Chapter 4

606 84 4
                                    

--- GHIA POV. ---

Geez...

Melelahkan sekali menemani dan membantu dokter Erwin. Beruntung kini aku bisa pulang. Aku sudah tak sabar untuk segera bertemu dengan kasur empukku, dan tentunya sangat bersemangat untuk melihat wajah Celine kembali. Dia memang benar-benar keras kepala. Tiba di RSCM jauh lebih awal dari waktu berakhir shift kerja dokter Erwin. Jam di tanganku menunjukkan pukul 23.23 dan aku sudah merapikan jas dokterku dalam tas. Siap untuk keluar dari ruang kerja dokter Erwin.

"Jangan lupa tulis semua hal yang kamu pelajari malam ini. Laporan saya tunggu minggu depan di kelas," ucap dokter Erwin saat melihatku telah memakai ransel.

Aku mengangguk dengan wajah lelah. "Baik, dok. Saya pamit dulu, terima kasih atas ilmunya hari ini. Selamat malam, dok," pamitku pada dosen menyebalkanku. Ingin rasanya kucakar-cakar wajah yang konon katanya tampan itu. Memang benar dengan begini aku mendapatkan ilmu lebih banyak ketimbang kawan-kawanku yang lain, tapi itu juga berarti tugas lebih banyak. Hufft... Padahal aku yakin tugas yang kukerjakan kemarin itu sudah bagus, masih banyak yang lebih payah dari pekerjaanku. Sialnya hanya aku yang mendapat hukuman.

Kutinggalkan ruang kerja dokter Erwin dan berjalan menuju lobby. Begitu kakiku menginjak lantai lobby, mataku langsung menemukan sosok Celine yang tertidur di kursi ruang tunggu. Kuhampiri dirinya dan apa yang kulihat membuatku mengerutkan kening. Wajah Celine tampak sendu, matanya terlihat sembab, dan pipinya merah seolah Ia baru selesai menangis. Kugoncang perlahan bahu Celine sembari menepuk pipinya pelan. "Cel, aku sudah pulang. Kamu kenapa?" tanyaku begitu Ia mengerjap-ngerjapkan matanya.

Melihatku berlutut di hadapannya, Ia langsung memeluk leherku dan kembali menangis. Kuusap lembut punggung Celine, dan memperbaiki posisiku agar Ia mudah memelukku. Setelah beberapa menit, akhirnya Celine buka mulut. "Aku bakal putusin Rendy, Ghi. Dia sama brengseknya dengan laki-laki lain yang pernah kukencani," ucap Celine masih dengan sesenggukan.

"Memang Rendy kenapa? Dia melakukan apa?" tanyaku dengan sabar. Aku tidak suka melihatnya seperti ini. Cintaku pada Celine selalu membuatku ingin memenuhi setiap kebutuhannya, bahkan bila Ia hanya perlu didengar. Telingaku selalu siap mendengar setiap curahan hatinya, meski terkadang hati ini perih tiap kali dia menceritakan romansanya dengan para laki-laki bodoh itu.

Celine menyodorkan ponselnya padaku. Kulihat sebuah screen capture yang menunjukkan Rendy sedang mencium mesra seorang perempuan. Hatiku rasanya panas saat menyadari bagaimana Rendy telah menyakiti perasaan perempuan yang kucintai. Kembali kutarik Celine dalam pelukanku sampai Ia benar-benar berhenti menangis.

"Kita jalan-jalan saja yuk. Biar kamu bisa rileks dan gak perlu memikirkan Rendy," ajakku pada Celine. Ia langsung menatapku dengan penuh tanya. "Percaya deh kamu pasti suka," rayuku untuk meyakinkan dirinya agar ikut denganku. Akhirnya Celine mengangguk.

Kugenggam tangan Celine dan menggandengnya sampai menuju ke mobilku. Pajero putihku kemudian melaju membela jalanan malam ibu kota yang tak pernah tidur. Aku segera keluar menjauhi Jakarta dan menuju ke arah Bandung. "Kita mau keluar kota?" tanya Celine ketika aku memasuki tol arah cikampek.

"Yup," jawabku singkat dan masih fokus mengemudi. Mobil kupacu dengan kecepatan tinggi agar bisa segera sampai ke tempat yang kuinginkan. "Kamu tidur saja dulu, Cel. Nanti kalau kita sampai, aku bangunkan," saranku padanya.

"Gila kamu, Ghi. Besok kita ada kelas lho. Kalau aku bolos sih gak apa, kamu ini calon dokter. Gak boleh banyak bolos tau. Nanti kalau ada pelajaran yang kamu lewati, bisa salah diagnosa kamu," omel Celine yang tak percaya dengan kelakuanku.

Aku hanya tertawa mendengar omelannya. "Kamu bakal jadi pasien pertama yang menjadi korban salah diagnosa. Soalnya kamu alasan kenapa besok aku bolos kuliah," jawabku dengan gurauan agar Ia sedikit rileks.

Malam - Buku 3 dari Trilogi Our UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang