cinta sebelah yang diukir tanpa kata

54 8 12
                                    


     Semilir angin menerpa daun-daun yang jatuh berserakan di atas tanah kering. Aku, kamu, dia, dan daun yang baru saja jatuh dari tangkainya, berada di tempat yang sama namun dalam posisi berbeda. Aku dan daun yang kehilangan harapan, sedangkan kau dan dia baru menciptakan angan.

    Aku, di sini, di dalam angkot warna biru ini, memperhatikanmu di atas motor kesayanganmu. Kau terlihat amat  bahagia, namun kebahagiaanmu membuka luka yang belum lama tercipta.

    Kau bercanda ria dengan perempuan di belakang tubuhmu. Seolah ingin memamerkan pada dunia, bahwa kau dan dia diciptakan untuk bersama. Tanpa kau mengira, ada hati yang  terluka, ada jiwa yang merana, ada mata yang siap mengeluarkan cairannya, ada senyum yang hilang karenanya.
Ada Isak yang tertahan dalam keheningan, ada harapan yang pecah menjadi kepingan, ada rasa yang kelak akan menjadi kenangan.

    Tak apa, aku tak masalah jika kau dengannya. Hanya saja, hatiku yang belum terbiasa. Tapi, kau jangan khawatir, naluriku sedang berusaha berkompromi dengan hati yang tidak mudah dibujuk ini. Tenang saja, aku tak akan mengganggu hubunganmu. Hanya saja, biarkan aku mengingat kenangan kita dulu. Aku hanya menginginkan itu. Aku akan berpura-pura menjadi orang yang tidak tahu apa-apa. Berusaha menampilkan senyum terindah agar menutupi lara yang terpancar manik mata. Membuat drama untuk memanipulasi kesedihan yang menyayat jiwa. Seolah menjadi mawar yang indah tapi memiliki racun yang menjadi bumerang bagi kelopaknya.

    Bumerang yang tercipta karena kemunafikan yang aku pelihara. Kemunafikan yang aku tunjukkan dengan berdalih semampu aku bisa melakukannya.
Aku berdusta, kala mengatakan tak pernah menyimpan rasa.
Aku berdusta tentang rindu yang ku benci kala datang tak terduga.
Aku berdalih dengan mengatakan aku benci senyum yang kau hadirkan untuk mengobati lara yang ku punya.
Aku berdalih, jika aku mengatakan kau bukan orang yang berharga.

    Bersamaan dengan sang surya meninggalkan langit dan menyisakan taburan jingganya, kau juga meninggalkanku dengan serpihan rasa yang tak pernah aku lupa.
Aku, di sini, di dalam angkot biru yang akan membawa penumpang pergi, masih mengharapkan kau untuk kembali. Aku menunggumu sama seperti langit yang menunggu surya memancarkan sinar pagi. Aku akan berusaha tak berdalih lagi. Aku akan berusaha menjadi orang yang tak salah kau pilih.

23/05
Cirebon

Rentetan AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang