PART 24

376 59 1
                                    

Jalan keduanya yang awalnya santai berangsur cepat kala melihat salah satu dokter yang dipercaya untuk memeriksa keadaan ayah Joy secara berkala keluar dari kamar rawat dengan keringat yang membanjiri keningnya.

"Dok! Ada apa dengan saya? Apa keadaan ayah semakin parah?"

Dokter Minseok menggeleng pelan.

"Kalau begitu apa?"

Dokter Minseok tersenyum kecil. "Tadi, saat perawat Chansung sedang mengganti pakaian ayahmu, ia tak sengaja melihat jari telunjuk ayahmu bergerak meski hanya dua kali. Karena itulah dia memanggilku untuk mengujinya. Dan memang benar, oksigennya sempat naik beberapa saat, tapi kemudian kembali seperti biasa."

Joy kembali menitikan air matanya. "J-jadi, apakah masih ada harapan untuk ayah tetap bersamaku?" dia sangat tidak ingin menyebut kata hidup dan mati.

Kim Minseok, dia membuang napas beratnya. "Maaf, tapi aku masih belum memperkirakan. Kalau dilihat dari pergerakan ayahmu tadi, mungkin saja iya. Tapi, kita tetap tidak bisa memutuskan jika Sang Kuasa telah berkehendak. Kalau begitu, aku pergi dulu. Kita masih harus menunggu dan berdoa." Sebagai salam terakhir, Dokter itu pun menepuk pelan pundak Joy.

Sepeninggalan Dokter Minseok, tanpa menunggu lama keduanya pun masuk ke dalam ruangan, dan melihat keadaan ruangan yang tidak terlalu berubah. Tetap sama. Suasana, kekosongan, oksigen yang berpacu, dan ayah Joy, semua tetap dalam keadaan diam.

Jungkook dengan sigap membawa Joy masuk dalam pelukannya saat melihat Joy mulai terisak hingga isakan itu menjadi lebih keras.

"Kau boleh menangis sekeras mungkin jika sedang bersama ku. Kau boleh luapkan semua yang telah kau pendam. Jangan sembunyikan luka batinmu terlalu lama, Joy. Aku disini." Ucap Kookie seraya mengelus punggung dan sesekali mencium puncak kepala Joy dengan lembut.

Isakan Joy semakin keras. Apa segitu banyak luka yang telah kau terima?

"Aku-aku sudah begitu lama menunggu ayahku bergerak, paling tidak hanya jarinya saja. Aku-aku benar-benar bersyukur jika apa yang Dokter katakan memang benar. Tapi, aku juga takut jika itu sebenarnya adalah pertanda buruk," ucap Joy sambil berusaha merendam tangisannya dengan menutup mulut.

Kookie hanya mengangguk dan mendengarkan keluhan Joy. Semuanya. Itulah tugasnya sebagai seorang pacar disituasi seperti ini.

"Aku tidak apa-apa terus belajar sambil bekerja, seperti yang kulakukan sekarang ini asal ayah bangun. Aku janji tidak akan mengeluh. Tapi, siapa yang bisa memastikan ayah akan bangun? Aku selalu berdoa sebelum makan dan tidur demi ayah. Tapi, kenapa Tuhan belum menjawab doaku? Apa karena ketulusan hatiku yang belum sempurna?"

Kookie dengan cepat langsung menggeleng tegas. Joy bisa merasakan dagu Kookie di atas kepalanya.

"Tidak. Kau tidak boleh berkata begitu. Ingat, doamu pasti akan terbalas. Kau hanya perlu menunggu, itulah yang harus kau lakukan, seperti yang Dokter Minseok bilang. Dan selama waktu itu berlanjut, kau harus melakukan kegiatanmu seperti biasa. Dan jangan terus bersedih." Jungkook bisa merasakan, dalam pelukannya Joy mengangguk pelan.

Sementara Joy sibuk menyeka air matanya, Jungkook pun segera merogoh saku dan menelepon orang tuanya.

"Ne, annyeonghaseyo eomoni. Tolong katakan pada ayah, sekalian aku beritahu juga pada ibu, sepertinya aku dan Joy akan sedikit terlambat—" Jungkook menghentikan bicaranya karena tarikan pelan pada ujung kaosnya dan gelengan Joy.

"Emm, tunggu sebentar ibu," ia pun segera menjauhkan ponselnya yang masih tersambung. "Kenapa? Aku pikir kau masih butuh waktu."

Joy tersenyum lembut. "Tidak apa. Aku menangis kan karena terharu appa sedikit melakukan pergerakan. Bukan karena hal lain. Lagi pula, kita kan sudah berjanji, jadi harus ditepati." Ucap Joy seperti orang yang sedang menasehati.

Jungkook terkekeh kecil, lalu mengusap puncak kepala Joy. "Baiklah, sayang. Tunggu."

Iapun segera menempelkan kembali ponsel bercasing fotonya dan sang kekasih itu di telinganya.

"... ?"

"Emm.. tidak eomoni. Aku hanya ingin memberitahu jika kami akan tiba sebentar lagi."

"... ."

"Ne. Annyeong."

Setelah telepon tertutup, Joy dan Jungkook kompak berdiri dan bergantian memberi salam penutup untuk ayah Joy, yang kembali tertidur.

"Appa, malam ini aku akan malam bersama keluarga inti Kookie. Sebenarnya, aku sedikit gugup sekarang. Tapi, semoga saja berjalan dengan lancar." Terakhir, Joy memilih untuk mencium kening sang ayah.

Jungkook pun tersenyum kemudian menunduk sebentar. "Paman yang akan menjadi ayahku nanti, malam ini kami akan makan malam bersama. Mungkin sekarang paman belum bisa berpartisipasi, tapi aku yakin paman akan ikut secepatnya. Kalau begitu, aku pamit."

Setelah menatap sang ayah kurang lebih lima menit, Joy pun memilih menyeka air matanya yang tiba-tiba turun lagi dan mengikuti langkah Kookie yang sudah menggenggam tangannya erat.

NERDY BOY IN LUV {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang