bukan kepalang jika mendapatkan bantuan sembako untuk fakir miskin.

Memang bukan hal yang terbilang extreme hanya mengusili seperti menarik pangkal rambut ketika sedang berjalan, menyobek selebaran kertas atau tisu supaya berceceran di sekeliling tempat kerjanya, melemparinya dengan kaleng soda, pernah mencuri kotak bekal makan siang nya saat di lapangan, namun yang terparah saat atau bisa dibilang sengaja menadangkan kakinya di ambang pintu.

Nyaris saja, wanita itu menangis deras meratapi nasibnya yang buruk, mengingat beberapa kali dirinya harus tersungkur keras, sampai dagunya hampir sobek.

Disaat itulah si pria Jeon keluar dari sebuah gang sempit. Dengan tatapan heran tanpa dosa. Padahal jelas sekali Taehyung menatapnya benci menyalahkan namun si pria merasa tidak bersalah.

Bukannya tidak dapat melawan, cuma sisi lain Jungkook yang ditunjukkannya sekarang amat kerasa  anonymous. Atmotsfernya kental mencekam. Taehyung bagai di tengah busur dan tidak tau harus bergeser ke mana.

Apa ia harus jatuh,

atau....

Ahhh....bayangannya saja ngeri. 

Pria ini tidak boleh dibantah sedikitpun. Keinginannya mutlak.  







Kali ini, Jungkook menjelajah seluruh rak minimart arogan. Taehyung memutuskan tidak peduli, membangun dinding tinggi transparan segi empat agar Jungkook tidak bisa menembus.

Sadar betul dirinya seperti disumpahi bahkan dikutuk cuma lewat dari tatapan mata Jungkook.
Bagaimana tidak, setiap pandangan mereka berserobok yang selalu ia dapati adalah aura hina dan jari tengah sialannya.

Mengumpulkan seluruh tenaga, ia berjalan mantap ke arah gadis Kim dengan membuang nafas berkali-kali.

Dengan kurang ajarnya si pria langsung duduk menyilang kaki di atas meja kasir, menghempas buku yang tengah Taehyung baca ke lantai.

"Buka kancing kemeja lo." sarkanya.

"Ga akan." delik Kim tajam.

Jungkook jengah ditolak.
Ia memajukan tangan beruratnya, mencengkram kerah baju Taehyung agar mendekat ke arahnya lalu merobeknya paksa.

Si gadis memberontak hebat, melayangkan berbagai kepalan yang sayangnya dengan mudah dapat dihalau oleh pria Jeon.

"Jungkook!"

Unseen [KookV]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang