Chapter 3

757 76 3
                                    

--- GHIA POV. ---

Siang ini aku baru saja mendapatkan tugas menyebalkan dari salah seorang dosen. Ia menugaskanku yang masih anak semester 2 untuk melakukan observasi lapangan bersamanya. Dokter Erwin merupakan salah satu dokter muda berbakat yang menjadi idola banyak mahasiswi kedokteran. Di mataku dia B saja, menyebalkan, dan arogan. Siapa dia berani-beraninya menyuruhku ikut bertugas malam dengannya, dan mengancam nilaiku. Hahhh...! Untung saja dia seorang dosen yang nilainya memang sangat aku butuhkan. Kalau tidak sudah kupukul wajah songongnya.

"Ghi, nanti kita berangkat jam berapa? Kamu gak apa nunggu aku selesai kelas?" tanya Celine yang berjalan di sebelahku menuju ke kantin. Kebetulan kami memiliki jam kosong di siang hari yang sama. Sebenarnya aku sudah tak ada kelas, Celine masih ada kelas setelah makan siang.

Masih dengan tampang masam, aku menghadap ke arah Celine. "Aku sepertinya tidak bisa ikut ke acara konser Soleil. Aku mendapat tugas untuk melakukan observasi lapangan dengan dokter Erwin. Dia bilang tugasku kemarin jelek, jadi sebagai penebus nilai aku harus ikut observasi dengannya. Membuat laporan, dan bla bla bla," jawabku sekaligus bercerita pada Celine. Dia tertawa tengil mendengar penderitaanku. Membuat wajahku semakin masam saja.

Celine meletakkan sepiring nasi dengan daging sapi lada hitam favoritku, kemudian membayarnya bersamaan dengan makan siangnya yang hanya cheese burger. "Aku traktir siang ini. Biar kamu lebih semangat. Nanti aku dan Bintang pasti merekamkan penampilan memukau Soleil untukmu," hibur Celine padaku. Kata-kata dan traktiran makannya berhasil membuatku tersenyum. "Kamu sekarang makan yang banyak, supaya kuat aktivitas sampai malam," pesan Celine sembari mencuri sepotong daging sapi lada hitam dari piringku.

Aku hanya bisa menggeleng dan tersenyum melihat kelakuan sahabatku. Sejak dulu memang Celine sanggup makan lebih banyak diantara kami semua. Aku lebih sering tak menghabiskan makananku, akibatnya Celine selalu berperan sebagai tong sampah makanan bagiku. Walau demikian dia tetap saja tidak tampak lebih gemuk dari kami semua. Membuatku iri saja dengan metabolisme tubuhnya.

"Nanti kamu bawa saja mobilku, Cel. Bintang sepertinya berangkat dari rumah soalnya," ucapku sembari memberikan kunci mobilku pada Celine.

"Lho, kamu kan pulang malam. Lebih baik kalau kamu yang naik mobil saja, Ghi. Aku bisa naik taksi saja nanti," ujar Celine membantah dan mengembalikan kunci mobilku.

Aku segera membuka telapak tangan Celine dan meletakkan kunci mobilku dalam genggaman tangannya. "Justru karena aku pulang malam, aku yakin akan sangat lelah. Jadi, jauh lebih baik kalau aku naik taksi. Mengemudi dalam keadaan lelah dan mengantuk sangat berbahaya, Cel. Aku kan calon dokter, tentu harus sangat memperhatikan keselamatan," argumenku pada keputusan agar Celine saja yang membawa mobilku.

Ia tampak mengangguk paham. "Kalau begitu nanti aku jemput kamu saja, Ghi. Lagipula setelah acara konser Soleil, aku sudah tidak ada acara kok. Kalau kamu capek, jangan naik kendaraan umum. Gimana kalau kamu diculik nanti?"

Celine masih saja berusaha agar aku tidak pulang sendiri menggunakan taxi. Mendengar kekhawatiran dalam suaranya membuatku tersenyum senang. Aku tahu kekhawatirannya adalah suatu hal yang wajar. Sekedar perhatian dari seorang sahabat, tapi itu cukup untuk menghiburku. Cukup untuk membuat hati ini terus berharap bila suatu hari perasaanku akan terbalaskan.

"Ya terserah kamu saja deh, Cel. Gak rela amat lihat aku dianterin pulang sama cowok lain," jawabku menggoda dan memasang cengiran bodohku. Celine tertawa dan menonjok pelan bahuku. "Ouch.. Jangan KDRT dong, Cel," protesku yang hanya bercanda. Dia kembali tertawa sembari memutar bola matanya mendengar candaanku.

Mendengar suara tawanya membuatku senang. Aku heran mengapa semua cowok yang mengencaninya tak ada yang bisa menghargai suara indah ini. Suara tawa Celine adalah melodi terindah yang pernah kudengar, ya walaupun masih lebih indah alunan biola Soleil sih... Anyway, aku tak pernah paham mengapa para laki-laki itu tak pernah memberi cukup banyak usaha untuk membuat perempuan di sebelahku ini tertawa. Padahal Celine cantik, tegas, simple, dan punya pola pikir yang penuh dengan logika. Bukankah mayoritas lelaki juga punya pola pikir seperti Celine?

Malam - Buku 3 dari Trilogi Our UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang