Marmut kesepian

24 3 7
                                    

Di suatu perkampungan marmut sedang diadakan pesta kemenangan. Semuanya diselimuti euforia kebahagiaan. Namun, hanya ada satu marmut yang hanya duduk sendirian. Ya, dialah marmut kesepian.

Hari-harinya hanya dihabiskan untuk melamun dipersimpangan jalan. Tak ada pergerakan, seolah-olah tubuhnya kian kaku, hatinya terasa beku, pun sorot matanya yang melayu. Tak peduli meski angin menembusnya, hujan menimpanya, bahkan panas membakar kulitnya.

Hanya kepedihan yang tersirat jelas bahwa dia sedang layu. Pemikirannya hanya tertuju pada satu; penantian yang terasa hambar namun tak semu.

Untuk kesekian kalinya, air mata itu kembali jatuh, lolos begitu saja dari bendungan yang selalu penuh. Tanpa isak, tanpa rintihan, pun tanpa keluhan.

Hampir setiap marmut di sana tahu, cerita tentang marmut kesepian di persimpangan jalan.
Marmut yang menyesal karena tak pernah mau melihat sekitar. Dia terlalu fokus ke depan, tanpa mau tahu ada yang mengejar di belakang. Penyesalannnya perlahan datang karena langkah yang dikejar tak pernah mau sejajar. Sedangkan yang dulu pernah mengejar, langkahnya kini berbalik haluan.

Kini, yang marmut itu lakukan hanyalah menanti, takut jika akan menyesal kembali.

17 juli 2018
Jangan lupa tersenyum....

Rentetan AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang